Dalam sejarah keagamaan manusia, mungkin hampir bisa dipastikan bahwa jalan cerita keagaman setiap kelompok manusia selalu sama, di mana suatu kelompok manusia atau sebuah kaum akan menyimpang dalam keyakinan mereka tentang Tuhan, kemudian Tuhan mengutus seorang atau beberapa orang utusan kepada mereka untuk meluruskan keyakinan mereka tersebut melalui wahyu dari-Nya yang kemudian tercatat dalam lembaran-lembaran kitab. Kemudian, sepeninggal utusan mereka tersebut, dan seiring berjalannya waktu, generasi berikutnya dari kaum tersebut menjadi menyimpang kembali dari ajaran yang telah diluruskan sebelumnya, yang kemudian Tuhan pun kembali mengirim utusan selanjutnya untuk meluruskan penyimpangan yang telah terulang tersebut. Dan demikianlah kurang lebih jalan sejarah keagamaan manusia selalu terulang kembali, di mana para utusan akan selalu dikirimkan untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di antara ummat manusia, hingga akhirnya tiba seorang utusan penutup di akhir zaman membawa agama kebenaran yang menyempurnakan agama-agama mereka.
Dan jika ditarik persamaan antara semua agama yang memiliki kitab, maka hampir semua agama tersebut memiliki ajaran tentang monotheisme atau tauhid. Dan hampir semua penyimpangan yang selalu berulang dalam sejarah keagamaan manusia adalah penyimpangan atas monotheisme atau tauhid tersebut, di mana semestinya mereka harus mengesakan Tuhan dalam penyembahan, namun mereka justru menyekutukan-Nya, dengan menjadikan sebagian perantara untuk mengenali Tuhan justru sebagai sembahan di samping Tuhan itu sendiri.
Seandainya setiap pemeluk agama yang memiliki kitab bersedia untuk lebih mendalami konsep monotheisme dalam kitabnya masing-masing, maka mereka pun akan harus menjauhi penggambaran Tuhan dengan wujud-wujud yang memiliki kelemahan dan keterbatasan, karena Tuhan Yang Maha Esa itu tidak mungkin memiliki kelemahan dan keterbatasan. Dan ketidakterbatasan Tuhan itulah yang menyebabkan manusia hingga tak sanggup menggambarkan-Nya secara utuh dalam ruang berfikir mereka yang sangat terbatas. Justru ketika manusia memaksa ruang berfikir mereka untuk dapat menampung hakikat wujud Tuhan secara utuh, maka ruang berfikir mereka itu pun akan pasti pecah dan rusak, ibarat kantong plastik yang harus diisi air lautan secara paksa. Oleh karena itu, sebenarnya ketika wujud Tuhan justru dapat terjangkau oleh alam fikiran manusia secara utuh, maka pasti itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
Ummat Hindu menyembah para dewa atau tuhan-tuhan yang wujudnya dapat terjangkau oleh alam fikiran manusia, meskipun di dalam ajaran mereka sendiri juga terdapat pesan-pesan tentang monotheisme atau tauhid. Tak berbeda halnya dengan agama-agama lain yang semacamnya, seperti Buddha dengan dewa-dewanya, Yahudi dan Kristen dengan Tuhan anaknya, dan seterusnya; semua keyakinan tersebut memiliki sembahan-sembahan yang justru memiliki kelemahan dan keterbatasan.
