Siapa pun kita, terlebih lagi umat Islam yang sudah meletakkan niat berkeluarga untuk merengkuh ridha Ilahi, keluarga yang samara atau sakinah, mawadah, dan rahmah menjadi idaman sepanjang masa. Mulai dari awal pernikahan, hingga di saat anak dan cucu sudah berserakan.
Namun, adakalanya, sebuah idealita mulia itu kerap terganjal dengan kerikil yang mulanya dianggap kecil. Hal yang dianggap kecil tapi mengganggu keindahan berumah tangga itu antara lain.
1. Teknik komunikasi suami isteri yang datar
Tak banyak suami atau isteri yang menganggap serius soal teknik berkomunikasi suami isteri. Mulai dari cara memanggil pasangan, cara menyampaikan isi hati atau curhat, dan cara mengungkapkan hasrat. Padahal di tiga sisi komunikasi suami isteri ini sangat berpengaruh tergapainya keluarga samara.
Data menunjukkan bahwa penyebab perceraian terbesar bukan karena soal ekonomi dan status sosial pasangan. Melainkan, karena cara berkomunikasi suami isteri yang kurang efektif.
Umumnya, suami isteri enggan bermesra-mesraan dalam soal panggilan. Mungkin karena malu pada anak-anak dan keluarga besar jika masih tinggal bersama mertua, bisa juga karena menggap remeh panggilan mesra.
Di masyarakat tradisional, bahkan seorang isteri tega memanggil suaminya dengan nama pendek suami. Adakalanya, nama pendek yang disebut isteri cenderung agak melecehkan. Misalnya, Zainuddin dipanggil Udin, atau hanya din saja. Begitu pun sebaliknya.
Rasulullah saw. yang menjadi teladan kita, memanggil Aisyah dengan sebutan khumairoh, atau delima yang kemerahan. Sebuah panggilan yang begitu romantis.
Begitu pun dalam mengungkapkan isi hati atau curhat suami isteri. Umumnya, seorang suami menganggap sepele isi curhat yang disampaikan isteri. “Ah, soal pakaian sempit saja diomongin,” begitu kira-kira kesan suami. Padahal, hal-hal yang dianggap kecil suami dalam curhat isteri, sangat berarti besar bagi seorang isteri.
Yang harus dipahami suami adalah, curhat seorang isteri atau sebaliknya, jangan dilihat dari apa yang dicurhatkan, tapi bagaimana ungkapan perasaan seorang pasangan yang secara psikologis akan meringankan beban kejiwaan.
Begitu pun dalam soal mengungkapkan hasrat hubungan seksual. Dan ini merupakan celah hilangnya keharmonisan rumah tangga.
Umumnya pengungkapan hasrat ini muncul dari pihak suami. Walaupun dalam kondisi lain, pihak isteri juga harus punya keberanian dan keterampilan dalam mengungkapkan hasrat ini.
Tapi, terlalu vulgar menyampaikan hasrat ini pun kurang bagus, karena boleh jadi di situ ada orang lain seperti orang tua dan anak-anak. Bahasa-bahasa isyarat sebaiknya menjadi ungkapan yang bisa dipahami kedua belah pihak. Misalnya, ”Sudah shalat Isya, Ma?” Atau dari pihak isteri, ”Ayah tambah ganteng aja, nih!” Dan lain-lain.
Begitu pun dalam berkomunikasi ketika melakukan hubungan seksual. Karena masing-masing pasangan punya hasrat dan gairah sendiri-sendiri yang harus diungkapkan kepada pasangannya.
Jangan pernah malu atau sungkan mengungkapkan keinginan hasrat ini. Karena itu sangat berpengaruh pada kepuasan hubungan seksual suami isteri. Dan dari sisi ibadah, kemampuan memberikan kepuasan seksual pasangan suami isteri merupakan sedekah yang berpahala besar di sisi Allah swt. (bersambung)