Ramadhan adalah bulan suci yang selalu di tunggu-tunggu oleh seluruh kaum muslimin di belahan bumi mana pun, termasuk bagi umat Islam di Jepang. Ramadhan tahun ini berlangsung saat akhir musim panas. Namun, Alhamdulillah sekali pun panas, akan tetapi bukan saat puncak musim panas, di mana puasa dimulai sejak pukul 03.36 dan berakhir pada pukul 18.09. Jika di rata-rata maka tidak jauh berbeda dengan durasi waktu berpuasa di Indonesia.
Meski hampir sama, namun berpuasa di Jepang punya nuansa lain. Kaum muslim di Jepang, karena sebagai warga negara minoritas maka hanya bisa menyuarakan keagungan Allah di dalam gedung tertutup, sekali pun demikian, mereka tetap bersemangat untuk menyambut datangnya bulan yang penuh berkah ini. Kobar semangat itu tak pernah lekang sepanjang waktu.
Jika di Indonesia atau di negeri-negeri muslim lainnya nuansa Ramadhan sudah terasa saat memasuki pusat-pusat perbelanjaan, atau kehadirannya telah terlihat di setiap pelosok negeri dengan ditandai ramainya masjid dan musholla dengan aktifitas ke Islamannya, maka bagi kaum muslimin di Jepang, Ramadhan hanya marak di dalam hati tiap- tiap umat Islam.
Gebyar Ramadhan dari tahun ke tahun hanya bisa dinikmati di area masjid dan Islamic Center saja, karena Jepang bukanlah negara Muslim, meskipun agama Islam sudah menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat di Negara Matahari Terbit itu.
Sepinya nuansa Ramadhan di luar tembok masjid di Jepang tidak mempengaruhi kaum muslimin untuk memanfaatkan bulan penuh Rahmat ini. Salah satunya, sebagaimana tradisi dari tahun ke tahun hampir di setiap masjid yang jumlahnya masih belum terlalu banyak, selalu menggelar acara berbuka puasa bersama, shalat tarawih dan bagi kaum muslimin yang ingin i’tikaf di masjid, maka ada sebagian masjid yang mengadakan kegiatan i’tikaf sampai menyediakan menu santap sahur agar para ‘tamu’ Allah swt itu tenang dalam menjalankan ibadahnya. Hal ini dilakukan, karena mencari makanan halal saat malam tiba cukup sulit di Jepang.
Bagi warga muslim asli Indonesia yang tengah berada di Jepang, khususnya di wilayah Tokyo dan sekitarnya dapat merasakan cerianya Ramadhan dengan mengikuti rangkaian acara Ramadhan 1429 H di Balai Indonesia Meguro Tokyo. Balai ini bukanlah masjid, tapi jika Ramadhan tua sporthall-nya dalam sekejap di sulap menjadi masjid. Di gedung tua inilah, maraknya Ramadhan sangat terasa. Setiap hari, selama sebulan penuh ada acara shalat tarawih bersama yang kemudian dilanjutkan dengan acara kajian bersama ustadz yang didatangkan dari Indonesia. Selama satu bulan penuh ada empat orang ustadz yang memberikan siraman rohani kepada masyarakat muslim Indonesia yang ada di Jepang. Kehadiran ustadz dari Indonesia ini mengobati kerinduan muslimin Indonesia yang haus akan ilmu agama. Bukan berarti selama ini mereka tidak belajar Islam, namun ada nuansa lain jika warga muslim Indonesia yang telah bermukim lama di Jepang mendapatkan siraman rohani dari ustadz-ustadz yang didatangkan langsung dari Indonesia.
Dan setiap hari minggu sore ada acara kajian yang dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama gratis. Biasanya pada setiap hari minggu selama bulan Ramadhan ratusan umat Islam Indonesia mulai dari staff kedutaan, pelajar, warga muslim Indonesia yang bekerja di sektor swasta, serta para trainee berkesempatan beramah-tamah. Di samping itu, saat berbuka puasa bersama ini juga waktunya berwisata kuliner Indonesia setelah lama tidak mencicipi lezatnya masakan khas Indonesia, seperti kolak, soto ayam, bakso, dan lain-lainnya. Acara akbar ini dikoordinasi oleh KMII Jepang (Keluarga Masyarakat Muslim Indonesia Jepang) yang berpusat di Tokyo.
Upaya menghidupkan Ramadhan di tengah-tengah masyarakat Jepang selain di lakukan di dalam masjid juga menyentuh kehidupan dari rumah ke rumah. Acara berbuka puasa menjadi ajang nyata untuk berbagi kebahagian Ramadhan bersama sahabat. Karena hidup di luar negeri jauh dari sanak dan saudara, membangun persahabatan berdasarkan aqidah Islam adalah mutlak dilakukan guna mengokohkan keyakinan yang dipeluknya.
Menghidupkan Ramadhan di negeri orang mempunyai tantangan tersendiri. Di tengah lingkungan yang tidak peduli akan keberadaan agama, dibutuhkan niat dan amal yang kuat untuk merealisasikan aturan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Kebersamaan antara sesama warga Muslim memberikan kekuatan moral lebih untuk melaksanakan ibadah kepada Allah swt, termasuk dalam hal mengisi bulan Ramadhan dengan aktivitas berpuasa, tarawih, membaca Al-Qur’an, dzikir, serta amal-amal sholeh yang lainnya.
Ramadhan di tengah kelengangan publik juga merupakan ujian dari Allah swt seberapa kuat kaum Muslimin di Jepang menggemgam izzah Islam di negeri non-muslim. Oleh karena itu, menciptakan moment-moment kebersamaan dengan sesama kaum muslimin lainnya sangat membantu demi tegaknya kalimah Allah SWT di bumi Sakura ini.
Jadi, meskipun sebagai warga minoritas, dan tanpa kemeriahan lingkungan dalam menyambut bulan suci ini, masyarakat Muslim di Jepang menyambuk Ramdhan dengan kemeriahan di dalam dada setiap Muslim. Marhaban ya Ramadhan…. (Sri Wahyuni, Jepang)