Dan di sinilah, Islam, yang merupakan agama penutup akhir zaman, datang untuk memurnikan kembali monotheisme atau ajaran tauhid tersebut, mengakhiri penyekutuan manusia terhadap Tuhan mereka Yang Maha Esa. Ummat Hindu dan Buddha memang menyembah Tuhan Yang Maha Esa, namun mereka juga menyembah dewa-dewa sebagai tuhan selain-Nya. Ummat Yahudi dan Kristen juga menyembah Tuhan Yang Maha Esa, namun mereka juga menganggap bahwa Tuhan memiliki anak atau telah melahirkan tuhan yang lain untuk harus juga disembah dan diagungkan. Padahal, sebenarnya apa yang mereka sembah selain Tuhan Yang Maha Esa tersebut hanyalah perantara atau jalan untuk mengenal Tuhan itu sendiri. Demikianlah penyekutuan ummat beragama terhadap Tuhan yang semestinya harus mereka esakan. Dan penyekutuan atau syirik inilah yang merupakan dosa terbesar bagi orang-orang yang mempercayai adanya Tuhan, yang bahkan syirik tersebut akan dinilai sebagai sikap yang sama dengan mengingkari adanya Tuhan itu sendiri. Islam telah menegaskan bahwa kedudukan seorang musyrik atau pelaku penyekutuan Tuhan adalah sama seperti orang-orang kafir yang mengingkari Tuhan. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putra Maryam.’” (Al-Maaidah: 17)
Dari ayat tersebut, meskipun ia ditujukan bagi para penyembah Yesus atau Isa al-Masih putra Maryam, kita bisa menyimpulkan bahwa meskipun manusia telah meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, mereka akan justru disebut kafir atau ingkar Tuhan karena telah menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa tersebut dengan selain-Nya, atau dengan utusan Tuhan itu sendiri. Dan tampaknya itulah yang selama ini menjadi masalah utama bagi hampir semua agama manusia, kecuali agama Islam
Dan semenjak agama Kristen merupakan agama yang paling banyak jumlah penganutnya di dunia saat ini, di samping juga karena hanya ummat Kristen sajalah yang pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk bisa hidup rukun dengan ummat Islam, serta berdasarkan pesan di dalam al-Qur’an yang memperingatkan agar kita tidak menuduh Allah SWT telah mengambil seorang anak, maka tulisan ini akan lebih menekankan tentang agama Kristen dan ummatnya, beserta kaitannya dengan monotheisme atau ajaran tauhid. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Sesungguhnya akan kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya akan kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang Nasrani (ummat Kristen)’. Yang demikian itu adalah karena di antara mereka (orang-orang Nasrani) itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (Al-Maaidah: 82)
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya; Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata: ‘Allah telah mengambil seorang anak’; Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah besarnya (keburukan) kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (Al-Kahfi: 4-5)
Dalam ajaran agama Kristen, Tuhan diyakini sebagai Dzat Pencipta yang memiliki tiga kepribadian, yaitu Allah Bapa, Putra dan Ruh Kudus. Namun demikian, ummat Kristen diharuskan untuk meyakini bahwa tiga kepribadian tersebut adalah satu pada hakikatnya. Artinya, agama Kristen dalam keyakinannya mengajarkan bahwa Tuhan itu adalah Maha Esa, yaitu satu atau tunggal yang tiada duanya, namun dalam praktiknya, ia mengajarkan bahwa Tuhan yang harus diagungkan dan disembah itu adalah tiga Tuhan. Terlepas dari kebingungan kita dalam memahami dan membenarkan konsep ‘satu namun tiga’ tersebut, pada kenyataannya, konsep yang disebut Tritunggal atau Trinitas itu pun juga tidak pernah secara tegas disebutkan di dalam kitab Injil itu sendiri, melainkan hanya dilandasi oleh dalil-dalil yang samar dan lemah dari ayat-ayatnya, dan tak pernah melalui pernyataan yang kuat dan mantap, misalnya pernyataan yang semestinya diungkapkan sendiri oleh Yesus seperti, “Aku adalah Yesus, Tuhan di samping Allah” atau “Sembahlah aku bersama Allah”, dan ungkapan-ungkapan lain yang semacam itu. Mereka justru hanya mengambil dalil-dalil yang sangat rapuh yang begitu sulit untuk dijadikan sandaran. Dan di antara dalil yang digunakan oleh agama Kristen untuk menguatkan ajaran Tritunggalnya tersebut adalah salah satunya ayat Injil yang berikut ini:
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui aku.” (Yohanes 14:6)
Dalam hal ini, terlepas dari apakah ayat Injil tersebut benar-benar murni dan masih belum ternodai oleh campur tangan manusia ataukah sebaliknya, tetap saja kita tidak akan bisa menerima ayat tersebut sebagai landasan atau dalil bagi keyakinan bahwa Yesus adalah salah satu dari tiga Tuhan dalam konsep Tritunggal. Kita tidak bisa membenarkan bahwa ungkapan ‘Akulah jalan’ adalah makna lain dari ‘Akulah Tuhan’, sebagaimana tidak mungkin bagi kita untuk menyamakan antara misalnya sebuah ‘kota’ yang kita tuju dengan ‘jalan’ yang melaluinya kita dapat sampai kepada kota tersebut, karena kota adalah kota, sedangkan jalan menuju kota adalah sesuatu yang terpisah dari kota itu sendiri. Ketika kita bermaksud untuk pergi ke Jakarta, misalnya, sedangkan keberadaan kita saat itu adalah di Surabaya, maka apakah lantas semua jalan sepanjang Surabaya menuju Jakarta adalah bagian dari Jakarta itu sendiri? Tentu tidaklah mungkin demikian. Pasti akan sangat aneh ketika misalnya kita baru sampai di Semarang lantas kemudian kita mengatakan, “Inilah Jakarta”, dan demikianlah seterusnya. Maka dari itu, keyakinan yang menyimpulkan bahwa ‘jalan’ adalah bagian dari ‘kota’ itu sendiri sebenarnya adalah keyakinan yang terlalu dipaksakan. Sesungguhnya Tuhan adalah Tuhan, sedangkan jalan menuju Tuhan adalah sesuatu yang terpisah dari Tuhan itu sendiri, sehingga pernyataan Yesus yang menyebutkan “Akulah jalan” sangatlah tidak tepat jika diartikan sebagai “Akulah Tuhan”.
