Allah SWT telah menentukan dengan rahmat-Nya bahwa segenap makhluq bergerak yang kita saksikan di dunia ini pastilah memiliki keterbatasan, yang mana justru melalui keterbatasan itulah keberlangsungan dan keseimbangan gerak di antara mereka akan tetap terjaga.
Demikianlah kurang lebih cara Allah SWT menjadikan manusia senantiasa bergerak dalam kehidupannya. Seandainya saja ada manusia yang tanpa diberi keterbatasan apapun, maka mungkin dia pun tak akan perlu bergerak karena memang tiada sebab yang mendorongnya untuk bergerak. Oleh karena itulah, Allah SWT sengaja menciptakan sebab berupa kekurangan dan kelemahan pada diri manusia agar mereka bergerak mencari sesuatu yang bisa mengisi kekurangannya dan membantu dalam kelemahannya tersebut.
Sebagai satu contoh dari keterbatasan yang dijadikan oleh Allah SWT sebagai sebab dari gerak kehidupan manusia adalah keterbatasan pada tubuh mereka, di mana kita mengetahui bahwa tubuh manusia tentu memiliki batas tenaga, yang mana ia akan menjadi lemah jika harus berkegiatan dalam beberapa waktu yang cukup lama tanpa nutrisi yang cukup sebagai penopang tenaganya. Dan karena sebab itulah, pada akhirnya pun manusia akan terpaksa bergerak untuk mencari makanan dan minuman guna menunjang tenaga pada tubuhnya itu, yang mana dari gerakan mencari itulah mereka akan secara alami menempuh sebuah kegiatan, usaha, atau pekerjaan yang dapat menghasilkan apa yang dibutuhkannya tersebut. Dan di sini kita telah mendapati bukti bahwa ternyata keterbatasan tenaga pada tubuhlah yang merupakan salah satu penyebab gerak kehidupan manusia.
Namun jika kita memperhatikan proses tersebut lebih lanjut lagi, ternyata kita juga akan mendapati bentuk-bentuk keterbatasan lainnya. Meskipun manusia telah mendapatkan makanan dan minuman yang dibutuhkan sebagai penambal keterbatasan tenaga pada tubuhnya, ternyata makanan dan minuman itu juga memiliki manfaat tenaga yang terbatas, yaitu hanya untuk beberapa waktu saja. Ketika segenap unsur penting dalam makanan dan minuman telah diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh untuk beberapa waktu, maka itu pun akhirnya akan menyisakan unsur-unsur bekas yang harus dikeluarkan lagi dari tubuh tersebut. Dan ketika tubuh mulai merasa lemah karena tenaganya semakin berkurang, maka ia akan membutuhkan nutrisi lagi seperti sebelumnya, dan ritual makan dan minum pun akan mesti terulang kembali, dan akan seperti itulah untuk yang seterusnya. Semua proses itu akan harus terjadi lagi dan berputar ulang.
