Assalamualaikum Pak Ustadz,
Saya sekarang sedang berada di AS, pak ustadz. Ini pertama kalinya saya akan menghadapi bulan suci Ramadhan di luar Indonesia. Untuk saat ini saya bekerja di mana ritme kerjanya menurut saya bisa untuk berpuasa dengan lancar (karena kerjanya indoor/dalam ruangan). Tetapi menurut rencana saya akan pindah kerja di luar ruangan/*outdoor di mana menurut estimasi puasa di sini akan dilalui dalam musim dingin/ salju. Dan saya berniat sekali untuk bisa berpuasa sebulan penuh nantinya.
Yang jadi pertanyaan saya:
1. Bagaimana jika nantinya dalam menjalankan ibadah puasa di tengah jalan saya tidak kuat, mengingat kerjanya tidak ada libur dan dalam musim dingin/salju, apakah saya harus membayar dam/denda atau cukup mengganti saja di lain hari setelah habis masa Ramadhan?
2. Apakah sholat saya bisa saya gabung nantinya contohnya: Zhuhur dengan Azhar.Mengingat kerjanya cukup berat dan susah untuk mengatur waktu sholat.
Terimakasih atas jawabannya Pak Ustadz
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Asalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Seseorang yang karena kondisi tertentu tidak mampu berpuasa, dibolehkan untuk berbuka. Sebab pada hakikatnya agama Islam itu tidak memberatkan umatnya.
Namun untuk itu diperlukan syarat mutlak, yaitu ketidak-mampuannya itu memang sudah sampai titik perjuangan terakhir. Sehingga bila diteruskan puasanya, akan mengakibatkan masalah yang fatal atau bersifat madharrat. Adapun bila masih sanggup untuk diteruskan, tentu saja hukumnya haram bila membatalkan secara sengaja.
Dengan demikian, anda wajib berniat sejak malam hari untuk berpuasa dan melakukan puasa terlebih dahulu. Kalau di dalam hari itu ternyata tidak kuat lagi meneruskan puasa, maka barulah pada saat itu saja anda boleh berbuka. Anda tidak boleh sejak awal sudah berniat tidak puasa.
Hal yang sama juga berlaku buat mereka yang kerja kasar, entah kuli angkut di pelabuhan atau penarik becak dan sejenisnya. Boleh berbuka bila memang pada akhirnya tidak mampu, namun syaratnya sejak semula harus berniat puasa dan menjalankannya terlebih dahulu.
Pengganti Puasa
Bila seseorang tidak mampu meneruskan puasa karena kondisi yang payah, maka sebagai penggantinya adalah dengan berpuasa di hari lain sebanyak hari yang ditinggalkannya. Bukan dengan membayar fidyah. Sebab pengganti dalam bentuk fidyah hanya berlaku buat orang yang sudah sama sekali tidak akan mampu berpuasa seumur hidupnya. Seperti orang yang sudah lanjut usia atau jompo.
Sementara orang sakit yang masih bisa diharapkan kesembuhannya, maka dia harus mengganti dengan puasa di lain hari. Sebagaimana firman Allah SWT:
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah: 184)
Syarat Menjama’ Shalat
Kita memang mengetahui adanya syariat untuk menjama’ shalat, yaitu mengerjakan dua shalat wajib yang berbeda di dalam satu waktu. Namun untuk itu harus ada syarat tertentu agar ‘fasilitas’ ini bisa digunakan.
Di antaranya adalah bila seseorang dalam keadaan safar, atau ketika turun hujan. Sedangkan menjama’ shalat karena kesibukan, apalagi terjadi setiap hari, tentu saja tidak boleh dilakukan begitu saja.
Sebab setiap orang pasti sibuk setiap hari, bukan hanya di Amerika saja. Di mana pun kalau mau dituruti selalu ada kesibukan. Kalau begitu maka shalat pun pasti akan dijama’ semuanya.
Maka kami berpandangan bahwa menjama’ shalat tidak boleh dilakukan hanya karena alasan sibuk. Kecuali bila memang sekali waktu seseorang karena kondisi yang di luar perkiraannya dipaksa oleh keadaan untuk tidak bisa shalat. Maka bolehlah saat itu dia menjama’nya. Itu pun tidak boleh tiap hari.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.