Di samping itu, bahkan, konon konsep Tritunggal tersebut pun juga baru mulai diresmikan pada sebuah pertemuan yang disebut Konsili Nicea I yang dihimpun oleh seorang Kaisar Romawi pada tahun 325 M. Padahal, seharusnya tidak pantas jika Tuhan membutuhkan peresmian dari makhluq-Nya, karena tanpa diresmikan sekalipun, Tuhan tetaplah Tuhan untuk selamanya. Dan lebih dari itu, di dalam Injil sendiri juga telah disebutkan secara sangat jelas dan tegas bahwa Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa, Satu atau Tunggal, yang tiada sesuatupun yang bisa diserupakan dengan-Nya, yang mana itulah bentuk pesan monotheisme atau tauhid di dalam Injil itu sendiri. Dan Injil juga menyebutkan bahwa Yesus atau Isa AS hanyalah seorang rasul atau ‘utusan’ Tuhan semata, dan bukan bagian dari Tuhan itu sendiri. Di dalam Injil disebutkan berikut ini:
“Maka sebab itu besarlah Engkau, ya Tuhan Allah, karena tiada yang dapat disamakan dengan Dikau dan tiada Allah melainkan Engkau, menurut segala yang kami dengar dengan telinga kami.” (Samuel 7:22)
“Maka jawab Yesus kepadanya, ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah olehmu, hai orang-orang Israel, adapun Allah Tuhan kita, Dialah Tuhan yang Esa.’” (Markus 12:29)
“Dengarlah, hai orang Israel. Tuhan adalah Allah kita. Tuhan adalah satu.” (Ulangan 6:4)
“Maka aku tidak boleh berbuat satu apapun dari mauku sendiri. Seperti aku dengar, begitulah aku hukumkan, dan hukumku itu adil adanya, karena tiada aku coba menuruti mauku sendiri, melainkan maunya Bapa yang sudah mengutus aku.” (Johanes 5:30)
Dari beberapa ayat tersebut saja kita bisa menarik kesimpulan bahwa Yesus sendiri ternyata juga telah mengucapkan syahadat, yaitu bersaksi bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang mana tiada sesuatu pun yang dapat diserupakan dengan-Nya, dan bahwa dirinya hanyalah seorang rasul atau utusan Allah SWT yang hanya mendengar wahyu dari Allah SWT, yang mana melalui perantara beliaulah ajaran dan hukum-hukum Allah SWT tersampaikan kepada kaumnya. Dan syahadat semacam ini jugalah yang telah diajarkan oleh junjungan ummat Islam, Rasulullah Muhammad SAW, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT, dan bahwa beliau hanyalah utusan Allah SWT sebagaimana para utusan lain sebelumnya.
Dan jika kita sandingkan ayat-ayat Injil yang telah disebutkan tersebut dengan ayat-ayat al-Qur’an yang semakna, maka kita akan semakin meyakini bahwa memang Injil dan al-Qur’an adalah dua kitab yang sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Allah Yang Maha Esa. Namun tentu sangatlah sulit dimengerti jika sebagian besar ayat dari keduanya sama-sama memiliki keterkaitan dan keselarasan, sedangkan sebagian lainnya justru saling bertentangan dan bertolak belakang, seperti misalnya ketika Allah SWT menyebutkan di dalam Injil-Nya bahwa Dia telah mempunyai anak, sedangkan di dalam Qur’an-Nya Dia justru mengharamkan pernyataan bahwa Dia telah mengambil seorang anak. Dan di sinilah tampak semakin jelas bahwa pastinya ada di antara salah satu dari dua kitab tersebut yang benar-benar telah terdapat penyimpangan di dalamnya. Dan biasanya, sebuah pelurusan atas penyimpangan itu akan pasti dilakukan setelah penyimpangan itu terjadi.
