Beberapa hari kemudian, mereka menemukan tempat yang cukup nyaman di sebuah tempat yang cukup ramai di Ismailiyah. Mereka kemudian menyewa rumah dan menjadikan kamar di rumah sewaan tersebut sebagai “Kantor Jama’ah”. Disanalah Hasan Al-Banna bersama Hafiz Abdul Hamid dan lima sahabat mereka yang lain mulai bekerjasama menyebarkan kebenaran Islam dan membangkitkan rakyat Mesir dari lena panjangnya
Lalu, sembilan bulan kemudian di tahun yang sama, 1928, Jamaah Ikhwanul Muslimin telah memiliki anggota sebanyak lebih dari 70 orang. Dan dalam waktu setahun dua tahun setelahnya, Al-Ikhwanul Muslimin telah memiliki cabang di beberapa kota, sebuah masjid sebagai tempat bertemu dan melakukan syi’ar, klub olahraga dan sekolah untuk anak-anak Ismailiyah. Luar biasa pertolongan Allah. Jama’ah yang diberkahi Allah itu meluas dan menjadi wasilah bagi datangnya hidayah ribuan orang di tahun-tahun awal
Maret ini, delapan puluh delapan tahun yang lalu. Sebuah sejarah telah di tuliskan. Allah Yang Maha Suci telah menghimpun tujuh lelaki sederhana dalam sebuah majelis yang diberkati. Allah Sang Pemilik Kuasa telah mengajarkan bahwa kehormatan Islam dan kebangkitan ummat di abad 21 -ternyata- tidak muncul dari penguasa harta dan raja-raja. Tapi justru muncul dari hati seorang guru yang bersahabat dengan tukang kayu, tukang cukur, tukang penggosok pakaian, penjaga kebun, seorang sopir dan pemilik bengkel sepeda
Mereka berhimpun dengan ikatan hati yang paling kuat dalam sebuah majelis. Majelis yang berubah menjadi Jama’ah. Jama’ah yang setiap anggotanya berkhidmat pada Islam dan berjanji untuk menjaga kemuliaannya dan menegakkan kehormatannya
Maret di tahun ini, saya teringat tentang peristiwa itu. Lalu hati saya diliputi biru yang syahdu. Maka izinkanlah saya mengutip ulang petuah pemuda itu kepada kita; para pemikul tugas kebangkitan Islam (insya Allah). Pesan yang layak kita ingat dalam rentang pendek perjalanan hidup kita;