Allah menciptakan ilmu, jalan untuk mendapatkan dunia akhirat. Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang menginginkan dunia, wajib bagi dirinya dengan ilmu. Siapa yang menginginkan akhirat wajib dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan keduanya wajib baginya dengan ilmu.
Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda : “Bahwasanya Rasul saw jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, doa anak shaleh, ilmu yang bermanfaat.”
Dalam Al Quran Allah berfirman : “Allah mengangkat orang beriman dan berilmu beberapa derajat di antaramu beberapa derajat…” (Q.S. Al-Mujadalah : 11)
Mencari ilmu ini menjadi ciri ketika Allah menyukai hamba-Nya, dengan cara orang itu menjadi faqih kepada agama. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang diingikan Allah menjadi baik, maka Allah akan menjadikan faqih kepada agama.”
Ilmu itu menjadi amanah. Ilmu yang disampaikan, manfaatnya itu akan mengalir hingga alam Barzakh. Seperti ibadah qurban, atau seperti kita yang tahajud dan mengajarkannya, maka itu akan mengalir kepada kita. “Barangsiapa yang menyeru mengajak kepada petunjuk, dia akan mendapatklan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tidak berkurang sedikit pun pahalanya baginya.”
Allah mengangkat derajat seseorang dengan ilmu, tapi ada yang turun derajatnya dengan ilmu, mengapa? Karena ia berniat mencari ilmunya salah. Niatnya untuk duniawi. Alah menciptakan ilmu untuk memandu kita agar dekat dengan Allah. manfaat bagi hamba-Nya, ilmu yang manfaat akan membuat kita mengenal Allah. Tapi memiliki ilmu banyak akan tidak manfaat, karena ilmunya untuk mencari dunia daripada mencari kedudukan di sisi Allah. misalkan, ingin disebut ustadz, masuk TV, ingin popular, atau mengharap imbalan manusia. Kita belajar agama supaya dekat dengan Allah. Kalau kita takwa janji pasti datang. Jangan mencari ilmu akhirat untuk kepentingan dunia. Mustahil Allah tidak menjamin hamba-Nya, kepada hamba-Nya yang senantiasa patuh.
Lalu mengapa ada orang yang berilmu tidak bisa dekat dengan Allah? Karena hatinya belum bisa optimal berniat untuk dekat kepada Allah. Seperti dalam berdebat yang ingin senantiasa menang.
Bahaya pertama dari mencari ilmu adalah niat, mencari ilmu untuk pembenaran dirinya. Dalil-dalilnya dipilih untuk pembenaran nafsunya. Allah Maha Tahu, dia akan membahas apa yang tidak cocok dengannya. Semuanya baik, pasti benar, dan manfaat. Benar, mungkin ada waktunya yang belum pas, tapi jangan mengingkari kebenaran yang satu dan menyukai kebenaran yang lainnya sesuai dengan nafsunya.
Dari Abu Hurairah, Rasul saw bersabda : “Barangsiapa menuntut ilmu agama yang seharusnya ia mengharap keridhoan agama, tapi ia mempelajari hanya untuk memperoleh keuntungan dunia maka ia tidak akan mencium harum bau surga pada hari kiamat.”
Di akhir jaman nanti akan muncul orang-orang yang menggunakan agama untuk mencari keuntungan dunia. Mereka memakai bulu-bulu domba, di hadapan mansusia supaya dikira orang zuhud dan tawadhu lidah mereka lebih manis dari gula tapi hati mereka seperti hati serigala. Allah berfirman : Apakah mereka akan hendak menipuku atau berani melawanku. Aku bersumpah demi diri-Ku Allah bahwa Aku akan mendatangkan kepada mereka fitnah yang akan membiarkan orang pintar cerdik di kalangan mereka terkena fitnah itu tidak mampu menolaknya. (HR Tirmidzi)
Dari Abu Said Al Anshari Rasul saw bersabda : Apabila Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat, suatu hari tiada keraguan sedikit pun maka berserulah Penyeru Barangsiapa menyekutukan Aku pada amalnya karena Aku dan karena seseorang, hendaklah ia menuntut amalnya dari selain Aku. Karena sesungguhnya Dzat Yang Maha Kaya dari kamu sekalian yang kamu persekutukan. (HR Imam Tirmidzi)
Dari Abdullah bin Umar, Rasul saw bersabda : “Barangsiapa menuntut ilmu dengan berniat bukan karena Allah maka hendaklah ia menyediakan tempatnya di dalam neraka” (HR Tirmidzi)
Begitulah bahayanya niat bukan karena Allah, di antaranya, ingin dianggap cerdas, paling pintar, Jangan ada kepentingan untuk duniawi, nanti jadi sendiri tidak terlalu diingin-ingin. Kalau maksimal berikhtiar, nanti jadi sendiri. Tanpa harus menjadi satu-satunya target. Harus ada kesungguhan untuk keikhlasan ini. Ada bahayanya kalau targetnya hanya sekadar penilaian orang, harus ada kesungguhan. Tujuan kita mencari ilmu supaya dekat dengan Allah, patuh kepada Allah, menjauhi larangan Allah dan menjadi manfaat bagi yang lain dengan ikhlas.
