Adapun pemandangan yang kedua ialah perumpamaan kesudahan cercaan dan infak yang diiringi dengan hal yang menyakitkan. Bagaimana cercaan dan hal yang menyakitkan itu dapat menghapus pengaruh-pengaruh infak pada saat yang berinfak itu tidak memiliki kekuatan dan tidak dapat bantuan serta tidak kuasa menolaknya sebagai perumpamaan bagi akhir yang buruk dalam sebuah gambaran yang sangat hidup. Semua yang ada adalah angin kencang yang datang setelah kondisi aman dan kesenagan. “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya”.
Sedekah (innfak) itu pada dasarnya dan pengaruhnya digambarkan ke dalam hal-hal yang dapat diindera yakni “kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan”. Kebun itu sangat rimbun, subur dan banyak buahnya. Demikian pula dalam karakter sedekah (infak) dan pengaruhnya. Demikina pula halnya dalam kehidupan. Yang memberi, yang menerima dan dalam kehidupan komunitas manusia memiliki spirit, naungan, kebaikan, keberkahan, gizi yang mengenyangkan, kebersihan dan pertumbuhan.
Siapakah gerangan orang yang ingin memiliki kebun itu – atau kebaikan itu – kemudian dia kirimkan cercaan dan hal-hal yang menyakitkan yang akan menghapus segala kebaikannya bagaikan kebun yang dihanguskan angin kencang yang di dalamnya ada api? Kapan? Pada saat ia lemah untuk menyelamatkannya dan saat membutuhkan naungan dan buahnya.” kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil”. Siapakah gerangan orang yang menginginkan hal seperti ini? Siapakah gerangan orang yang memikirkan nasib seperti itu kemudian dia tidak berupaya menghindarinya? “Demikian itu Allah jelaskan bagi kamu tanda-tanda (kebesarna-Nya) agar kamu memikirkannya”.
Demikianlah pemandangan hidup yang memiliki karakter di mana pada awalnya keridhaan, kemakmuran, kesenangan, keceriaan, spirit dan dan keindahan. Kemudian datang angin kencang yang di dalamnya api. Pemandangan yang amat ajaib ini mampu memberikan sentuhan perasaan yang amat menakutkan yang sama sekali tidak meninggalkan kesempatan untuk ragu dalam memilih sebelum kesempatan hilang dan sebelum kebun yang rindang, subur dan berbuah banyak itu ditimpa angin kencang yang mengandung api.
Sesungguhnya singkronisasi yag begitu halus dan indah yang dapat dirasakan dalam susunan setiap pemandangan secara sendiri-sendiri dan dalam cara menampilkan dan menyelaraskanya… Singkronisasi ini tidak berhenti pada berbagai pemandangan secara sendiri-sendiri. Akan tetapi membentangkan keindahannya sehingga mencakup semua pemandangan secara bersamaan sejak dari awal hingga akhir dalam pelajaran ini. Semuanya menampilkan dalam dimensi yang sejenis, yakni dimensi kebun. Bibit yang tumbuh dengan tujuh tangkai… Batu licin di atasnya debu yang ditimpa hujan lebat… Kebun yang indah di dataran tinggi yang menghasilkan buah dua kali lipat… Kebun kurma dan anggur… Bahkan hujan lebat, gerimis, angin kencang yang menyempurnakan suasana perkebunan tidak terlepas dari situasi penampilan sastra / seni yang sangat mengesankan.
Inilah hakikat besar di balik di balik penampilan sastra yang mengesankan itu. Hakikat hubungan antara jiwa manusia dan tanah. Sebuah hakikat asal yang sama, hakikat karakter yang sama, hakikat kehidupan yang sama-sama tumbuh dalam diri dan dalam tanah dan hakikat yang sama-sama menghapuskan saat menimpa kehidupan baik dalam diri maupun dalam tanah.
Sesungguhnya itulah Al-Qur’an… Kata yang hak (benar) dan amat indah yang diturunkan dari Dzat yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Kontek berikutnya adalah sebuah langkah dalam peraturan sedekah (infak) untuk menjelaskan caranya setelah menjelaskan adab-adab dan pengaruhnya. “Hai orang-orang yang beriman, infak-kanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infak-kan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Sesungguhnya dasar-dasar yang diungkap oleh ayat-ayat sebelumnya yang menjadi landasan sedekah (infak) itu dan inspirasinya mengharuskan kedermawanan itu adalah pemberian dari apa yang terbaik yang dimiliki, bukan yang kurang baik, apalagi yang buruk yang tidak disukai oleh pemilikinya. Ketika diberikan padanya dalam transaksi misalnya, dia tidak mau menerimanya karena mutu atau nilainya yang rendah. Maka Allah lebih sangat tidak mau lagi menerima yang jelek dan buruk.
Itulah panggilan bagi orang-orang beriman – pada setiap waktu dan generasi – yang mencakup semua harta yang diperolehnya. Mencakup semua harta yang baik dan halal yang diperolehnya serta apa saja yang Allah keluarkan dari perut bumi berupa tanaman dan selain tanaman, termasuk barang tambang dan minyak bumi. Sebab itu, termasuk semua harta yang dimiliki, apakah yang sudah dikenal di zaman Nabi Saw. atau yang ditemukan sesudahnya. Nash (ayat)-nya umum; mencakup semua jenis harta yag ditemukan di sepanjang masa. Semuanya merupakan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun ukuran (takaran)-nya maka Sunnah Rasul Saw. telah menjelaskannya dalam jenis harta yang dikenal di masa itu. Itulah dasar “qiyas” (analogi)-nya dan dihubungkan dengan berbagai jenis harta yang ada.