Oleh : Dr. Ahmad Alim, M.A[1
Masalah yang mendasar yang sedang dihadapi umat sekarang ini adalah masalah ilmu dan adab. Ilmu sudah mulai dijauhkan, bahkan dihilangkan dari nilai-nilai adab dalam arti luas. Akibatnya, terjadilah suatu keadaan yang oleh Al-Attas disebut the loss of adab (hilangnya adab).
Efek buruk dari fenomena ini adalah terjadinya kebingungan dan kekeliruan persepsi mengenai ilmu pengetahuan, yang selanjutnya menciptakan ketiadaan adab dari masyarakat. Hasil akhirnya adalah ditandai dengan lahirnya para pemimpin yang bukan saja tidak layak memimpin umat, melainkan juga tidak memiliki akhlak yang luhur dan kapasitas intelektual dan spiritual mencukupi, sehingga itu semua akan membawa kerusakan di berbagai sektor kehidupan, baik kerusakan individu, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam Islam, ilmu dan adab adalah dua hal yang saling terintegrasi dan menguatkan satu sama lainnya. Keduanya ibarat sebuah koin yang tak terpisahkan, di mana kebermaknaan yang satu tergantung pada yang lainnya. Ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah, adab tanpa ilmu ibarat orang yang berjalan tanpa petunjuk arah. Dengan demikian ilmu dan adab harus bersinergi, tidak boleh dipisah-pisahkan. Berilmu tanpa adab adalah dimurkai (al-maghdhubi alaihim), sementara beradab tanpa ilmu adalah kesesatan (al-dhallin).
Hasyim Asy’ari dalam karyanya “Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim” merumuskan kaidah penting akan urgensinya ilmu dan adab. Kaidah tersebut berbunyi,
”At-tawhidu yujibul imana, faman la imana lahu la tawhida lahu; wal-imanu yujibu al-syari’ata, faman la syari’ata lahu, la imana lahu wa la tawhida lahu; wa al-syari’atu yujibu al-adaba, faman la adaba lahu, la syari’ata lahu wa la imana lahu wa la tawhida lahu.”
Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakikatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya.
Pentingnya ilmu dan adab dalam tradisi intelektual Islam telah mendorong perhatian para ulama salaf untuk melahirkan sebuah karya abadi tentang konsep ilmu dan adab dengan kajian yang mendalam dan komprehensip. Berikut merupakan contoh-contohnya.
- Imam Al-Bukhari (194-256) menulis tentang Adab Al-Mufrad,
- Ibn Sahnun (202-256H) menulis Risalah Adab Al-Mua’llimin,
- Al-Mawardi (w.450 H) menulis tentang Adab Al-Dunya Wa Al-Din dan Adab Al-Wazir,
- Al-Khatib Al-Baghdadi (w.463H) menulis tentang Al-Faqih Wa Al-Mutafaqih,
- Al-Ghazali (450-505 H) menulis Kitab Al-Ilm, Fatihah Al-Ulum dalam Ihya Ulum Al-Din,
- Nashir Al-Din Al-Thusi (597-672 H) menulis Kitab Adab Al-Muta’allimin,
- Al-Zarnuji (penghujung abad ke-6 H) telah menulis Ta’lim Al-Muta’allim,
- Muhyiddin Al-Nawawi (w.676) menulis tentang Adab Al-Daris Wa Al-Mudarris,
- Ibn Jama’ah (w.733 H) menulis Tadzkirah Al-Sami’ Wa Al-Mutakallim Fii Adab Al-A’lim Wa Al-Muta’allim,
- Ibn Hajar Al-Haysami (w.974 H) menulis Tahrir Al-Maqal Fii Adab Wa Ahkam Wa Fawa’id Yahtaj Ilaiha Mua’ddib Al-Athfal,
- Al-Syaukani (1173-1250 H) menulis Adab Al-Thalab, dan masih banyak lagi.
Dari kajian para ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa adab memiliki peran sentral dalam dunia pendidikan. Tanpa adab dunia pendidikan berjalan tanpa ruh dan makna. Lebih dari itu, salah satu penyebab utama hilangnya keberkahan dalam dunia pendidikan adalah kurangnya perhatian civitas akademikanya dalam masalah adab. Az-Zarnuji mengatakan,
“Banyak dari para pencari ilmu yang sebenarnya mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak merasakan nikmatnya ilmu, hal ini disebabkan mereka meninggalkan atau kurang memperhatikan adab dalam menuntut ilmu”.
Dengan demikian, sudah saatnya dunia pendidikan menekankan proses Ta’dib ini. Sebuah proses pendidikan yang mengarahkan para peserta didiknya menjadi orang-orang yang berilmu, sekaligus beradab. []
[1] Pengasuh PPMS Ulil Albaab, Sekretaris Pusat Kajian Islam (Puski) UIKA Bogor
Donasi Pengkaderan Ulama dan Cendekia, dapat disampaikan melalui Rekening BRI SYARIAH Jl Jajajaran Bogor atas nama Ibdalsyah QQ Cendekiawan Muslim No Rek. 100 436 8246