Ada anak yang terbiasa terpacu dengan pujian. Dari kecil sudah menjadi bintang kelas, KM, pujian penghargaan. Orang tua senantiasa senang karena sang anak sering mendapat pujian, sehingga mendapat perlakuan khusus, dan sudah mendarah daging merasuk sejak kecil dihormati diangkat-angkat. Akibatnya si Anak Tumbuh besar dengan paradigma harus dihormati, disanjung dan tidak terkalahkan.
Tidak ada perbuatan karena Allah, perbuatannya supaya dirinya dipuji dihormati, supaya dirinya menjadi nomor satu. Secara duniawi Motivator mendorong untuk menjadi nomor satu. Padahal bia maksimal itu akan jadi sendiri, tidak perlu menjadi tujuan satu-satunya. Dalam akidah kita dituntut untuk dicintai dan diridhoi Allah. Menjadi no 1 itu untuk merupakan bonus. Kalau terbiasa keinginan untuk dinilai orang. Tidak ada keikhlasan lilahi ta’ala.
Allah memuliakan orang tidak dengan gelar. Tidak masalah dengan gelar, namun apabila kita belajar bertahun-tahun hanya untuk gelar sangat disayangkan. Harusnya dengan belajar itu semakin dekat dengan Allah, memberi manfaat kepada sebanyak-banyak manusia. Banyak gelar kalau tidak manfaat apalagi menjadi koruptur buat apa? Bukan masalahnya ada tidak ada gelar, itu sunnatullah. Tapi jangan menjadi gelar sebagai tujuan. Lalu bagaimana sebelum wisuda meninggal.
Kisah seorang mahasiswa yang ditimpa sakit parah. Dan diduga tidak akan hidup lebih lama. Ke kampus saja digendong. Tidak bisa mendengar juga. Ketika ditanya mengapa tetap pergi kuliah sedangkan keadaan kondisi seperti itu, ‘Kak bagi saya kuliah itu ibadah. Saya tidak tahu ada umur atau tidak. Kalau orang dapat pahala dari amal shalehnya. Walau akhirnya meninggal. Hal demikian menjadi inspirasi bahwa kuliah itu menjadi amal shaleh. Insya Allah akan mengangkat derajat. Tidak ada mencontek. Lurus saja.
Jangan belajar semata-mata hanya untuk mendapat kertas. Uang. Belajar jangan untuk itu, karena dengan cara lurus ikhtiarnya dalam berusaha, seperti lurus waktu mudanya, maka rejeki akan berbuah sendiri. Syariatnya akan bertemu sendiri dengan rejekinya.
Belajar ilmu hati bukan untuk ingin kelihatan shaleh, atau kagum, Kita menjadi shaleh supaya diridhai Allah saja. Kita taubat tidak ada urusan dengan penilaian orang. Nanti ketika kita berubah dengan pertolongan Allah akan menjadi jalan perubahan orang.
Qarun pernah mengatakan bahwa ia kaya karena ilmunya. Harusnya bukan karena ilmu, itu jalan saja. Gigih ulet hanya amal shaleh yang dicontohkan nabi saw. Rejeki hanya karunia Allah saja. Dalam mencarinya pantang menyerah pantang keluh kesah. Tetapi kalau sudah menjadi nikmat jangan mengaku-ngaku sebagai hasil jerih payah. Kalau Allah mendatangkan penyakit yang akan menghalangi keuletannya, maka ia tidak mungkin bisa ulet. Juga jangan merasa ujub bila merasa pintar ulet. Seorang pelajar yang belajar tekun karena motivasinya sebagai amal shaleh.
Menuntut ilmu bukan masalah jumlah gelar hebatnya, tapi bagaimana bisa membersihkan hati cemerlang akhlaknya semakin mendekat kepada Allah. Bukan untuk bergaya, atau dipamerkan, melainkan ilmu itu untuk menjadi ahli takwa, yang bisa mengangkat derajatnya. Kalau banyak ilmu tidak berubah akhlaknya seperti keledai. Jangan sampai pula seperti keledai yang banyak membawa buku, tapi tetap bodoh karena dia tidak memahami manfaat buku.