Dari sini, jika kita mengamati perputaran yang ada, maka kita akan mendapati betapa sempurnanya Allah SWT merancang semua gerakan itu agar tak sampai berhenti. Jika saja manfaat dari makanan dan minuman tersebut dapat bertahan lama hingga misalnya tanpa batas waktu, atau misalnya cukup sekali saja seumur hidup, maka kita pun akan sulit memperkirakan alasan apa yang tepat bagi manusia untuk dapat dianugerahi beragam gerak kehidupan yang begitu padat, ramai, dan seakan-akan tak ada hentinya, seperti kegiatan para penjual bahan makanan pokok di pasar, kesibukan para penjual sayuran, penjual ikan dan penjual daging, pedagang kaki lima, pemilik warung, pengusaha restoran, pengusaha tambak, pemilik peternakan, petani, nelayan, dan seterusnya. Tentu tiada alasan bagi manusia untuk beramai-ramai menempuh beragam usaha dan kesibukan semacam itu jika memang manusia hanya butuh makan dan minum sekali saja seumur hidupnya. Dan jika saja Allah SWT benar-benar berkehendak demikian, hingga kesibukan yang berkaitan dengan makanan dan minuman pun menjadi sepi, maka pastinya itu juga akan berpengaruh besar terhadap sisi kehidupan manusia lainnya, seperti peran jasa angkutan yang biasanya mengantarkan banyak penumpang ke pasar, termasuk jasa pengangkut barang yang biasanya mengantarkan bahan makanan, sayuran atau buah-buahan dari satu daerah ke daerah lainnya, dan tentunya akan masih banyak lagi dampak besar lain yang terjadi jika Allah SWT tidak menganugerahi keterbatasan pada manfaat makanan dan minuman. Atau, jikapun sebaliknya, yaitu ketika misalnya Allah SWT tidak memberikan keterbatasan pada tubuh manusia berupa rasa kenyang pada lambungnya, maka bisa jadi mereka pun akan sulit untuk berhenti dari makan, karena memang salah satu hal yang selama ini memberhentikan manusia dari makan adalah rasa kenyang tersebut.
Karena itulah, Allah SWT telah menetapkan dengan hikmah-Nya bahwa setiap tenaga tubuh pastilah harus ada batasnya agar dapat selalu diisi ulang melalui makan dan minum pada waktunya. Dan manfaat tenaga dari makanan dan minuman pun juga pasti memiliki batas waktu. Demikian pula halnya dengan selera makan yang tak akan bertahan seterusnya karena di sana ada rasa kenyang yang membatasi. Semuanya harus terbatas agar terjadi pergantian dan perputaran, sehingga kehidupan pun akan tetap bergerak secara seimbang dan tidak sampai terhenti. Dan semua itu mungkin adalah ibarat fenomena siang dan malam, yang mana masing-masing harus memiliki batas sehingga pergantian di antara keduanya pun dapat terjadi. Dan pergantian itulah yang selama ini menjaga keseimbangan antara panas dan dingin suhu udara di bumi kita. Karena memang seandainya kita mengharapkan siang yang tak terbatas, maka tentu benua-benua dan pulau-pulau lain di belahan bumi lainnya pun akan pasti dingin membeku, sedangkan panas siang yang berkelanjutan juga akan secara perlahan menghanguskan kita. Demikianlah Allah SWT menganugerahi alam semesta ini dengan rahmat-Nya yang begitu besar berupa keterbatasan.
Dan dari kenyataan yang tak bisa kita pungkiri itu, jika kita meluangkan sejenak waktu untuk memperhatikan rancangan organ tubuh kita secara keseluruhan, maka niscaya kita pun akan selalu mendapati hal yang sama, yaitu anugerah Allah SWT berupa keterbatasan yang menyebabkan ketergantungan antara satu bagian tubuh kita dengan bagian tubuh lainnya. Seandainya kita bayangkan, mungkin manusia akan menjadi makhluq yang sangat aneh jika setiap bagian tubuhnya diberi kemampuan yang tak terbatas dan tanpa memiliki ketergantungan apapun terhadap bagian tubuh lainnya, hingga misalnya kedua tangannya bisa secara sempurna melaksanakan tugas kedua kaki, atau sebaliknya, kedua kakinya bisa melaksanakan secara sempurna tugas kedua tangan, atau misalnya kedua telinganya bisa memerankan fungsi hidung, dan sebaliknya, atau gigi depannya bisa bekerja seperti gigi geraham, dan lidahnya bisa melumat makanan seperti gigi, dan seterusnya, yang tentunya semua itu adalah perkara yang mustahil terjadi, karena memang justru dengan ketergantungan antara satu anggota tubuh dengan anggota lainnya itulah kita akan bisa merasakan rahmat Allah SWT berupa nikmat keseimbangan dan keutuhan pada tubuh kita. Tiada satu anggota tubuh pun yang benar-benar mampu bekerja sendiri menuntaskan urusan yang sifatnya kolektif. Setiap anggota akan pasti membutuhkan peran anggota lainnya. Memang masing-masing tetap akan tampak bekerja sendiri-sendiri, sesuai fungsi dan perannya, namun pada akhirnya, semua itu justru akan menghasilkan pencapaian atas sebuah tujuan bersama.
