كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (110)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran / 3 : 110)
Ungkapan dengan kata “ukhrijat” merupakan ungkapan yang menarik perhatian. Ungkapan ini nyaris memperlihatkan tangan yang mengendalikan dengan lembut saat mengekspos umat ini sedemikian rupa dan menariknya keluar dari tataran ghaib yang gelap dan dari balik tabir abadi, hanya Allah yang mengetahui apa yang ada di baliknya. Ia adalah kata yang melukiskan gerak yang tidak diketahui kelebatannya sekaligus lembut ayunannya. Gerak yang menampilkan umat ke pentas wujud. Umat yang memiliki peran khusus, kedudukan khusus, dan perhitungan khusus:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. ”(110)
Hal ini seharusnya diketahui oleh umat Islam, agar mereka memahami hakikat dan nilai umat ini, dan mengetahui bahwa ia ditampilkan untuk menjadi pelopor dan pemimpin, karena mereka adalah merupakan umat terbaik. Allah ingin agar kepemimpinan ini menghasilkan kebaikan di muka bumi ini, bukan keburukan. Oleh sebab itu, umat ini tidak selayaknya mengikuti petunjuk umat lain di antara umat-umat Jahiliyah. Sebaliknya, mereka-lah yang harus memberikan apa yang dimilikinya kepada umat-umat lain, dan selalu memiliki apa yang bisa diberikan. Yaitu keyakinan yang benar, konsepsi yang benar, sistem yang benar, akhlaq yang benar, pengetahuan yang benar dan ilmu yang benar.
Itulah kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan tuntutan dan tujuan eksistensinya. Yaitu senantiasa menjadi pelopor dan berada pada posisi pemimpin. Posisi ini memiliki banyak tanggungjawab. Posisi ini tidak bisa diraih dengan pengakuan semata, dan tidak akan diserahkan kepada umat ini kecuali jika mereka telah memiliki kelayakan untuk menerimanya. Dengan konsepsi akidahnya dan dengan sistem sosialnya, umat ini layak untuk menerima posisi tersebut.
Demikian juga dengan kemajuan ilmu pengetahuannya dan peradaban yang dibangunnya di muka bumi—dalam rangka melaksanakan tugas khilafah—maka mereka layak menduduki posisi tersebut. Dari sini jelas bahwa manhaj yang menjadi landasan berdirinya umat ini menuntut mereka untuk melakukan banyak hal dan mendorongnya agar menjadi terdepan dalam segala bidang. Asalkan mereka mengikuti manhaj, komit terhadapnya, dan menyadari berbagai konsekuensi dan tanggungjawabnya.
Konsekwensi pertama dari posisi ini adalah melindungi kehidupan ini dari keburukan dan kerusakan. Hendaknya mereka memiliki kekuatan yang memungkinkan untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, karena mereka adalah umat terbaik yang dimunculkan ke hadapan manusia. Bukan karena basa-basi atau pilih kasih, bukan karena kebetulan atau sembarangan—Mahasuci Allah dari semua itu—dan bukan pula jatah kehormatan dan kemuliaan sebagaimana dikatakan Ahli Kitab: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya”.(5:18) Tidak! Melainkan didasari dengan tindakan aktif untuk melindungi kehidupan umat manusia dari kemungkaran, memberdirikan mereka di atas kebajikan, disertai iman yang dapat mendefinisikan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar:
“Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ” (110)
Itulah upaya melaksanakan segala tugas umat terbaik, dengan segala keletihan di balik tugas-tugas ini, dan dengan duri-duri yang ada di jalannya. Itulah upaya menentang keburukan, menggalakkan kebaikan, dan melindungi masyarakat dari berbagai faktor kerusakan. Semua itu adalah kesulitan yang berat, tetapi merupakan keharusan untuk menegakkan dan melindungi masyarakat yang baik, dan untuk mewujudkan bentuk kehidupan yang diinginkan Allah.
Harus ada iman kepada Allah untuk meletakkan kriteria yang benar tentang nilai, dan untuk menghasilkan definisi yang benar mengenai apa itu ma’ruf dan mungkar. Karena istilah masyarakat saja belum cukup. Ada kalanya kerusakan menyebar luas sehingga parameter dan kriteria menjadi tidak normal dan rusak, sehingga harus kembali kepada konsepsi yang baku tentang kebaikan dan keburukan, tentang keutamaan dan kenistaan, tentang yang ma’ruf dan yang mungkar, yang didasarkan pada landasan lain di luar terminologi manusia dalam salah satu generasi.
Itulah yang direalisasikan iman dengan cara meluruskan konsepsi yang benar tentang alam wujud dan hubungannya dengan Penciptanya. Juga tentang manusia, tujuan eksistensinya, dan posisinya yang sebenarnya di alam semesta ini. Dari konsepsi umum ini lahir kaidah-kaidah akhlaq. Dengan stimulasi untuk mencari ridha Allah dan menghindari murka-Nya, manusia terdorong untuk mewujudkan kaidah-kaidah tersebut. Dengan pengaruh keberadaan Allah di hati dan pengaruh syari’at-Nya di tengah masyarakat, kontrol dapat dilakukan dengan berdasarkan kaidah-kaidah tersebut.
Iman juga diperlukan agar para penyeru kebaikan, pelaku amar ma’ruf dan nahi munkar itu bisa meniti jalan yang berat ini dan mampu menanggung segala bebannya, di saat mereka menghadapi para thaghut kejahatan yang berbuat zhalim, di saat mereka menghadapi para thaghut syahwat yang mencari pelampiasan, di saat mereka menghadapi jatuhnya mental, kendornya semangat, beratnya tujuan. Bekal mereka adalah iman, perlengkapan mereka adalah iman, dan sandaran mereka adalah Allah. Semua bekal selain bekal iman pasti habis, semua sarana selain sarana iman pasti rusak, dan semua sandaran selain sandaran Allah pasti!
Dalam rangkaian ayat ini, telah disampaikan perintah kepada jama’ah Muslim agar ada di antara mereka yang bangkit untuk mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Dan di sini Allah menjelaskan bahwa itulah sifat-sifat Jama’ah Muslim, untuk menunjukkan bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali dengan terpenuhinya sifat utama ini, yang dengannya Jama’ah ini dikenal didalam masyarakat manusia. Jika telah melaksanakan da’wah kepada kebaikan, mmerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran—disertai iman kepada Allah—maka Jama’ah ini berarti telah eksis dan Muslim. Tetapi jika tidak melaksanakan sesuatu dari hal ini maka Jama’ah ini tidak eksis dan tidak merealisasikan sifat Islam pada dirinya.