يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (209)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2]: 208-209)
Cukuplah bagi kita untuk merenungi satu contoh yang telah terjadi di sebuah negeri yang dianggap sebagai salah sebuah negara yang paling maju di seluruh dunia, yaitu negeri Swedia, di mana pendapat perkapitanya sama dengan 500 pound setahun, dan setiap orang diberi jaminan kesehatan dan pengobatan gratis di berbagai rumah sakit.
Negeri tersebut juga mensubsidi seluruh biaya pendidikan di semua jenjang pendidikan, di samping beasiswa bagi pelajar-pelajar yang berprestasi. Negara juga memberi subsidi perkawinan sebesar 300 pound untuk menyiapkan rumahtangga di samping berbagai kemewahan kebendaan dan peradaban yang memukau.
Tetapi apakah yang ada di balik kemewahan kebendaan, peradaban dan kekosongan hati dari iman kepada Allah itu? Bangsa Swedia merupakan satu bangsa yang terancam dengan terputusnya keturunan.
Jumlah kelahiran di kalangan mereka terus menurun lantaran kebebasan pergaulan dan jumlah perceraian yang tinggi, yaitu satu perceraian dalam setiap enam perkawinan akibat kebebasan hawa nafsu, kebebasan seksual, dan kebebasan percampuran laki-laki dan perempuan.
Kehidupan generasi barunya menyeleweng. Mereka melampiaskan dengan khamer dan madat menggantikan kekosongan jiwa mereka dari keimanan, dan menggantikan ketenteraman hati mereka yang tidak mempunyai akidah. Penyakit-penyakit jiwa dan psikologis serta berbagai perilaku yang menyimpang menyerang ribuan jiwa. Kemudian kejadian bunuh diri menjadi lumrah.
Keadaan yang seperti ini juga terjadi di Amerika, dan ia terjadi lebih buruk lagi di Rusia. Itulah kenestapaan hati yang kosong dari manisnya iman dan ketenteraman akidah. Ia tidak dapat mengecap rasa kedamaian yang diseru Allah supaya orang-orang Mukmin masuk dan hidup di dalamnya untuk menikmati rasa aman, kehidupan yang rileks dan stabilitas.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam kedamaian secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.”
Setelah Allah menyeru onang-orang yang beriman supaya masuk ke dalam kedamaian dengan seluruh jiwa mereka, maka al-Qur’an mengingatkan mereka supaya jangan mengikuti langkah-langkah setan, karena di sana hanya terdapat dua jalan saja: antara masuk ke dalam kedamaian dengan seluruh jiwa atau mengikut jejak-jejak setan, antara memilih hidayah atau memilih kesesatan, antara mengikut Islam atau mengikut jahiliyah, antara menuju jalan Allah atau menuju jalan setan, antara memilih petunjuk Allah atau memilih penyesatan setan.
Setiap Muslim harus memahami sikapnya dengan ketegasan yang seperti ini. Ia tidak seharusnya ragu-ragu dan termangu-mangu di tengah-tengah berbagai jalan dan tujuan. Di sana tidak ada banyak manhaj yang harus dipilih salah satunya oleh seorang Mumin, atau mencampurkan salah satunya dengan yang lain. Sekali-kali tidak demikian!
Barangsiapa yang tidak masuk ke dalam kedamaian dengan segenap jiwanya dan tidak menyerahkan dirinya semata-mata kepada kepimpinan Allah dan syari’at-Nya, dan barangsiapa yang tidak membuang segala keyakinan yang lain, segala sistem hidup dan undang-undang yang lain, maka berarti dia berada di jalan setan dan berjalan mengikut jejak-jejak setan.
Di sana tidak ada penyelesaian jalan tengah. Di sana tidak ada sistem hidup setengah-setengah, tidak ada peraturan separo di sana dan separo di sini. Sebaliknya, pilihan yang ada hanya salah satu dari dua, yaitu yang hak atau yang batil, hidayah atau kesesatan, Islam atau jahiliyah, aturan Allah atau penyesatan setan.
Dalam bagian ayat yang pertama Allah menyeru orang-orang mukmin untuk masuk ke dalam kedamaian dengan keseluruhan jiwa mereka, dan dalam bagian ayat yang kedua ia mengingatkan mereka agar tidak mengikuti jalan setan. Ia menggerakkan hati nurani dan perasaan mereka, serta menimbulkan perasaan takut di dalam hati mereka, yaitu dengan mengingatkan dendam kesumat dan permusuhan setan yang sengit terhadap mereka. Permusuhan itu amat jelas dan tidak ada yang melupakannya selain manusia yang lalai, dan kelalaian itu tidak terjadi saat ada iman.
Kemudian ayat berikutnya mengingatkan kepada mereka tentang akibat yang mereka terima jika tergelincir setelah mendapat penerangan yang jelas.
“Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (209)
Ulasan yang menyebut bahwa Allah “Maha Perkasa” mengisyaratkan kekuatan dan kekuasaan Allah, serta mengisyaratkan bahwa mereka sejatinya menghadang kekuatan Allah ketika mereka menyalahi perintah-Nya. Sementara ulasan yang menyebut bahwa Allah “Maha Bijaksana” mengisyaratkan bahwa apa yang dipilih oleh Allah untuk mereka itulah yang paling baik, dan sesuatu yang dilarang Allah itulah yang paling tidak baik.
Peringatan ini juga mengisyaratkan bahwa mereka akan menghadapi kerugian jika mereka tidak mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, Kedua ulasan tersebut sama-sama mengandung ancaman dan peringatan dalam konteks ini.