“Patih, Kowe musti bisa bikin cara supaya Diponegoro itu bisa segera ditangkap!”
Patih Danuredjo tersenyum. Dengan suaranya yang lembut dan kalimat yang teratur rapi, dia menjawab, “Insya Allah, Tuan Residen tenang saja. Saya dan anak buah saya sedang mencari jalan supaya dia bisa sesegera mungkin ditangkap.”
“Kapan? Kowe tidak bisa berlama-lama begitu! Apa mau tunggu sampai pengikutnya banyak? Jadi susah kita nantinya!” sergah Smissaert sambil menenggak sebotol Whisky dari botolnya langsung. Jakunnya yang besar terlihat bergerak naik turun di lehernya. Dia kemudian menopangkan sebelah kakinya yang pendek naik di atas meja ke atas kaki yang lain. Tapak sepatu lars Smissaert kini menghadap lurus ke wajah Danuredjo. Patih Danuredjo benar-benar direndahkan olehnya. Tapi patih itu hanya berdiam diri sambil tetap tersenyum, walau hatinya serasa panas diperlakukan seperti itu.
Melihat Danuredjo yang belum juga menjawab pertanyaannya, dengan tidak sabaran lelaki kecil berwajah bulat dengan rambut tipis berwarna putih keperakan dan bermata biru itu berkata, “Aah, jangan-jangan kowe berkomplot dengan Diponegoro hah!”