Ramadan ini adalah latihan kita tidak hanya menahan lapar dan haus, itu merupakan standar keumuman yang lainnya. Apakah Allah SWT hanya mengawasi yang masuk ke mulut? Tentunya lintasan hati pun akan diawasi pula. Di bulan mulia ini, saat yang tepat kita lebih sungguh-sungguh mengawasi gerak-gerik hati kita, termasuk mewaspadai penyakit riya atau pamer.
Penyakit riya/pamer itu seperti semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di dalam gelapnya hutan di kegelapan malam. Apabila tidak berhati-hati, kita akan melakukan perbuatan riya. Riya termasuk perbuatan syirik Ashghor (syirik kecil). Adakah orang yang ingin meminum susu murni, tapi dicampur dengan darah? pasti tidak ada yang mau. Seperti itulah penyakit hati bernama riya, hal yang dapat mencemari kemurnian.
Allah yang menciptakan dan mengurus kita, kita tinggal di bumi milik Allah, segala sesuatu yang kita butuhkan ada dalam genggaman Allah. Segala yang kita cemaskan, semuanya ada dalam genggaman kekuasaan Allah.
Mau apa mencari muka, pengakuan, penghargaan, di hadapan manusia, sedangkan manusia itu sendiri menumpang di bumi Allah, tidak memiliki apa-apa, dan apa yang diinginkannya pun tetap dari Allah. Jadi sejenis pengkhianatan, jika kita berharap pada selain Allah, padahal Allah yang memiliki, mencukupi, menjamin, segala hal dalam hidup kita. Tetapi kenapa hati kita berpaling dan berharap kepada makhluknya yang tidak bisa berbuat apa-apa?
Ada orang yang berbuat baik, namun berbeda dalam rasa dan hasilnya. Secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: Ada orang berbuat baik karena ingin kelihatan baik; dan ada pula orang yang berbuat baik, karena memang harus baik karena Allah menyukai orang yang baik. Hal tersebut menjadi berbeda, kalau bagi orang yang pertama, yang bekerja adalah pikirannya. Ia terus berpikir mencari cara, bersiasat, supaya orang mengakuinya baik. Selama bebuat baik itu, bukan hati yang menjadi dasarnya, melainkan otak. Semuanya penuh rekayasa, padahal Allah tahu persis apa yang ada dalam hatinya, tidak bisa dibohongi. Orang yang riya ini selalu ada niat lain dalam setiap kebaikannya.
Sedangkan orang kedua berbeda. Jika bertemu dengan orang kedua ini, nyaman rasanya. Orang kedua ini dalam berbuat baik, yang sibuk itu bukanlah pikirannya, melainkan hatinya. Tidak ada di dalam pikirannya ingin dibalas. Nah, orang seperti inilah orang baik asli. Keikhlasannya melakukan kebaikan membuatnya nyaman dan orang lain pun dibuat nyaman bersamanya. Karena Allah lah yang membuatnya nyaman. Boleh jadi itu adalah hadiah dari Allah karena berusaha ikhlas. Sedangkan yang rekayasa Allah membuatnya tidak nyaman.Karena hati hanya penuh dengan kepalsuan rekayasa belaka.
Ada yang belajar ingin dekat dengan Allah, ia ingin mengetahui apa yang disukai oleh Allah. Walaupun nampak seperti kebenaran tapi jika itu palsu, hanya omongan belaka, Allah pasti tahu persis niatnya. Jadi tidak bisa bohong. Allah tidak membutuhkan banyak omongan yang palsu. Asli dari hati. Tidak perlu menceritakan kepada orang lain bahwa kita ingin dekat Allah. (Lihat QS Al Arof 29)
Dari segi mana pun keikhlasan itu menjadi kehidupan kita yang prioritas. Mau apa hati kita sibuk bergantung kepada selain Allah?
Ketika ditanya oleh sahabatnya, Rasul SAW berkata, “Iman itu ikhlas. Orang yang beriman itu adalah orang yang ikhlas. Makin kurang iman maka makin kurang ikhlas. Makin kurang ikhlas makin kurang iman. Walaupun sehebat apa pun mengatakan saya beriman, tapi bila ia amalnya tidak ikhlas, berarti ia punya tuhan-tuhan lain, sehingga amal-amalnya ditujukan kepada selain Allah.
Dalam berbicara, janganlah berlebihan. Tidak usah merekayasa nada yang tidak proporsional. Tidak perlu dengan gaya yang teatrikal. Kata kuncinya adalah proporsional. Semuanya alamiah. Tidak usah menjadi seorang pembicara yang ingin dikagumi. Cukup saja diterima oleh Allah. Allah SWT yang menguasai hati manusia. Bila ada yang mengagumi dan memuji itu ujian rejeki dari Allah. Haruslah tahu diri.
Orang yang riya dan ujub akan terasa oleh hati. Bagaikan teko, teko pasti selalu mengeluarkan isi yang ada di dalamnya. Berhati-hatilah dengan riya dan ujub, banyaklah bertaubat, banyak bertafakur. Periksa terus hati kita, jangan sampai ternodai oleh dosa riya ini. Karena setiap hari kita akan bisa terkontaminasi dengan riaya.
Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman: Aku sekutu yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melaukan suatu amal, dan di dalamnya dia menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, niscaya aku dan sekutunya akan Aku tinggalkan.