Alquran memberikan komentar terhadap perumpamaan personifikatif dalam pemandangan ini, bagi orang yang Allah telah berikan ayat-ayat-Nya kepadanya. Lalu, ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.
Hal ini menggambarkan bahwa petunjuk itu adalah petunjuk Allah. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah orang yang mendapat petunjuk yang sebenarnya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka dialah yang merugi, yang tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun.
مَن يَهْدِ اللّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَن يُضْلِلْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. "(QS. Al-A’raaf: 178)
Allah akan memberi petunjuk kepada orang yang berjuang untuk mendapatkan petunjuk, sebagaimana dinyatakan Allah dalam surah lain.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankaabut: 69)
Demikian pula, Allah menyesatkan orang yang mencari kesesatan untuk dirinya sendiri dan berpaling dari petunjuk-petunjuk hidayah dan petunjuk-petunjuk yang membawa kepada keimanan. Lalu, ia menutup hati, pendengaran, dan pandangannya dari petunjuk itu. Demikianlah sebagaimana disebutkan pada ayat sesudahnya dalam surah ini.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah)." (QS. Al-A’raaf: 179)
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya.” (QS. Al-Baqarah: 10)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. An-Nisaa: 168-169)
Dengan mengkaji nash-nash tentang hidayah dan kesesatan dan menelusuri petunjuk-petunjuknya, maka akan muluslah sebuah jalan bagi kita yang jauh dari perdebatan yang disebarkan oleh para mutakallimin dalam firqah-firqah islamiah. Juga yang disebarkan oleh para teolog kristen dan para filsuf seputar masalah qadha’ dan qadar secara umum.
Sesungguhnya kehendak Allah yang dengannya berlaku qadar-Nya pada manusia, ialah menciptakan manusia ini dengan persiapan-persiapan yang potensial terhadap petunjuk dan kesesatan. Yaitu, dengan memberikan kemampuan kepada fitrahnya untuk mengtahui hakikat ketuhanan yang esa dan terarah ke sana, serta diberi akal untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan.
Juga, diutus-Nya para rasul dengan membawa keterangan-keterangan untuk menyadarkan fitrah ketika sedang lengah dan memberi petunjuk kepada akal ketika tersesat. Setelah semua itu, terserah kepada persiapan-persiapannya yang poetnsial terhadap petunjuk dan kesesatan yang memang manusia diciptakan dengan potensi yang demikian, sesuai dengan kehendak Allah yang dengan kehendak itulah qadar-Nya berlaku.
Dalam semua hal terealisasikanlah kehendak Allah, bukan kehendak yang lain. Terjadilah apa yang terjadi dengan qadar Allah, bukan qadar yang lain. Tidak ada suatu perkara pun yang terjadi demikian melainkan karena Allah menghendaki demikian.
Tidak ada ssuatu pun yang terjadi kecuali dengan qadar Allah. Maka, di alam ini tidak ada kehendak lain yang segala urusan berjalan sesuai dengannya, sebagaimana tidak ada kekuatan kecuali qadar Allah yang menimbulkan peristiwa-peristiwa. Di dalam bingkai hakikat yang besar inilah manusia menggerakkan dirinya, dan teraplikasikanlah petunjuk dan kesesatan untuknya.
Demikianlah persepsi islami yang ditimbulkan oleh nash-nash Alquran secara sinergis dan simetris, ketika ayat-ayat itu tidak dipilah-pilah sesuai hawa nafsu masing-masing firqah dan aliran. Juga ketika yang sebagian ayat tidak diposisikan untuk menghadapi sebagian yang lain, dalam rangka adu argumentasi dan perdebatan.
Dalam nash yang sedang kita hadapi ini, Allah berfirman,
مَن يَهْدِ اللّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَن يُضْلِلْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf: 178)
Ayat ini menetapkan bahwa orang-orang yang ditunjukkan oleh Allah, sesuai dengan sunnah-Nya yang telah kita gambarkan pada poin terdahulu, maka dialah orang yang mendapat petunjuk yang sebenarnya.
Orang yang telah sampai pada keyakinan, mengetahui jalan kebenaran, berjalan di atas jalan yang lurus, dan kelak akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Ada pun orang yang disesatkan oleh Allah, maka dialah orang yang merugi dalam segala hal dan tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun.
Bagaimana pun ia berkuasa dan ia ia mendapatkan kekayaan, semua itu adalah debu dan ruang hampa. Kalau kita perhatikan, dia sebagai orang yang tersesat, itu pun sudah merugikan dirinya sendiri, maka apakah gerangan yang akan diperoleh dan didapat orang yang merugikan dirinya sendiri?