Oleh: Dr. Shalih bin Abdul Qawi as-Sanabani (Ketua Jurusan Mukjizat Ilmiah, Universitas al-Iman)
Mukjizat Kelima: Pantang terhadap Makan, Minum dan Persetubuhan Menjaga dari Berbagai Bahaya Kesehatan
Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa berpantang terhadap makanan saja terkadang menimbulkan sejumlah resiko. Resiko terpenting adalah turunnya kadar garam dan cairan dalam tubuh, sehingga mengakibatkan berbagai macam penyakit, dan terkadang sampai kepada kematian. Persetubuhan mengakibatkan seseorang kehilangan 76 kkal, dan itu membahayakan seseorang jika dilakukan dalam keadaan berpuasa.
Mukjizat Keenam: Keringanan untuk Orang Sakit dan Musafir
Alain Saury menjelaskan bahwa nilai puasa dalam menentukan vitalitas dan semangat tubuh, meskipun dalam kondisi sakit. Ia mengajukan beberapa kasus beberapa orang yang usianya lebih dari tujuh puluh tahun. Dengan puasa mereka bisa mengembalikan vitalitas tubuh dan psikologis mereka sehingga sejumlah orang di antara mereka mampu kembali bekerja di pabrik atau di ladang.
Jadi, keringanan dalam puasa bagi orang yang sakit dan musafir itu terkait dengan beban berat. Allah berfirman, ‘Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.’ (al-Baqarah: 185)
Mukjizat Ketujuh: Urgensi Puasa Enam Hari pada Bulan Syawwal dan Tiga Hari pada Setiap Bulan
Puasa adalah sarana satu-satunya yang efektif untuk detoksinasi racun yang menumpuk di dalam tubuh. Puasa membersihkan saluran pencernaan secara sempurna dari bakteri-bakteri selaam satu minggu puasa. Proses detoksinasi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan racun yang menumpuk pada jaringan tubuh melalui air liur, getah lambung, getah kuning, dan getah pankreas, usus, mucus, air seni, dan keringat. Kadar getah dan tingkat keasamannya jauh berkurang dengan berpuasa.
Dr. Muhammad Said al-Buthi mengatakan, ‘Puasa dapat mencegah penumpukan zat-zat beracun yang berbahaya seperti asam pada air seni, serta fosfat amoniak dan magnesia pada darah, serta dampak-dampanya, yaitu penumpukan racun pada sedi dan kandung kemih, dan mencegah penyakit rematik.
Berbagai penelitian medis membuktikan bahwa puasa sehari itu dapat menghilangkan ampas dan racun yang mengendap selama sepuluh hari. Maksudnya, seseorang itu perlu berpuasa 36 hari selama setahun. Dari sini kita memahami hikmah perintah Nabi saw untuk berpuasa selama enam hari bulan Syawwal, agar proses detoksinasi itu sempurna.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, bahwa Nabi saw bersabda, ‘Barangsiapa berpuasa bulan Ramadhan lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari bulan puasa, maka itu seperti puasa setahun.’
Mengenai perintah Nabi saw untuk puasa tiga hari setiap bulan (Ayyumul Bidh), pengetahuan modern pada tahun-tahun terakhir menemukan bahwa bulan pada hari ke-13, 14, dan 15 itu mengakibatkan peningkatan sensitifitas syaraf dan ketegangan psikologis hingga tingkat yang dapat membuat seseorang gila.
Mukjizat Kedelapan: Berbuka dengan Kurma
Rasulullah saw sering berbuka dengan kurma basah. Kalau tidak ada, maka beliau berbuka dengan kurma kering. Kalau tidak ada, maka beliau berbuka dengan air putih. Ini adalah petunjuk terbaik bagi orang yang berpantang makan selama berjam-jam. Karena gula dalam kurma itu membuat orang merasa kenyang, karena ia dicerna dengan cepat dan sampai ke darah dalam beberapa menit, serta memberi tubuh kekuatan yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas rutinnya. Tetapi seandainya seseorang berbuka dengan makan daging, dan roti, maka dibutuhkan waktu yang lama untuk mencernanya dan mengubahnya menjadi gula, seseorang tidak merasa kenyang.
Hikmah yang terkandung di dalam penetapan syariat ini mustahil diketahui oleh manusia pada waktu al-Qur’an ini diturunkan, dan hal itu menunjukkan bahwa al-Qur’an itu bersumber dari Allah, sebagaimana Allah berfirman, ‘Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (al-Furqan: 6)