Makanya, saya itu kagum dengan ulama zaman dulu. Masya Allah luar biasa. Kiyai mubalig sekarang tidak mungkin memikirkan hal itu. Orang itu kalau pidato pasti asal ngomong “Orang yang mengaji dan melihat wajah ulama adalah ibadah.” Itu ya benar, tapi hukum Allah itu detail.
Termasuk yang dibahas detail itu adalah hukum suami-istri. Sampai pertengkaran suami-istri itu pun dibahas oleh Allah, karena memang potensinya itu memang ada.
Sampai Allah itu berfirman:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
“….Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Surat An-Nisa’ Ayat 19)
Kadang watak yang tidak kamu suka di situ terdapat banyak kebaikan. Seperti tadi, istri yang marah karena kurang diberi uang belanja, itu bagus.
Satu, itu ekspresif. Dua, tanyakan secara medis, kalau dia menahan diri untuk tidak marah, maka efek kesehatannya buruk sekali.Anggap saja itu terapi, paham ya? (Hahaha)
“Matur nuwun gusti, tersalurkan. Nek mboten malah dadi kanker terus sepundi.Matur nuwun tenan.” (Terima kasih, Gusti, bisa tersalurkan amarahnya. Jikalau tidak, terus jadi penyakit kanker nanti bagaimana… Terima kasih sekali).
Meskipun kamu juga pasti terluka ketika dimarahi. Tapi, seperti apa Tuhan membayangkan hal itu, maksudnya lafal فإن (fain) itu, di ayat tadi kan artinya andaikan kelak engkau mengalami hal ini, tapi kan sekarang kalian kan bukan “andaikan” lagi, tapi sudah nyata.
Jadi, tidak ada hukum sosial yang dibahas detail seperti suami-istri: talaknya dibahas, nikahnya dibahas, proses sosialnya dibahas, mulai selingkuh atau kepincut perempuan lain dibahas, semuanya dibahas.
Termasuk potensi terus-menerus untuk bertengkar. Tapi, kata Allah:
فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Bisa saja watak yang engkau benci dari istri kamu di situ banyak kebaikan. Makanya punya istri cantik tapi judes itu bersyukurlah. Kalau ramah dan semua orang suka mampus kamu.
Hayo kamu milih mana? Istri yang judes atau yang ramah kepada siapa saja? Pilih yang judes tapi bikin kamu jantungan terus mati, atau ramah kepada semua orang, dan ketika dekat dengan pria lain, kamu pun jantungan?
Nggak ada pilihannya. Mbok kiro (kamu kira) hidup itu enak? Apa malah mau milih istri yang jelek? Karena istri yang cantik punya banyak risiko, lantas milih istri yang jelek? Hayo pilih yang mana?
Tiap mau pergi buwoh nggak berani, buwoh itu kunjungan (kondangan) ke acara walimatul ‘ursyi. Kalau punya istri jelek kan nggak berani diajak, akhirnya datang sendiri.
Saya soalnya juga punya teman yang seperti itu. Tiap resepsian tidak pernah datang mengajak istri.
Saya tanya dia, “Kenapa istrimu tidak pernah kamu ajak?”
Jawabannya lucu. “Buat menghilangkan dosanya orang-orang Gus..!” (Hahahaha)
“Lah kenapa?”
“Karena nanti kalau mereka (teman-temannya) lihat, pasti pada ngenyek (mengejek), Gus.” (Hahaha)
Sebab, dia ketika mondok itu mlete (sombong). Teman-temannya sudah menunggu masa kejatuhannya. Artinya, kalau teman-temannya pada tahu dia punya istri jelek, pasti pada senang. (Hahaha)
Daripada orang punya dosa menghina, mending tidak diajak, katanya. Makanya kalau ada pria kok datang ke hajatan sendirian, pasti orang saleh dia itu.
Lho emang hidup itu tidak ada pilihannya. Mau pergi ke hajatan dengan istri yang cantik, pria lain pasti melihat, dosa. Ngajak istri jelek bisa membuat orang menghina, ya dosa.
Tapi, kadang kalau istri itu nggak diajak, yang mengundang pun menyalahkan juga. (Hehehe)