Assalamualaikum wr wb
Saya mau tanya semoga Pak Ustad berkenan menjawab pertanyaan yang mengganjal pikiran saya selama ini:
Benarkah haram hukumnya kalau kita tetap berpuasa ramadhan pada hari di mana ada satu kaum atau suatu negara telah menjalankan sholat ied duluan, seperti Muhammadiyah lebih awal dibanding pemerintah?
Terima kasih sebelumnyanya pak ustad,
wassalamualaikum wr wb
Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bagi yang bertaqlid kepada mujtahid bahwa lebaran jatuh pada hari Jumat, maka dia wajib konsekuen bahwa hari itu adalah tanggal 1 Syawwal, sehingga haram baginya untuk melakukan puasa.
Namun bagi yang bertaqlid kepada mujtahid bahwa lebaran jatuh pada hari Sabtu, maka dia juga harus konsekuen bahwa hari Jumat itu masih tanggal 30 Ramadhan. Dan haram bagi untuk tidak puasa di dalam bulan Ramadhan yang diyakininya.
Haramnya berpuasa di hari raya sama dengan haramnya tidak puasa secara sengaja di bulan Ramadhan. Tinggal pilih saja, mau taqlid dengan hasil ijtihad yang mana?
Tanpa harus menyalahkan hasil ijtihadnya kelompok yang menyatakan 1 Syawal 1428H jatuh pada hari Jum’at, 12 Oktober 2007, bila seseorang mau bertaqlid kepada hasil ketetapan pemerintah yang sah, maka dia harus konsekuen untuk tetap puasa di hari Jumat. Karena dalam keyakinannya, hari Jumat itu masih termasuk bulan Ramadhan.
Dan bagi seorang muslim, berpuasa di bulan Ramadhan itu hukumnya wajib. Bila ditinggalkan secara sengaja, maka hukumnya selain dosa besar juga belum tentu diterima Allah SWT ketika mengqadha’nya. Sebagimana hadits berikut ini:
Siapa yang membatalkan puasa 1 hari di bulan Ramadhan tanpa rukhshah (keringanan) atau sakit, tidak akan tergantikan walaupun dengan puasa selamanya, meski dia berpuasa. (HR Tirmizy, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasai)
Adapun ada orang lain yang telah meyakini bahwa hari Jumat sudah lebaran, tidak ada pengaruhnya dan tidak menjadi sebab harus tidak puasa. Sebab mereka yang lebaran hari Juamt telah bertaqlid kepada ulama mereka. Sedangkan yang berlebaran di hari Sabtu, bertaqlid kepada ulama yang lain lagi. Masing-masing silahkan menjalankan ibadah sesuai dengan hasil ijtihad yang diyakininya.
Adapun dalil "Berpuasalah kamu bersama orang yang puasa dan berbukalah kamu bersama orang yang berbuka", tidak menjadi dalil atas keharusan tidak puasa di hari Jumat bagi yang meyakini lebaran jatuh di hari Sabtu.
Mengapa?
Karena dalil di atas tidak berlaku bila hanya ada sebagian orang yang sudah berbuka duluan, tetapi berlaku bila yang melakukannya mayoritas muslim bersama dengan pemerintahnya.
Nanti bagaimana kalau misalnya hari Rabu sudah ada yang berijtihad sudah lebaran, apakah umat Islam se-Indonesia harus tidak puasa sejak hari Rabu, Kamis dan Jumat? Berarti mereka secara sengaja tidak puasa di hari-hari Ramadhan. Bayangkan betapa besar dosanya.
Dalil di atas sebenarnya justru berlaku sebalinya dari apa yang disalah-pahami, bahwa seharusnya setiap muslim mengikuti ijtihad mayoritas muslimin dan pemerintahnya. Bukan sebaliknya, yang mayoritas harus ikut kepada yang minoritas.
Tetapi sekali lagi, urusan lebaran jatuh pada hari apa, adalah masalah ijtihadiyah dan khilafiyah. Mereka yang ijtihadnya benar, akan dapat 2 pahala dan yang salah tidak akan berdosa. Bahkan tetap akan dapat pahala meski cuma satu pahalanya saja. Yah, lumayan dari pada tidak sama sekali.
Sedangkan mereka yang bertaqlid karena memang bukan ahli ijtihad, tapi berakhlaq kurang terpuji, misalnya memaki-maki sambil mencela dan berkata kasar kepada saudaranya yang mungkin kebetulan tidak sama pilihan taqlidnya, itulah yang berdosa.
Semoga Allah SWT menjaga hati dan lisan kita dari bahaya saling melecehkan sesama hamba-Nya, Amien.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc