Kebahagiaan, inilah yang paling banyak dicari orang. Andai, kebahagiaan itu dijual di pasar, mungkin banyak diantara kita yang rela mengantri demi mendapatkannya. Namun sayang, kebahagiaan bukanlah barang dagangan yang bisa diperjualbelikan. Kebahagiaan bukanlah diukur dari paras yang rupawan, bukan juga dari harta yang bergelimpangan, atau dari kedudukan yang melenakkan. Semua itu bukanlah arti kebahagiaan yang sesungguhnya, karena kebahagiaan pada dasarnya tidaklah bersifat jasadyah (tampak).
Orang yang menganggap bahwa kebahagiaan itu ada pada materi belaka, sungguh dia telah keliru. Materi sejatinya hanya bisa dijadikan alat untuk mencapai kebahagiaan, bukan tujuan kebahagiaan itu sendiri. Namun di era milenium saat ini, banyak orang yang keliru mengartikan makna sebuah kebahagiaan. Mereka justru menjadikan materi sebagai tujuan kebahagiaannya. Padahal, apakah dengan paras yang rupawan, harta yang melimpah ruah, serta kedudukan yang tinggi, akan menjamin hidup kita akan bahagia ? Sekali-kali hal itu tidaklah mampu memberikan jaminan kebahagiaan untuk kita.
Lihatlah, betapa banyak orang yang harus dirawat di rumah sakit, hanya karena ingin tampil menarik. Mereka merombak apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Bentuk tubuh yang memang sudah Allah ciptakan sedemikian rupa, mereka rubah sesuai dengan keinginan nafsunya. Ciptaan manusia tidaklah ada yang sempurna, sekalipun dengan jalan operasi akan membuat kita tampil jauh lebih menarik dari sebelumnya, tapi ingatlah, suatu saat seiring bertambahnya usia, kulit yang kencang dan mulus pun akan ikut berkerut, dan kebahagiaan semu pun akan mulai memudar. Pun halnya dengan kekayaan dan kedudukan. Sekaya apapun kita, itu tidak lantas membuat kita dapat membeli kebahagiaan. Di Negara penganut faham komunisme misalnya, banyak orang yang rela mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Padahal, mereka adalah orang-orang yang taraf ekonominya di atas rata-rata. Kegersangan hati, dan keringnya jiwa dari nilai-nilai Ilahiyah lah yang membuat mereka tak memahami arti kebahagiaan hakiki. Sehingga, timbul lah kejenuhan hidup, meskipun semua hal telah diraih di dunia ini, mulai dari paras yang menawan, harta yang bergelimpangan, serta kedudukan yang menggiurkan.
Berbeda dengan para sahabat Rasul salallahualaihiwasallam, kita mengingat beberapa orang sahabat radiallahuanhum, salah satunya adalah sahabat yang memiliki kedudukan disisi Rasulullah dan harta yang berlimpah, Abburrahman bin Auf. Tak seperti orang yang menjadikan materi sebagai tujuan kebahagiaannya, Abdurrahman bin Auf, justru menjadikan materi sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Harta yang dimilikinya, beliau sedekahkan dijalan Allah. Beliau amanahkan saluruh hartanya untuk dakwah dan keperluan Jihad Fi Sabilillah. Beliau merasakan kebahagiaan, ketika mampu berbuat sesuatu untuk islam, untuk agama Allah yang mulia ini. Ya, itulah kebahagiaan.
Pahamilah, bahwa kebahagiaan itu masalah hati. Kebahagiaan tidak bisa kita indra dengan mata kita, tapi bisa kita rasakan dengan hati kita. Kebahagiaan adalah hati yang tentram, dan jiwa yang tenang. Dan itu semua hanya bisa kita dapatkan tatkala kita mengingat Allah Ta’ala. Allah berfirman dalam surat Ar-rad ayat 28 :
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Hanya dengan mengingat Allah lah kita akan merasakan kebahagiaan. mengingat Allah tak hanya dalam gerakan saat shalat semata. Mengingat Allah haruslah setiap saat, dengan cara mematuhi segala aturan-Nya, dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Islam adalah alasan kita untuk tetap merasakan kebahagiaan, karena islam adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan yang hakiki. Apakah ada alasan lain yang membuat kita tak merasa bahagia ? Sedangkan Allah telah meridhai agama yang mulia ini ?
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (Al Maidah :3)
mengertilah, hanya dengan terikat oleh syariat islam lah kehidupan ini akan menjadi jauh lebih bahagia dari apa yang kita rasakan sebelumnya. Tak ada alasan untuk menolak kebahagiaan yang telah Allah tawarkan melalui Islam. Ya, hanya islam yang mampu menentramkan hati, menenangkan jiwa, memuaskan akal, dan sesuai dengan fitrah manusia. Karena islam adalah agama yang bukan hanya sekedar ritual belaka, di dalamnya terdapat berbagai macam petunjuk untuk menuju jalan kebahagiaan. Semoga, untuk selanjutnya kita semakin memahami arti kebahagiaan dengan memilih islam sebagai pandangan untuk menjalani kehidupan. aamiinn ya rabbal aalamiin