Mengungsi di sebuah gedung sekolah, keluarga Feroz Ahmad menyambut bulan suci Ramadhan dengan rasa duka karena terkena banjir di negara bagian India timur laut Bihar.
“Sulit untuk berpuasa ketika tidak ada sesuatu untuk berbuka puasa saat matahari terbenam,” kata Ahmad dari Bahadurganj di Kishanganj kepada Kantor Berita Indo-Asia ( IANS) pada Senin, Juli 15.
Keluarganya dilanda banjir yang melanda distrik Kishanganj, Purnea, Araria dan Katihar di negara bagian Bihar.
Banjir memaksa lebih dari 8000 orang mengungsi. Setidaknya 13 orang telah tewas dalam banjir.
Untuk Ahmad, banjir memaksa dia, istri dan empat anak untuk berlindung di sebuah gedung sekolah dengan puluhan tetangga mereka.
Dengan upaya bantuan yang minim, para pengungsi harus menunggu selama dua hari untuk mendapatkan bantuan.
Ahmad mengatakan mereka menjalani Ramadhan hanya dengan Chura-gur (beras dan gula merah, yang ditumbuk) – dan air minum yang tidak bersih.
“Tiada makanan yang bisa dimasak di rumah, kita hanya makan Chura-gu,” katanya putus asa.
“Hal ini mempengaruhi kesehatan kita.”
Lain lagi korban banjir, Manzar Alam, mengatakan itu sebuah tantangan untuk menjalani puasa Ramadhan dalam situasi seperti ini.
“Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan,” kata Alam, yang berlindung di tanggul bertingkat tinggi dekat sebuah kantor polisi di distrik Purnea.
Berbagi perasaan mereka yang tertekan, Ishrarul Haque, anggota parlemen dari Kishangaj, mengaku itu adalah waktu yang sulit bagi korban banjir selama bulan Ramadhan.
Ia mendesak pemerintah untuk memastikan bantuan tepat waktu bagi para korban banjir, terutama yang menjalani puasa Ramadhan.
Ada sekitar 140 juta Muslim di India, populasi Muslim terbesar ketiga di dunia setelah Indonesia dan Pakistan. (OInet/Dz)