Ketika misalnya indera penglihatan kita menangkap pemandangan yang tidak nyaman pada jari tangan kita, berupa kuku-kuku panjang yang perlu dipendekkan, maka tentu kita akan harus bergerak mencari alat pemotong kuku. Jika kita saat itu sedang duduk di kursi ruang tamu, misalnya, maka kita akan harus berdiri dulu lalu berjalan menuju kamar yang biasanya menjadi tempat bagi alat-alat kecil semacam itu. Dan jika kita perhatikan, sebenarnya dalam adegan tersebut kita telah mendapati sebuah bentuk ketergantungan dari kuku-kuku yang harus dibersihkan terhadap fungsi sepasang kaki, karena memang kuku-kuku itu sendiri juga tidak bisa mendatangi tempat di mana alat pemotongnya berada. Bahkan sepasang kaki yang mengantarkan ke tempat itu pun juga membutuhkan sepasang mata sebagai indera penuntun jalannya. Dan itu juga merupakan bentuk ketergantungan yang lain lagi. Dan ternyata proses itu pun juga tak hanya berhenti sampai di situ; ketika sepasang kaki dan sepasang mata tersebut telah mengantarkan kuku-kuku ke tempat alat pemotongnya, mereka masih akan memerlukan peran dari anggota tubuh lainnya untuk mengambil alat tersebut, yaitu kedua tangan dan jari-jarinya, yang untuk selanjutnya akan menyelesaikan tugas yang telah direncanakan sebelumnya.
Demikianlah kesempurnaan rancangan Allah SWT pada tubuh kita. Dan ternyata, ketika kita memperhatikan proses tersebut lebih jauh lagi dan kemudian lagi, maka di balik gerakan kaki, fungsi mata, hingga gerakan tangan dan jari-jari yang membersihkan kuku-kuku tersebut, kita akan mendapati betapa besarnya keterlibatan seluruh bagian tubuh lainnya meskipun tanpa kita sadari. Leher yang membantu mengarahkan pandangan mata yang mana hanya mampu melirik, mulut atau hidung yang tetap bekerja hingga kita masih tetap bernafas, jantung yang memompa darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh kita, saraf yang tetap berfungsi dengan baik, dan semua anggota tubuh lainnya yang bekerja tanpa kita akui, semua itu memiliki cara kerja yang sangat rumit dan keterlibatan yang penting dalam sebuah pekerjaan sederhana berupa kegiatan memotong kuku. Mungkin, jika saja ada bagian tubuh yang tidak berfungsi dengan baik, maka bisa jadi kegiatan memotong kuku pun akan terganggu atau bahkan tak akan sampai terjadi, misalnya ketika sistem saraf pusat kita mengalami gangguan, atau ketika jantung kita tak sanggup lagi untuk berdetak, dan seterusnya.