Dan berikut inilah terjemahan beberapa ayat al-Qur’an yang memiliki makna serupa dengan beberapa ayat Injil tersebut, yang sekaligus menjelaskan sebab perselisihan antara agama islam dan agama Kristen
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.” (Asy-Syuuraa: 11)
“Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu; Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan; Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia’.” (Al-Ikhlaash: 1-4)
“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya (sendiri); Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
“Manusia itu adalah umat yang satu; (setelah timbul perselisihan,) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu, dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 213)
Demikianlah beberapa dari banyak ayat al-Qur’an yang selaras dengan beberapa ayat Injil yang telah disebutkan sebelumnya, yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT dan bahwa para utusan-Nya hanyalah manusia biasa seperti ummatnya, yang mana juga memiliki kebiasaan manusiawi seperti makan, minum, berjalan di pasar, istirahat, dan seterusnya, yang itu semua telah cukup menjadi bukti bahwa mereka bukanlah Tuhan atau bagian dari Tuhan itu sendiri. Allah SWT lebih lanjut menegaskan itu semua di dalam beberapa ayat al-Qur’an, sebagaimana yang artinya berikut ini:
“Katakanlah: ‘Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul (utusan)?’” (Al-Israa’: 93)
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan berupa beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui; Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.” (Al-Anbiyaa’: 7-8)
“Mereka berkata: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah oleh nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.” (Ibrahim: 10)
Dan di sana masih terdapat banyak ayat dalam Injil maupun al-Qur’an yang mempertegas bahwa konsep monotheisme atau tauhid adalah sebuah kepastian yang tidak bisa dipengaruhi oleh keraguan ataupun sekedar prasangka, dan bahwa sosok-sosok yang memiliki kelemahan dan keterbatasan bukanlah Tuhan, karena Tuhan sangatlah suci dari segala kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itulah, keyakinan yang selama ini telah menjadi pegangan ummat Kristen tentang Tuhan mereka, yaitu faham Tritunggal, adalah tidak dapat diterima atau tertolak kebenarannya, berdasarkan dalil akal maupun dalil ayat-ayat Injil itu sendiri, dan terlebih lagi berdasarkan dalil ayat-ayat al-Qur’an. Semua kesimpulan tentang Tritunggal adalah kesimpulan yang salah dan dipaksakan.
Maka dari itu, di sini agama Islam telah menawarkan kebenaran kepada ummat Kristen, juga kepada ummat agama-agama lainnya, yang mana kebenaran tersebut telah terbukti dapat menyembuhkan berbagai macam penyimpangan, baik penyimpangan dalam cara berfikir tentang bagaimana mengenal Tuhan, penyimpangan dalam ritual penyembahan Tuhan, penyimpangan dalam perkara sosial, keadilan ekonomi, kehormatan, dan seterusnya. Dan jika mungkin Ummat Kristen masih meragukan kebenaran Islam, mereka tetap dipersilahkan untuk membandingkan secara langsung antara ajaran Islam dengan ajaran Kristen itu sendiri, misalnya dalam beberapa permasalahan berikut ini:
– Menyelamatkan kehormatan lahir dan batin
Islam mengajarkan ummatnya agar mereka melaksanakan perkara-perkara yang dapat menyelamatkan diri mereka sendiri dan orang lain, yang di antaranya adalah dengan memerintahkan mereka untuk menutup aurat. Setiap orang dari ummat Islam diharuskan menutup auratnya dengan sempurna ketika mendatangi tempat-tempat umum, demi mencegah potensi negatif yang mungkin muncul dalam diri orang lain disebabkan oleh keberadaannya. Selain hal tersebut akan lebih aman bagi dirinya sendiri, orang lain pun juga akan menjadi aman dari pemandangan negatif yang dapat mengganggu batin mereka hingga memicu tindakan merugikan yang tak diharapkan. Karena pada kenyataannya, perilaku merugikan dan merusak yang banyak terjadi adalah disebabkan oleh potensi-potensi manusiawi yang tidak diamankan secara seharusnya. Maka dalam hal ini, apakah agama Kristen telah memberikan aturan menutup aurat dengan tegas dan jelas? Seperti apakah batasan-batasan dalam agama Kristen antara yang dilarang dan yang diperbolehkan untuk tampak dalam perkara aurat?
