Dalam hadits terdapat dalil yang menunjukkan betapa tanggung jawab setiap orang yang memegang kendali urusan rakyat itu sangat besar dan berat, para pemimpin baik dalam skala besar maupun kecil, termasuk juga kepemimpinan seorang lelaki terhadap keluarganya. Oleh karena itu, kewajiban orang yang memegang kendali urusan kaum muslimin, untuk menjaga hak-hak mereka dengan penuh tanggung jawab, tanpa berlaku curang. Di antara bentuk sikap pemimpin yang berlaku khianat terhadap amanat yang diembannya adalah bila ia tidak mengenalkan syariat Islam yang harus dikenalkan kepada mereka, atau menyia-menyiakan kewajibannya untuk menjaga syariat, atau tidak melakukan pembelaan dari tindakan-tindakan yang menyelewengkan agama, atau menyepelekan hukum had pada masyarakat, atau menyia-nyiakan hak rakyat, tidak melindungi apa yang menjadi milik mereka, tidak memerangi musuh, atau tidak berlaku adil dalam memerintah. Ini semua adalah tindakan mengkhianati rakyat.
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan bahwa itu semua termasuk dosa besar yang membinasakan, yang menjauhkan dari surga. [lihat Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 2/345] Atas dasar itu semua, maka betapa besar ancaman terkait khianat dan kecurangan pemimpin terhadap rakyatnya. Sehingga diharamkan melakukan penipuan dan kecurangan terhadap rakyat. Karena ini termasuk dosa besar. Mengingat hal tersebut akan menghalangi seseorang masuk surga. Dan sungguh keras larangan terkait pemimpin yang tidak tulus dalam menasihati rakyatnya.
Nasihat di sini dalam artian melakukan hal-hal yang bisa mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya, dengan memenuhi kemaslahatan dan hak-hak mereka. Tindakan ini termasuk dalam jajaran dosa besar. Karena orang yang meninggal dalam kondisi seperti ini, akibatnya Allâh menghalanginya surga atas dirinya. Tindakan khianat dan curang pemimpin terhadap rakyatnya mempunyai dimensi yang beragam.
Di antara bentuknya adalah menyepelekan masalah penerapan syariat Allâh; juga memberi keputusan hukum di antara para rakyat bukan dengan hukum yang telah Allâh Azza wa Jalla turunkan; tidak menaruh perhatian terhadap masalah penegakan agama Allâh Azza wa Jalla , amar makruf dan nahi mungkar. Juga tidak memperhatikan nasib dan kemaslahatan rakyat; dan membuat jarak dan sekat terhadap para rakyat serta menutup diri sehingga tidak berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Termasuk bentuk tindakan khianat dan curang adalah membiarkan para pelaku kriminal berbuat kerusakan di muka bumi, baik dengan merusak moral dan akhlak manusia, menjarah harta, dan juga menodai kehormatan manusia, tanpa melakukan upaya pencegahan, baik dengan menjatuhkan hukuman hadd ataupun ta’zîr kepada mereka.
Bentuk lain dari kecurangan pemimpin adalah memberikan jabatan dan kedudukan atas dasar pilih kasih, sehingga mengangkat pejabat yang tidak kapabel dalam bidangnya, baik itu terkait jabatan kepemimpinan suatu wilayah, hakim, kementrian, ataupun lainnya.
Kita berdoa agar Allâh memberi bimbingan dan taufiq kepada para pemimpin kita, agar tercipta negeri yang adil dan makmur, di bawah lindungan hukum Allâh dan Rasul-Nya. Refrensi: Minhat al-‘Allâm 10/ 223 dan Taudhîhul Ahkam 7/416. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Footnote [1] Nasihat sendiri secara bahasa artinya ucapan yang terkandung di dalamnya seruan untuk menuju perbaikan dan melarang kerusakan. Sedangkan secara istilah nasihat adalah suatu kata yang cakupannya komplek menyeluruh, di mana seseorang melakukan (menunaikan) bentuk-bentuk kebaikan terhadap orang yang dituju, baik dalam tataran kehendak maupun aksi perbuatan. (Shiyânatu Shahîh Muslim hal 223). (Almanhaj)