Dan demikianlah Allah SWT mengatur rantai ketergantungan antara satu anggota tubuh dengan anggota-anggota lainnya, yang mana disebabkan oleh keterbatasan masing-masinglah akhirnya sebuah kerjasama di antara mereka dapat terwujud. Dan dikarenakan keterbatasan itulah, sebagian peran akan ada yang harus bergantian dalam mewujudkan tujuan bersama, di mana pergantian tersebut akan mustahil dihindari, misalnya pergantian peran antara kaki kanan dan kiri, yang mana tentunya akan aneh jika manusia harus berjalan tanpa kedua kakinya tersebut harus bergantian melangkah, padahal justru di situlah fungsi diciptakannya kaki secara sepasang. Begitu juga dalam bernafas yang mana antara menghirup dan mengeluarkan udara pun harus bergantian, dan pastinya akan mustahil jika harus dilakukan bersama-sama. Semuanya memiliki waktu dan ketentuannya masing-masing. Dan semua itu benar-benar telah secara sempurna dirancang oleh Allah SWT. Sehingga, sekuat apapun kaki yang satu dibandingkan kaki lainnya, keduanya akan tetap dapat bekerja secara bergantian tanpa perlu berselisih, karena memang fungsi kaki kanan adalah justru untuk membantu kaki kiri, dan sebaliknya. Dan sepenting apapun sebuah tangan kanan, dia tak akan pernah meremehkan tangan kiri, karena dia pun selama ini tak pernah berhasil menggaruk sendiri lengan bawah dan sikunya. Dan karena itu, sepenting apapun sebuah kepala, dia tak akan pernah pantas untuk menghina kuku-kuku yang mungkin tampak remeh, karena kuku-kuku itulah yang selama ini menggaruk kulitnya ketika rasa gatal begitu mengganggu. Semua anggota tubuh kita telah dianugerahi keterbatasan masing-masing justru agar dapat saling mempergunakan.
Dan mungkin demikianlah perumpamaan dari peran yang beragam dalam kehidupan manusia. Orang-orang yang mampu, sepenting apapun perannya dalam kehidupan manusia, mereka pasti tertolong oleh orang-orang yang tidak mampu. Seberharga apapun peran para pengusaha besar, mereka akan tetap tak pantas untuk merendahkan para petani atau nelayan, yang mana dari petani dan nelayan itulah mereka justru bisa menikmati hasil bumi dan laut. Dan demikianlah seterusnya, semuanya pasti saling membutuhkan peran sesamanya dan saling terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Allah SWT memang sengaja memberikan keterbatasan pada sebagian manusia dalam hal tertentu untuk menjadikan sebagian manusia lainnya berguna dalam hal tersebut. Dia telah berkehendak menganugerahi kelebihan kepada sebagian mereka di atas sebagian yang lain agar mereka dapat saling mengambil manfaat satu sama lain. Dan itulah bentuk rahmat Allah SWT kepada manusia di dunia ini. Namun, bagi kita orang-orang yang beriman, semua kelebihan kasat mata yang sifatnya duniawi semacam itu tak lain haruslah digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup saja, dan bukan sebagai tujuan hidup itu sendiri. Kita meyakini bahwa apa yang kita petik dari dunia ini sebenarnya hanyalah sandaran sementara yang tak pernah kekal. Dan Allah SWT telah menjelaskan bahwa rahmat yang sesungguhnya bagi kita bukanlah semua perkara yang fana itu, melainkan anugerah dari-Nya berupa hidayah iman dan taqwa yang akan menjadi sebab keselamatan bagi manusia dalam kehidupan akhirat yang lebih kekal nanti. Dan insyaa’Allaah kita telah beruntung selama kita telah beriman serta berusaha mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya sesuai keterbatasan kita. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 32)
“Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 35)
Demikianlah bagaimana Allah SWT menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman tentang hakikat keterbatasan duniawi yang mungkin mereka miliki, yang sebenarnya itu semua bukanlah masalah yang harus dikeluhkan. Mereka yang tak mampu secara materi tak perlu berlebihan berkeluh-kesah, berputus asa, atau menyimpan perasaan negatif terhadap mereka yang mampu, karena memang kebaikan akhirat tak hanya dapat diraih dengan sarana materi belaka. Mereka pasti akan tetap memiliki jalan keluar dalam urusan dunia mereka, insyaa’Allaah, dan mereka juga selalu memiliki kesempatan yang sama untuk dapat berbuat baik sebagaimana mereka yang mampu. Dan demikian halnya dengan mereka yang mampu, mereka akan merasa menyesal ketika mungkin terlanjur atau telah tanpa sadar merendahkan orang lain yang tak mampu. Mereka justru akan berusaha membantu yang tak mampu untuk menambal keterbatasannya. Semua akan bekerja sesuai peran yang dicenderunginya dengan keterbatasan masing-masing, yang akhirnya akan dengan sendirinya membentuk keselarasan hidup. Sesungguhnya, semua orang-orang yang beriman memiliki tujuan yang sama di samping segala perbedaan peran dan kemampuan mereka, yaitu mencapai ridha dan rahmat Allah SWT.