– Kesenjangan jumlah jiwa antara laki-laki dan perempuan
Menghadapi fenomena kesenjangan jumlah jiwa antara laki-laki dan perempuan, yang mana jumlah perempuan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki, Islam memperbolehkan kaum laki-lakinya yang mampu secara materi dan sanggup bersikap adil untuk menikahi satu sampai empat orang istri, yang di antara hikmahnya adalah untuk menolong wanita-wanita janda yang merawat sendiri anak-anak mereka; menekan jumlah penyimpangan pergaulan yang bisa saja dilakukan oleh selisih jumlah wanita karena tidak memperoleh ‘jatah pasangan’; menyelamatkan nilai-nilai terhormat tentang nasab atau keturunan, di mana istri kedua harus diperkenalkan dengan istri pertama, dan seterusnya, agar antara keturunan masing-masing tidak sampai terjadi nikah sesama saudara atau hubungan sedarah, dan juga agar tidak terjadi fitnah yang lebih besar karena pernikahan yang tidak saling diberitahukan; dan hikmah-hikmah lain yang semacam itu. Maka dalam permasalahan ini, solusi apakah yang telah benar-benar dipersiapkan oleh agama Kristen? Apakah selisih jumlah wanita yang tidak memperoleh ‘jatah pasangan’ lantas boleh berbuat bebas dalam pergaulan mereka dengan alasan tersebut? Dan masih banyak lagi pertanyaan lain tentang hal tersebut untuk agama Kristen.
– Bahaya minuman keras
Semua manusia tentu mengerti dampak buruk dari minuman keras. Dan Islam dalam sejarahnya telah berhasil menyadarkan suatu bangsa yang mana telah begitu terlilit oleh pengaruh minuman yang merusak tersebut. Dan kalau tidak salah, dalam ajaran agama Kristen tidak ada pelarangan minuman keras secara tegas, melainkan hanya dianjurkan agar tidak sampai berlebihan dalam meminumnya sehingga tidak sampai mabuk-mabukan. Mungkin mereka beralasan bahwa pada masa Yesus atau Isa AS memang tiada pelarangan yang tegas dalam hal tersebut. Namun demikian, kalaulah misalnya benar bahwa pada masa Yesus atau Isa AS minuman keras tidak secara tegas dilarang, maka itu bukan berarti bahwa untuk seterusnya minuman keras akan berstatus demikian, karena memang ketentuan hukum Tuhan itu akan bisa berbeda setiap zamannya. Dahulu, generasi awal nabi Adam AS masih diperbolehkan untuk menikah dengan sesama saudara, namun tentu tidak demikian untuk saat ini, baik karena alasan ilmiah dan kesehatan ataupun karena alasan kepantasan dan kehormatan. Di samping itu, pada kenyataanya, kerusakan di tengah-tengah manusia yang sering terjadi, seperti pergaulan bebas, kecelakaan lalu lintas, dan kerusakan yang lebih berat dari itu, adalah disebabkan oleh pengaruh minuman keras. Maka betapa sulitnya untuk menerima kebenaran agama Kristen jika ajarannya tidak mengharamkan minuman keras yang telah terbukti merugikan tersebut.
Dan tentu masih banyak lagi selain perkara-perkara tersebut yang menjadi kelebihan agama Islam yang tidak dimiliki oleh agama Kristen. Agama Kristen memang memiliki kebaikan-kebaikan yang serupa dengan Islam, seperti dalam hal budi pekerti, kasih sayang, kemanusiaan, hikmah dan keteladanan dari para nabi dan rasul serta orang-orang terpilih lainnya, dan juga kebaikan-kebaikan umum lainnya, karena memang keduanya sama-sama bersumber dari Satu Dzat Pencipta yang sama, yaitu Allah SWT, namun tentu kekurangan-kekurangan dan penyimpangan di dalam agama Kristen itulah yang sebenarnya telah menyebabkan agama Kristen menjadi tidak sempurna dan rapuh. Dan jikapun agama Kristen dilengkapi kekurangannya, sedikit demi sedikit hingga iapun menjadi sempurna, maka ketika kita menyaksikan agama Kristen telah disempurnakan, niscaya ketika itulah kita akan menyaksikan agama Islam, karena memang Islam diturunkan salah satunya adalah untuk meluruskan apa-apa yang menyimpang dari ajaran Yesus atau Isa AS akibat campur tangan manusia, sekaligus sebagai agama penyempurna bagi semua agama manusia di akhir zaman.
