Eramuslim – Lahirnya doktrin murji’ah muncul bersamaan dengan kemunculan ulama penguasa, yaitu disaat sistem kerajaan lahir dan sistem khilafah lenyap. Bersamaan degan lahirnya doktrin murji’ah ini, terjadinya pemisahan antara Penguasa dengan Al-Qur’an.
Pandangan iman dari penganut doktrin murji’ah ini, bisa digambarkan bahwa iman adalah pembenaran dengan hati da n pernyataan dengan lisan saja. Para penganut doktrin ini tidak memasukkan amal dari bagian makna iman. Mereka – penganut murji’ah mengatakan, bahwa iman adalah pembenaran dan kemaksiatan (kemungkaran) tidak akan membahayakan iman. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat syahaadat, “la ilaha illallah” kami hukumi ia sebagai Islam, tanpa penduli apa yang ia katakan atau perbuat setelahnya.
Penganut doktrin murji’ah mengesampingkan semua kaidah nawaqidhul iman (hal-hal yang membatalkan iman) yang diterangkan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan statemen-statemen fuqaha yang terperpecaya. Ibnu Asakir, meriwayatkan melalui jalur An-Nadhar bin Syumail, berkata, “Saya masuk ke tempat Khalifah Al-Makmun, lalu dia bertanya, “Bagaimana kabarmu pagi ini, wahai Nadhar?”. Saya menjawab, “Baik-baik saja, wahai Amirul Mukminin.” Dia bertanya lagi, “Apakah murji’ah itu?”. Saya menjawab, “Murji’ah adalah agama yang menyesuaikan dengan para raja. Mereka mendapatkan kekayaan dunia dengan agama dengan mengurangi agama mereka”. Al-Makmun berkata, “Kamu benar”, ucapnya.
Para fuqaha kerajaan mengambil doktrin tersebut hingga para ulama meneliti dan mengistilahkan mazhab murji’ah sebagai agama (keyakinan) yang disukai para raja. Menurut mazhab ini, para penguasa tetaplah menjadi muslim, mereka tetap sebagai walliyul amri (pemegang urusan kita) yang berhak ditaati, walaupun mereka merampas harta kita dan mencambuk punggung kita. Umat ini tetap harus berkata, “Kami rela”. Ya, mereka tetap muslim, walaupun mengambil harta rakyat dan mencambuk punggung.
Fuqaha kerajaan itu lebih melonggarkan lagi kepada mereka dengan tambahan, walau para penguasa melecehkan harga diri dan menumpahkan darah kita, walau mereka berteriak dengan kata dan perbuatan seperti para pendahulunya dengan sesumbar, “Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir dibawahku, maka apakah kamu tidak melihat (nya)?. (Az-Zukhruf : 5)
Walaupun, para penguasa tersebut terang-terangan mengatakan ketidak-cocokan hukum syariah untuk zaman sekarang! Walau mereka mengambil pelindung dari musuh-musuh Allah! Walau mereka berperang dan memberangkatkan tentara untuk berperang dibawah panji-panji Yahudi dan Nashrani untuk membunuh muslimin. Dan walau .. walau .. yang lain.
Fuqaha kerajaan beralasan itu : Bukankah penguasa tersebut menunaikan shalat idul Fithri dan idul Adha? Bukankah dia merayakan maulid Nabi? Bukankah dia berzina dengan alasan nikah (mut’ah) yang dibolehkan oleh para fuqaha? Bukankah ketika penguasa menelanjangi muslim dan muslimah yang bukan budak diberbagai penjara, dan menyiksa mereka ada dalilnya yaitu perkataan Ali kepada utusannya Hatim Abu Balta’ah, “Kelurkan suratmu atau kami akan menelanjangimu?”. Bukankah penguasa boleh membunuh seperti rakyatnya agar dua pertiga rakyatnya menyerah kepada dirinya! Semuanya itu ada dalil-dalinya menurut anggapan para ulama palsu saat ini. Madzhab murji’ah ini karena begitu longgarnya , berisikan banyak dari para Musailamah, yang suka berbohong.
Itulah yang kebanyakan terjadi pada para imam dakwah dan ilmu agama dari kelompok murji’ah modern pada masa sekarang ini, baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup dan berbuat demikian.
Hal yang patut digarisbawahi mengenai aliran ini adalah mereka bersedia bertenggang rasa pada perilaku para raja dan penguasa, tetapi mereka tidak mau bertenggang rasa pada para mukmin.
Mereka berani menghukum orang-orang mukmin yang ingin menegakkan Islam sebagai penghuni neraka, membunuh, menyiksa, memotong tangan dan kakinya, serta mengusir dari tempat tinggal mereka. Inilah fenomena yang terjadi di dunia Islam saat ini. Betapa banyak mereka yang ingin menegakkan Islam, kemudian harus mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari para penguasa, dan mendapatkan dukungan para ulama murji’ah.
(Sumber: Buku Da’wah Al-Muqawwamah Al-Islamiyyah Al-‘Alamiyyah’ atau Perjalanan Gerakan Jihad (1930 – 2002) Sejarah, Eksperimen, dan Evaluasi, karya : Abu Mush’ab As-Suri)
+++