Semoga Allah SWT menganugerahi kita kemudahan dalam segala usaha kita di dunia ini serta meridhai usaha tersebut sebagai bekal kebaikan di akhirat kelak, dan juga memudahkan kita dalam menjauhi kemungkaran yang mengakibatkan penyesalan. Kita tidak pernah tahu nasib keselamatan kita di akhirat nanti, namun Allah SWT telah memberitahukan bahwa sebab yang dikehendaki-Nya untuk kita tempuh demi keselamatan kita di akhirat adalah minimal menghindari keburukan dan kejahatan yang tentu dibenci-Nya. Dan jikapun kita beramal kebaikan, namun takut amal kebaikan tersebut tidak diridhai oleh Allah SWT, maka menyerah sajalah kepada-Nya dan akui saja bahwa kita pun benar-benar tak mampu sepenuhnya menjaga niat dan amal kita, agar Allah SWT sendiri yang menolong kita dengan penjagaan-Nya. Akuilah bahwa kita memang terlalu lemah untuk berusaha sendiri menghindari keburukan-keburukan batin seperti sifat sombong, dengki, ‘ujub atau bangga diri, dan segala bentuk gangguan hati lainnya, lalu kita memohon agar Dia menjauhkan kita dari semua keburukan itu, serta mengampuni kita atas segala kesalahan yang tidak kita maksudkan.
Oleh karena itulah, sebaiknya kita tak perlu terbebani oleh anggapan-anggapan ataupun tuduhan orang lain, karena kita pun tidak pernah diperintahkan untuk meminta persetujuan atau pahala dari mereka, bahkan mereka pun tak pernah mampu memberikan pahala kepada diri mereka sendiri jikapun mereka berusaha sekuat tenaga. Dan sesungguhnya satu-satunya Dzat yang mampu memberikan pahala kepada manusia hanyalah Allah SWT, begitu juga dengan balasan siksa atas kesalahan. Kita semua hanyalah makhluq yang sama-sama memiliki kemampuan terbatas dan sangat lemah, yang kadang memang berbuat salah tanpa sadar. Kita juga sama-sama tak mampu menentukan keselamatan bagi siapapun dan bahkan bagi diri kita sendiri. Maka biarlah Allah SWT yang menjadi Penolong. Kita ambil saja nasehat yang bermanfaat dari orang lain, dan kita tinggalkan selainnya. Doakan saja semoga semua hati kita tersembuhkan dari benih-benih negatif yang meresahkan, agar semuanya dapat bersatu dalam ikatan iman yang tentunya lebih diridhai oleh Allah SWT. Dan biarkanlah masing-masing berbahagia dengan canda-tawa dan caranya sendiri-sendiri, karena memang semua bentuk keadaan hidup di dunia ini bagi orang-orang yang beriman adalah anugerah kebaikan dan kebahagiaan. Maka tetaplah berdoa untuk kebaikan ummat ini. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari kesesatan dan mengampuni segala kekurangan dan keterbatasan kita. Dan semoga akan semakin banyak orang-orang yang berhijrah dari agama nenek moyang mereka kepada agama Allah SWT yang sempurna ini. Hanya dari dan milik Allah SWT sajalah segala kebenaran, hidayah dan taufiq.
Wallaahu a’lam.