Oleh Ustadz Fatuddin Jaffar , MA
Sejak bumi dan langit diciptakan, Allah menetapkan 12 bulan dalam setahun (QS. Attaubah : 36). Itulah perhitungan waktu yang berlaku sepanjang sejarah manusia, sejak Adam hadir ke bumi sampai kiamat terjadi. Satu dari 12 bulan tersebut bernama Ramadhan. Pernahkah kita bertanya dalam diri : Kenapa Allah wajibkan kita di bulan Ramadhan untuk melaksanakan shaum (menahan diri) selama sebulan penuh dari terbit fajar sampai tenggelam mata hari serta qiyam (berdiri beribadah) di malam harinya?
Menariknya lagi, setiap tahun Ramadhan datang menemui kita tanpa kita minta. Tanpa diundang ia datang membawa sejuta pesona dan keistimewaan serta memberikan berbagai manfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Tujuannya tak lain kecuali agar kita setiap tahun mendapat kesempatan mengikuti Training Manajemen Syahwat secara Cuma-Cuma.
Ramadhan adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah pada kita, agar kita dapat kesempatan mengikuti Training Manajemen Syahwat tersebut secara intensif dan berulang-ulang. Hal tersebut disebabkan karena syahwat adalah ancaman permanen terbesar dalam diri orang-orang beriman. Syahwat bisa membinasakan kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat. Syahwat bisa membutakan mata hati dan pikiran kita sehingga yang haram menjadi halal, yang halal menjadi haram, yang baik menjadi buruk, yang buruk menjadi baik dan seterusnya.
Perlu kita sadari, syahwat akan selalu menjadi ancaman dalan diri kita selama hayat dikandung badan. Sebab itu, kita harus mampu memenej syahwat secara benar, maksimal dan berkesinambungan. Agar kita mampu memenejnya, di antaranya, Allah syari’atkan pada kita kewajiban mengikuti Training Manajemen Syahwat sebulan dalam setahun. Artinya, seperduabelas (1/12) dari umur kita, khususnya sejak remaja (mukallaf) kita habiskan untuk mengikuti Training Manajemen Syahwat. Subhanallah… Pantas jika target utama shaum Ramadhan itu adalah agar kita meraih derajat tertinggi di sisi-Nya, yakni taqwallah… Artinya, mampu memenej semua aktivitas kehidupan dunia sementara ini sesuai sistem Allah, berpatokan pada halal dan haram yang ditentukan Allah serta terlepas dari tipu daya dunia dan syahwat yang menjerumuskan…
Agar Training Manajemen Syahwat yang diwajibkan selama bulan Ramadhan berkelanjutan sepanjang tahun, maka Rasulullah Saw. membuka peluang training yang sama di hari-hari setelah Ramadhan. Di antaranya, 6 hari di bulan Syawal, mingguan (Senin dan Kamis), bulanan (ayyamul bidh yakni tgl 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijriyah), hari Arofah, 10 Muharrom, shiyam Daud (sehari shaum dan sehari berbuka) dan sebagainya.
Orang-orang yang menjalankan dan mengikuti Training Manajemen Syahwat seperti yang disunnahkan Rasul Saw – secara baik dan maksimal – pasti merasakan berbagai manfaatnya dalam kehidupan di dunia, khususnya dalam memenej syahwat secara efektif dan luar biasa. Sebab itu, kebiasaan (habit) dan perilaku hidup di bulan Ramadhan akan mampu mereka teruskan di luar bulan Ramadhan yakni, sampai bertemu Ramadhan berikutnya.
Amat disayangkan bahwa fenomena umum yang muncul dalam masyarakat kita menunjukkan Ramadhan dengan segala keagungan, pesona dan keistimewaannya tidak lebih dari bulan musiman. Musim beramai-ramai ke Masjid, khususnya shalat taraweh. Itupun hanya di hari-hari pertama dan tak bertahan sampai akhir Ramadhan. Musim kreatifitas seni dan budaya yang bernuansa Islam, baik lagu maupun yang lain. Musim pengajian, ceramah dan siaran Islam, kendati sebagiannya terkesan dipaksakan dan melanggar nilai-nilai Islam itu sendiri. Musim menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Namun setelah Ramadhan usai, usai pula kebiasaan baik tersebut sehingga jumlah fakir miskin semakin bertambah. Ramadhan juga musim mendekatkan diri pada Allah dengan berbagai ibadah. Namun setelah Ramadhan pergi, kitapun menjauh dari Allah dan bahkan tak jarang melupakan-Nya. Walhasil, Ramadhan usai, usai pula semua bentuk ketaatan, ibadah dan kebaikan tersebut.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi ialah, Ramadhan dijadikan musim berlomba-lomba mengumpulkan dan memuaskan syahwat makan dan minum. Bulan berlomba-lomba belanja makanan, pakaian dan kendaraan dengan alasan untuk pulang kampung. Akibatnya, untuk mendapat apa yang diinginkan, apapun dilakukan tanpa melihat kebersihan sumbernya. Bahkan ada pula dengan niat yang tidak baik seperti yang diceritakan salah seorang sopir taxi di mana tetangganya sengaja mengkredit motor untuk dibawa mudik lebaran dengan niat nampang dan ngemplang. Begitu pula yang dilakukan sebagian pejabat dan politisi, kendati dengan cara yang berbeda. Yang penting mudik lebaran dengan kendaraan baru.
