Jika Malaikat Izra’il telah memanggil, maka tidak ada seorangpun di muka bumi ini yang bisa menunda untuk menghadap keharibaan-Nya. Dari rakyat jelata sampai raja-diraja (pemulung, presiden, perdana menteri, tukang becak, jaksa, gubernur, akuntan, walikota, tentara, polisi, pengacara, koruptor, dsb) tidak akan bisa menolaknya. Bahkan dalam sebuah Surah Al Qur’an disampaikan:
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. An-Nisaa`:78)
Dalam dayu sebuah lagu melayu yang saring diputar di acara Sabtu Gembira, Radio Australia disampaikan bahwa hanya tiga lembar kain kafan putih yang akan dibawa seorang jenazah di dalam kuburnya. Semua harta yang telah diusahakan tidak ada gunanya dihadapan Sang Pencipta, selain amal jariyah serta anak yang sholeh/a. Peringatan tersebut memberi pedoman ekspektasi mentalitas kehidupan dunia seorang muslim sebagaimana terkandung dalam sebuah Hadits, “Bekerjalah seolah kamu akan hidup selamanya dan beribadahlah seolah kamu akan mati esok hari”.
Ditengah polemik yang berkembang di Tanah Air tentang apakah koruptor perlu disholati atau tidak sebagai bentuk hukuman sosial, PHBI-KBRI di Canberra mengadakan pelatihan pengurusan jenazah yang dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2010 (Ramadhan 1431 H) di Balai Kartini KBRI di Darwin Avenue, Canberra. Pelatihan tersebut dipandu oleh Ustadz Arif Taufiq, Lc., yang didatangkan dari Sydney. Dalam kegiatan pelatihan tersebut dijelaskan dan disimulasikan tata cara memandikan, mengkhafankan, menshalatkan, serta menguburkan jenazah.
Selain menjadi sangat penting sebagai upaya pemenuhan fardhu kifayah bagi masyarakat muslim minoritas seperti di Canberra, Australian Capital Territory ini, pengurusan jenazah memerlukan keikhlasan dan juga besar pahalanya seperti disampaikan sebuah hadits:
"Barang siapa yang memandikan seorang muslim, seraya dia menyembunyikan dengan baik, maka Allah akan memberikan ampunan 40 kali kepadanya. Dan barangsiapa membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya maka akan diberlakukan baginya pahala seperti pahala orang yang memberinya tempat tinggal kepadanya sampai hari kiamat kelak. Dan barang siapa mengkafaninya, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya dihari kiamat kelak, pakaian dari kain sutra tipis dan pakaian sutera tebal surga. (HR. Hakim dan Baihaqi)
Sebagaimana kita mengucapkan Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun saat kita mengetahui ada saudara kita yang meninggal dunia, terpatri sebuah pemahaman bahwa hakikatnya kita semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembali.
Banyak hikmah yang diperoleh dari rukun dan adab pengurusan jenazah sebagaimana disampaikan sang trainer Ustadz Arif Taufiq, Lc., ini diantaranya, agama kita sangat menghargai martabat manusia dengan “memperlakukan” jenazahnya sebagaimana orang yang masih hidup yaitu dengan lemah lembut agar tidak menyakiti, menempatkannya di tempat yang terlindung dari panas matahari dan hujan, menjaga dari penglihatan banyak orang serta memberikan kehormatan serta menjaga aib si jenazah. Untuk itu yang berhak mengurus pemandian jenazah lebih afdhol adalah muhrim dari si mayit seperti orang tua, suami atau isteri, anak, kerabat dekat, atau orang lain yang sejenis dan bisa menjaga amanah.
Penyelenggaraan pemandian jenazah dimulai dengan menyiapkan perlengkapan seperti tempat atau alas memandikan jenazah, wadah dan air secukupnya, sabun atau pembersih, dan wangi-wangian seperti kapur barus, parfum, air mawar atau daun bidara. Dalam memandikan jenazah hendaknya mendahulukan anggota-anggota wudhu dan anggota badan yang sebelah kanan pada waktu mulai menyiramkan air yang disunahkan sebanyak tiga kali atau lebih dengan tetap menutup aurat si jenazah.
Memang tidak dimandikan jenazah yang syahid di jalan Allah SWT (mati dalam peperangan membela agama), namun memandikan jenazah adalah wajib hukumnya meskipun yang tersisa hanyalah bagian anggota badan (misalnya karena kecelakaan atau hilang).
Kemudian pengurusan jenazah dilanjutkan dengan mengkhafani dengan tiga lembar kain kafan untuk jenazah pria dan lima lembar untuk jenazah wanita. Pelatihan tersebut juga menjadi penting dengan simulasi detil-detil pengurusan pengkhafanan, misalnya dengan pemberian kapas di persendian, tata cara membuat ikatan pada jenazah yang dikafani serta membuka beberapa ikatan diantaranya saat memakamkan.
Disampaikan bahwa selain keuatamaan mempercepat pengurusan jenazah dengan menguburkan di kampung tempatia meninggal kecuali dalam kondisi darurat, menyelesaikan utang-utang dari harta si mayyit meskipun sampai habis hartanya menjadi penanda pentingnya menjaga hak dan kewajiban seorang muslim dalam bermuamalah.
Mensholati jenazah setelah menghadapkan jenazah ke arah kiblat memberi penanda bahwa muslim dalam kondisi apapun (hidup atau mati) dan berada di belahan bumi manapun (termasuk Australia), memiliki keterkaitan ke arah Ka’bah untuk menyatukan hati menyembah Allah SWT Sang Pencipta. Sehingga selayaknya saat menjelang datangnya ajal, muslim hendaklah mentalqin saudaranya yang akan meninggal untuk mengingatkannya akan Allah SWT Sang Pencipta dan Muhammad SAW sang pembawa risalah.
Pelatihan tersebut menjadi jawaban bagi kesulitan nyata muslim Canberra atas pengetahuan dan praktek tata-cara pengurusan jenazah sewaktu-waktu jika ada saudaranya yang meninggal di Australia. Juga sebagai pengingat bahwa manusia hanya akan membawa tiga (lima) lembar kain kafan di dalam kuburnya nanti, bukan harta benda duniawi yang telah dengan susah payah diusahakan, apalagi yang diperoleh dengan cara yang zalim (korup) yang hanya akan mendatangkan azab. Wallohu a’lam bissawab.
[kiriman Nico Andrianto, Mahasiswa Master of Policy and Governance Program, Crawford School of Economics and Government, Australian National University (ANU), Canberra, Australia]