Bila ada masalah sibuklah memeriksa diri, dosa apa yang mengundang datangnya masalah tersebut. Jangan lebih sibuk dengan kemampuan diri dan orang lain. Dan berpikirlah bagaimana caranya agar Allah senantiasa menolong kita. Allah mengetahui persis bagaimana kita berjuang untuk taubat dan tawakal, dan pertolongan Allah tidak harus dari apa yang kita duga, seperti Siti Hajar yang mendapatkan zam-zam bukan dari tempat pencariannya bolak balik antara sofa dan marwah, tapi justru dari tempat lain yang tidak terduga. Yang terpenting adalah bagaimana kita yakin kepada pertolongan Allah, dan keyakinan itu seiring dengan kebersihan hati.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). (QS Al-A’Laa : 14)
Kejadian apa saja semestinya membuat kita taubat dan mendekat kepada Allah. Kalau hati sudah yakin, maka hati akan mantap; tapi kalau belum yakin, maka hati akan bingung.
Islam itu diturunkan agar kita yakin kepada Allah. Sehebat apa pun ilmu Islam yang dimiliki, namun jika tidak yakin kepada Allah, maka perlu dipertanyakan bahwa ilmunya itu untuk apa? Sehebat apapun ibadah, lalu ia tidak kenal kepada Allah, maka perlu dipertanyakan motivasi ibadah itu untuk apa dan siapa? Harusnya ilmu itu bisa membersihkan hati, dan ibadah itu bisa makin menambah keyakinan. Bila tidak, maka taubatnya belum benar. Semua itu bisa jadi ia lakukan karena ingin dipuji oleh orang lain atau ia menuhankan makhluk.
Adapun langkah-langkah yang bisa kita jalankan dalam mengatasi masalah yang tengah dihadapi di antaranya adalah :
1. Evaluasi diri sendiri Masalah yang terjadi sebenarnya bersumber dari diri sendiri. Jangan terbiasa menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa diri sendiri. Tanyakan pada diri, apa yang telah diperbuat atau kesalahan (dosa) apa yang dilakukan sehingga kejadian buruk menimpa kita. Dengan begitu, setiap orang akan termotivasi memperbaiki kekurangan yang ada dalam dirinya. Apabila belum diketemukan, bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, Allah-lah yang aka membimbing kita menemukan apa yang kita cari tersebut.
2. Ridho menerima. Jika hati ridho menerima, keadaan seburuk apapun tidak akan merusakkan hati. Sebaliknya, sikap menolak kenyataan atau tidak ikhlas malah akan menambah beban stres. Menerima kenyataan atau tidak, tetap saja hal itu sudah terjadi. Maka, sebaiknya ridho menerimanya.
"Boleh jadi kamu sangat tidak menyukai peristiwa yang menimpa diri kamu, padahal itu sangat baik sekali bagimu. Boleh jadi sesuatu itu yang sangat kamu sukai, padahal sesuatu itu yang sangat tidak baik bagi kamu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, kalian tidak tahu apa-apa." (QS Al-Baqarah : 216)
Ridho bukanlah pelarian atas kejadian yang menimpa, jangan lantas bersembunyi di balik sikap ini ketika ada masalah menghampiri. Ridho bukan berarti berpasrah tanpa ikhtiar.
Ridho adalah awal dari solusi. Sebuah permisalan adalah apabila nasi telah menjadi bubur, yang pertama kali harus kita lakukan adalah ridho, dilanjutkan dengan mencari cakue, kacang polong, ayam dan bawang goreng. Jadikan bubur ayam spesial. Baru setelah itu kita evaluasi diri, kenapa kok bisa niat memasak nasi kok jadi bubur, temukan masalahnya, ambil hikmahnya, dan berubahlah untuk menjadi lebih baik.
3. Jangan mempersulit diri dengan rasa iri. Daripada membuang waktu, lebih baik memperbaiki kualitas diri, dan bekerja keras. Orang yang selalu merasa iri, seringkali lupa cara memperbaiki diri. Mereka lebih sibuk mencaci dan merendahkan orang lain. Ia seakan-akan mempertanyakan rasa keadilan Allah, padahal hanya Allah Yang Maha Adil. Dengan menghindari rasa iri, kita bisa lebih obyektif dalam menghadapi masalah.
4. Siapkan hati menghadapi masalah. Seringkali kita mengalami sesuatu yang tidak sesuai harapan, keinginan dan perkiraan, padahal tidak semua hal yang kita anggap baik itu juga baik di hadapan Allah. Terkadang, banyak hal yang awalnya kita sesali namun di belakang sangat kita syukuri. Pasti ada hikmah yang ada di balik setiap kejadian tersebut. Misalnya, orang yang tidak jadi naik pesawat dan akhirnya pesawatnya kecelakaan.
5. Jadikan Allah SWT sebagai penolong. Al Quran menyerukan agar menjadikan hanya Allah SWT sebagai penolong, di antaranya bisa dengan sabar dan sholat, dalam mengatasi masalah. Jangan sampai kita hanya mengandalkan kemampuan diri untuk mengatasi berbagai permasalahan, sehingga sikap tersebut seakan-akan ingin terlihat hebat di mata orang lain, padahal membuat kita menipu diri agarorang lain kagum. Akibatnya, manusia akan makin stres karena berupaya selalu ingin terlihat baik di mata orang lain.
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS Al-Baqarah : 45)
Mudah-mudahan kita senantiasa menyelidiki hati kita sendiri, sehingga kita tidak bersandar pada siapa pun termasuk diri kita sendiri. Cukuplah Allah bagi kita. Sempurnakan ikhtiar kita seperti Siti Hajar tadi. Dan biarlah Allah memberikan pertolongan kepada kita dari pintu mana saja yang Allah kehendaki.
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS Ali-Imran : 160)
Agar hidup lebih tenang, yakinkanlah diri bahwa Allah SWT sebagai pencipta tidak akan menurunkan masalah tanpa jalan keluar.