30 tahun berikutnya. Tahun 935 H / 1529 M, pelarangan bagi muslimin kembali dikeluarkan. Kali ini giliran al-Qur’an dan bahasanya yang dilarang. Muslimin resmi dilarang berbicara dengan menggunakan Bahasa Arab. Siapa yang melakukannya, hukumannya adalah mati! Al-Qur’an pun dilarang untuk dibaca. Dan muslimin dilarang untuk berhubungan dengan dunia Islam internasional.
Terpikirkankah oleh Abu Abdillah dan semua kroninya? Dampak pengkhianatan mereka?
40 tahun berikutnya. Tahun 974 H / 1567 M, dikeluarkan kembali peraturan. Ini peraturan paling aneh sedunia. Philip II melarang Umat Islam mandi. Karena mereka tahu, walau muslimin telah dilarang shalat. Tetapi mereka tetap shalat dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan masyarakat Kristen di Andalus memang tidak peduli dengan mandi. Bahkan disebutkan dalam kisahnya, bahwa Ratu Isabella menyebutkan dengan bangga tentang dirinya bahwa dia tidak pernah mandi kecuali hanya dua kali saja; sekali saat ia lahir dan sekali saat menjelang malam pernikahannya. Dan sekali lagi saat dia mati. Dampak dari peraturan itu, kamar mandi-kamar mandi umum dihancurkan. Dan siapapun rumah muslim yang terlihat ada bekas mandi, pengadilan bisa memutuskan untuk dihukum mati!
Terpikirkankah oleh Abu Abdillah dan semua kroninya? Dampak pengkhianatan mereka?
Tak berhenti sampai di situ. Kebencian musuh Islam terus berkembang. Hingga akhirnya pakaian Islami dan Arab dilarang untuk dipakai. Siapa yang memakainya dinyatakan telah melanggar aturan negara dan layak diberi hukuman mati!
Terpikirkankah oleh Abu Abdillah dan semua kroninya? Dampak pengkhianatan mereka?
Pengadilan investigasi pun didirikan. Fungsinya adalah membongkar muslimin yang masih menyembunyikan keislamannya. Dengan sebuah bukti ringan bahwa dia masih muslim, seperti masih menyimpan mushaf al-Qur’an, maka dijatuhi hukuman mati! Setidaknya, pengadilan tersebut telah menjatuhi 3 juta orang dengan hukuman mati!
Terpikirkankah oleh Abu Abdillah dan semua kroninya? Dampak pengkhianatan mereka?
Para pengkhianat umat terus larut dalam syahwatnya. Para pendukung pengkhianat pun terbuai dalih-dalih legalisasi pengkhianatan. Mereka semua tidak pernah menyangka bahwa efek pengkhianatan sangat besar dan bahaya. Bahkan lebih besar dan lebih bahaya dari yang mereka bayangkan. Dampak pengkhianatan itu terlalu pahit untuk ditanggung oleh muslimin.
Allah sudah memberikan peringatan –semoga menjadi peringatan bagi semua-,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Qs. Al-An’am: 44)
Berikut penjelasan gabungan para ulama dalam al-Tafsir al-Muyassar, “Ketika mereka mengabaikan perintah-perintah Allah dan menjauhinya, Kami membuka bagi mereka pintu-pintu segala sesuatu berupa rizki. Kami ubah kesulitan hidup menjadi kelapangan, kesakitan menjadi kesehatan fisik. Itu adalah istidraj Kami kepada mereka. Hingga ketika mereka sombong dan bangga dengan yang Kami berikan kepada mereka berupa kebaikan dan nikmat, Kami adzab mereka dengan tiba-tiba. Seketika itu mereka putus asa dan terputus dari semua kebaikan.”
Dan biasanya semua sadar. Saat sudah terlambat. Saat tidak mungkin lagi lari dari adzab Allah. Saat semuanya telah musnah. Dan umat muslim harus kembali tenggelam dalam catatan gelap sejarah hidup mereka.
Hanya ada sekelompok orang yang masih sadar. Merekalah yang menyadari semua bahaya pengkhianatan itu. Merekalah yang terus menyuarakan kebenaran dan sadar akan dekatnya adzab Allah dalam berbagai bentuknya. Dampak dari pengkhianatan yang tengah berlangsung dan terus berlangsung. Mereka adalah para mujahid semisal Musa bin Abi Ghassan.
Hanya saja, para mujahid seperti Musa bin Abi Ghassan biasanya sudah tersingkir sejak para pengkhianat itu menempati posisi pembuat keputusan dan sejak mereka mulai mengarang ‘fikih’ syahwat.
Wallahu a’lam