Fenomena lain yang tak kalah mengkhawatirkan, berbagai kebaikan dan ketaatan yang dilakukan di bulan Ramadhan hanya sebatas formalitas dan tak jarang pula dimanfaatkan sebagai peluang bisnis mencari kekayaan. Nampak dengan jelas berbagai ketaatan dan kebaikan yang dilakukan belum sampai kepada suatu kesadaran yang datang dari lubuk hati yang dalam (ikhlas karena Allah) serta didasari pemahaman yang benar akan inti, hakikat dan aturan Ramadhan sehingga menjadi habit (kebiasaan) yang berlanjut setelah Ramadhan usai; sampai bertemu Ramadhan berikutnya.
Jika demikian halnya, pantaslah jika syahwat menjadi masalah besar dalam hidup kita. Perilaku buruk seperti, suka berbohong, bergunjing, hasad (dengki), tamak (rakus) pada pernak-pernik duniawi, menipu, curang, berzina, tidak bisa wara’ (menjaga diri dari makanan dan minuman yang haram dan syubhat), korupsi serta berbagai bentuk kriminal dan amoral lainnya kambuh dan tumbuh subur kembali setelah Ramadhan usai. Karena pada kenyataannya, di bulan Ramadhanlah kita sirami syahwat kita dengan berbagai pupuk yang membuat syahwat menjadi tumbuh subur dalam diri kita. Di bulan Ramadhan kita manjakan syahwat makan, minum, pakaian, tempat tinggal, uang, kendaraan dan berbagai bentuk syahwat angan-angan duniawi lainnya. Akirnya yang tumbuh dan berkembang di bulan yang penuh berkah ini adalah syahwat duniawi, bukannya ketaqwaan pada Allah dan kerinduan bertemu dengan-Nya yang menjadi target utama disyaria’tkannya ibadah shaum (puasa) di bulan Ramadhan (QS. Al-Baqoroh : 183).
Akibat negatif lain ialah lifing cost (biaya hidup) kita menjadi sangat tinggi di bulan Ramadhan. Kebutuhan makanan, pakaian, uang, kendaraan dan sebagainya menjadi meningkat tajam selama bulan Ramadhan. Demand (permintaan) berbagai kebutuhan hidup melonjak tajam sehingga mengakibatkan harga-harga menjadi membubung tinggi yang berefek langsung terhadap bertambahnya kesulitan hidup puluhan juta saudara-saudara kita yang tidak mampu (fakir miskin). Ditambah lagi dengan tradisi pulang kampung dan pesta lebaran yang membutuhkan biaya yang sangat besar dan menimbulkan berbagai masalah, resiko keamanan dan beban berat dalam hidup kita.
Semua hal tersebut di atas terjadi sebagai akibat kita kurang menghayati hal ihwal seputar ibadah Ramadhan serta pelaksanaannya yang melenceng dari format Training Manajemen Syahwat yang disyaria’atkan Allah dan Rasul-Nya. Hasilnya sudah dapat dipastikan; melenceng pula dari yang ditargetkan Allah dan Rasul-Nya, yakni menggapai taqwallah, rahmat Allah, maghfirah (ampunan) Allah dan ‘itqun (selamat) dari ancaman neraka Allah. Atau dengan kata lain, pada kenyataanya, Ramadhan telah menumbuh suburkan syahwat kecintaan duniawi kita. Ramadhan melahirkan berbagai kesulitan dalam hidup kita di dunia dan juga memancing kesulitan hidup akhirat, sebagai akibat penyimpangan kita dalam pelaksanaan ibadah Ramadhan atau tidak optimalnya kita dalam menjalankan dan memanfaatkan peluang Training Manajemen Syahwat selama Ramadhan. (Bersambung…)
Artikel ini didukung oleh ‘Gerakan Wakaf Pesantren Mu’jizat Quran dan Sunnah’ Dapatkan Mushaf Qurannya dan raihlah amal wakafnya’ . Bagi yang ingin berpartisipasi dalam amal soleh ini silahkan klik : Resensi Buku : Jelang Ramadhon , Mari Miliki Al Quran Tadabur , Raihlah Amal Wakafnya, Gratis Kitab + CD Membaca Quran Hingga Faseh + CD