Begitu juga Qadha puasa Ramadhan, yang memang waktunya panjang hingga sebelum masuk Ramadhan tahun berikutnya. Artinya ada 11 bulan yang disiapkan Allah swt untuk membayar hutang Ramadhan tersebut.
Sedangkan menurut Madzhab al-Malikiyah, puasa sunnah bagi yang belum membayar hutang Ramadhan maka hukumnya makruh. Artinya masih tetap boleh melakukan, dan sah puasanya, hanya saja akan jauh lebih baik dan lebih berpahala baginya jika ia mengerjakan membayar qadha’ Ramadhan terlebih dahulu.
Kemakruhan tersebut ada karena memang ia menunda-nunda kewajiban yang memang sudah dibebankan kepadanya serta tidak menyegerakannya. Padahal sejatinya kewajiban itu harus disegerakan.
Terakhir, menurut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal puasa sunnah hanya boleh dikerjakan oleh mereka yang sudah membayar hutang puasa Ramadhan. Sehingga mereka yang masih punya hutang kewajiban Ramadhan, tidak ada kesunahan puasa sunnah, justru itu menjadi keharaman.
Artinya orang yang berpuasa sunnah, baik itu syawal ataupun yang lainnya sedangkan ia masih punya hutang kewajiban Ramadhan, ia berdosa dan tidak sah puasa sunnahnya tersebut. Hal ini berdasarkan hadits :
“Siapa yang berpuasa sunnah sedangkan ia punya kewajiban Ramadhan yang belum ditunaikan, maka puasa terserbut tidak diterima sampai ia menunaikan kewajiban puasa ramadhannya,” (diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya)
Namun hadits ini sendiri berstatus Matruk, yaitu salah satu bagian dari hadits dhaif. Karena itu tidak bisa berargumen dengan hadits ini karena kedhaifannya. Dan ini (dhaifnya hadits) diakui oleh para ulama madzhab al-Hanabilah dalam kitab-kitab mereka, seperti Imam Ibnu Qudamah (al-Mughnu 3/154), dan juga Imam al-Buhuti (Kasyaful-Qina’ 2/334).(rol)