Setelah empat puluh hari berlalu, Shalahuddin kemudian mengumumkan dan meminta kota suci Baitul Maqdis diserahkan. Dengan mematuhi adab-adab berperang dalam Islam, Shalahuddin berjanji tidak akan berlaku kasar apalagi melukai. Ia tidak akan berbuat sama dengan yang dilakukan Godfrey dan orang-orangnya pada tahun 1909. Shalahuddin berjanji tidak akan ada setetespun darah menceceri tanah jika kota Jerussalem diserahkan dengan damai pada pasukannya.
Tapi seperti yang telah diduga, pasukan salib menolak dan mencaci tawaran Shalahuddin. Bahkan mereka menyerukan komando untuk berperang habis-habisan melawan Shalahuddin. Gayungpun bersambut, kaum Kristen menjual, pasukan Shalahuddin membeli. Seruan perang pasukan Kristen dibalas dengan janji Shalahuddin yang akan menghabiskan seluruh kaum Kristen di dalam kota yang melawan. Dan seranganpun dilancarkan.
Anak panah api dan tombak dilontarkan. Seruan-seruan perang seakan-akan hendak meruntuhkan langit kota Jerussalem. Gegap gempita peperangan melambung tinggi ke angkasa. Debu-debu peperangan mengepul menjulang ke awan. Hari itu benar-benar hari pembalasan terhadap pembantaian yang dilakukan pasukan salib 90 tahun silam.
Kaum salib bertahan di dalam benteng dengan seluruh kekuatan. Peperangan tergelar selama empat belas hari tanpa henti. Sedikit demi sedikit pasukan salib menyaksikan kekalahannya. Pintu-pintu benteng pelan-pelan hancur dan roboh oleh tentara muslim. Pasukan demi pasukan Islam berhasil masuk ke jantung pertahanan kaum salib. Suasana benar-benar mencekam bagi orang-orang salib.
Kekalahan yang di ambang mata itu membuat beberapa pimpinan pasukan salib menyelinap dan menemui Shalahuddin. Pada Shalahuddin mereka tanpa malu meminta perlindungan dan akan menyerahkan kota dengan damai dan tenang.
“Aku tak akan menaklukkan kota ini kecuali dengan kekerasan sebagaimana kamu dulu melakukannya. Aku tidak akan membiarkan seorangpun di antara kalian melainkan akan kubunuh seperti kalian telah membunuh seluruh saudara-saudaraku seiman dulu,” demikian Shalahudin menjawab bujuk rayu para bangsawan pasukan salib itu.
Delegasi perayu pertama telah gagal. Delegasi keduapun dikirim maju. Kali ini yang datang adalah kepala pelabuhan kota Jerussalem sendiri. Dengan kata-kata manis bak bulu perindu ia merayu Shalahuddin, tapi tetap gagal juga. Lalu mereka mengeluarkan ancaman. “Jika tuan tak hendak berdamai dengan kami, kami akan kembali dan membunuh semua tawanan yang ada pada kami. Setelah itu kami akan membunuh anak, cucu dan wanita kami sendiri, kemudian kami akan membumihanguskan seluruh kota. Baru kami akan maju lagi untuk berperang dengan Anda,” kata sang kepala pelabuhan.
Ancaman itu membuat hati Shalahuddin melemah. Bagaimana tidak, tawanan kaum muslim yang ada pada mereka sebanyak 4000 orang bukan jumlah yang kecil. Akhirnya Shalahuddin mengumpulkan semua alim ulama untuk meminta pendapatnya. Pendapat mereka tentang sumpah keras yang sudah dikeluarkan. Fatwapun turun, Shalahuddin boleh membatalkan sumpahnya yang akan menumpas habis kaum salib dengan membayar kifarat atau denda seperti yang sudah ditentukan.
Setelah itu berlangsunglah penyerahan kota secara aman dan damai. Hampir-hampir tak ada pembalasan dendam. Tuntunan perang yang mulia dalam Islam sekali lagi dibuktikan oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Penduduk Jerussalem dibebaskan dengan syarat. Mereka harus membayar tebusan, sepuluh dinar untuk laki-laki dan dua diar untuk anak-anak dan perempuan. Dan untuk yang tak sanggup membayar tebusan akan tetap dijadikan sebagai tawanan.
Semua senjata dan rumah harus mereka tinggalkan. Mereka boleh kemana saja mereka suka dengan aman. Jaminan diberikan, bahwa mereka tak akan mendapat gangguan dari pasukan Islam.
Hari Jum’at 27 Rajab 583 Hijriah, dengan suara takbir menggema kaum muslimin memasuki kota suci Baitul Maqdis dengan gegap gempita. Air mata menetes membasahi pipi Shalahuddin Al Ayyubi. “Allahu Akbar,” gumamnya pelan dengan nada haru yang luarbiasa.
Kayu-kayu salib dan gambar-gambar rahib diturunkan dari tembok dan tiang-tiang pancang. Hari itu adalah hari kemenangan Islam. Tamat (her)