"Benar, Om nggak akan marah..?", ucap anak kecil di panti itu. "Buat apa nak foto?",ucap kakakku. "Nina ingin tunjukkan foto kepada teman-teman Nina di sekolah", tambah gadis itu. Sungguh sangat mengharukan pertemuan dengan Nina itu.
Setiap tahun, kakakku mempunyai kebiasan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan.
Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, kakakku bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar.
”Siapa namamu nak?”, sapa kakakku. ”Nama saya Nina Om”, jawabnya manja. ”Nina sudah punya sepatu baru?” tanya kakakku. ”Sudah om, dikasih Abah (pemimpin panti-pen). Nina juga sudah punya baju baru”, urai Nina. “Kalau begitu Nina mau apa?”, tanya kakakku. “Nggak ah… ntar Om marah”, jawab Nina. “Nggak sayang, Om nggak akan marah,” kakakku menimpali. ”Nggak ah… ntar Om marah” Nina mengulang jawabannya.
Kakakku berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan kakakku semakin menjadi. Maka dia dekati lagi Nina.”Ayo nak katakan apa yang kamu minta sayang”, pinta kakakku ”Tapi janji ya Om tidak marah?” jawab Nina manja. ”Om janji tidak akan marah sayang,” tegas kakakku. ”Bener Om nggak akan marah?” sahut Nina agak ragu.
Kakakku menganggukkan kepala. Nina menatap tajam wajah kakakku itu. Sementara kakakku berpikir, ‘Seberapa mahal sih yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah’. Sambil tersenyum kakak mengatakan “Ayo Nak, katakan, jangan takut, Om tidak akan marah Nak.” ”Bener ya Om nggak marah?,” ujar Nina sambil terus menatap wajah kakakku. Sekali lagi kakakku menganggukkan kepala. Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya ”Mmmm, boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om..dengan paggilan Ayah?. Nina sedih gak punya ayah…”
Mendengar jawaban itu, kakakku tak kuasa membendung air matanya. Segera dia peluk Nina, ”tentu Anakku.. tentu Anakku…mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Om”. Sambil memeluk erat kakakku, dengan terisak Nina berkata ”terima kasih ayah… terima kasih ayah…”
Hari itu, adalah hari yang takkan terlupakan buat kakakku . Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina, maka sebelum pulang kakak bertanya lagi pada Nina, ”Anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu, apa yang kamu minta nak?” , ucap kakakku.
”Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil Ayah,” jawab Nina.”Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped atau yang lain, pasti akan Ayah kasih”, jelas kakakku. ”Baiklah, nanti kalau ayah datang sama ibu ke sini, aku minta Ayah bawa foto keluarga bareng yang ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak Nina, boleh kan Ayah?”, Nina memohon sambil memegang tangan kakakku.
Tiba-tiba kaki kakakku lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya,”Buat apa foto itu Nak?”, tanya kakakku. “Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak Nina", ucap anak itu dengan polosnya.
” Kakakku memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu. Terima kasih Nina. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta.
Berbagilah cinta, karena itu lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia… (M.S.Balda)