Di samping itu, seandainya kita bersedia untuk memperhatikan fenomena perpindahan keyakinan, baik dari agama Kristen ke agama Islam, atau sebaliknya, maka ketika kita memperhatikan orang-orang yang berpindah keyakinan dari agama Kristen ke agama Islam, kita akan mendapati bahwa kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mencari kebenaran dengan kesungguhan, tanpa kecenderungan terhadap materi atau motif apapun yang selain itu. Namun sebaliknya dengan orang-orang yang berpindah keyakinan dari agama Islam ke agama Kristen, di mana hampir kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang terpaksa mengganti agama mereka karena kecenderungan materi atau motif lain yang semacamnya, dan bukan berdasarkan usaha mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh.
Lebih dari itu, kalaupun seandainya seluruh ummat manusia bersedia untuk bersama-sama mencoba membandingkan antara agama Islam dan agama Kristen, dengan cara misalnya dalam masa lima tahun seluruh ummat manusia memeluk agama Kristen, kemudian untuk selanjutnya, hingga akhir usia mereka, semuanya memeluk agama Islam dengan taat; atau dengan pola sebaliknya, yaitu lima tahun memeluk agama Islam, kemudian untuk seterusnya memeluk agama Kristen semuanya; maka dari sini, apakah kira-kira perbedaan pengaruh antara dua pola tersebut bagi kehidupan manusia, atau perubahan apakah yang akan terjadi dalam kehidupan manusia akibat perpindahan keyakinan tersebut? Mungkin, dari pengandaian ini saja pun kita akan bisa membayangkan betapa akan semakin rusaknya pergaulan ummat manusia jika ummat Islam yang sudah secara baik-baik menjaga aurat dan kehormatan mereka, menjaga dan menafkahi empat orang istri dengan adil, menjauhi minuman keras, dan seterusnya, justru harus bersama-sama memeluk agama Kristen secara bersamaan, yang di dalamnya tiada perintah menutup aurat secara jelas, tiada aturan tentang poligami yang menyelamatkan nasib para janda dan anak mereka, tiada larangan tegas terhadap minuman keras, dan seterusnya. Dan tampaknya, kita akan bisa membayangkan betapa teraturnya kehidupan manusia jika semuanya memeluk agama Islam dengan taat, di mana dunia ini akan tentu menjadi lebih baik dan lebih damai. Namun bagaimanapun juga, ternyata Allah SWT memang telah menentukan dengan hikmah-Nya bahwa di dunia ini pasti akan ada yang memperoleh hidayah-Nya dan akan ada yang tidak, karena jika semuanya memperoleh hidayah-Nya untuk kemudian memperoleh keselamatan, tentunya Allah SWT tidak akan perlu mempersiapkan tempat tinggal yang menyakitkan di akhirat. Maka di sinilah kita mengerti betapa besarnya keberuntungan ummat manusia yang dianugerahi hidayah iman dan Islam.
Di samping itu, dalam keyakinan Tritunggal agama Kristen, jikapun memang Tuhan harus mengambil seorang anak, maka seharusnya yang lebih berhak untuk menjadi anak-Nya adalah Adam AS, dan bukan Yesus atau Isa AS, karena Yesus atau Isa AS tercipta dan terlahir melalui rahim seorang makhluq, sedangkan Adam AS tercipta justru tanpa melalui rahim makhluq apapun. Kemudian selain itu, jika memang Tuhan harus menebus dosa ummat manusia, tentu Tuhan tidak perlu merubah sepertiga dari diri-Nya sendiri untuk menjadi makhluq, melainkan cukup dengan mengampuni makhluq-mahkulq-Nya begitu saja tanpa syarat apapun, yang mana itu akan lebih pantas bagi Dzat Pencipta daripada Pencipta tersebut harus menjadi ciptaan-Nya sendiri. Maha Suci Tuhan dari keyakinan Tritunggal dan keyakinan-keyakinan lain yang semacam itu.
Dan seandainya setelah semua kenyataan tersebut ummat Kristen masih tetap meyakini bahwa Yesus atau Isa AS adalah anak Tuhan, maka setidaknya mereka akan perlu untuk mempertimbangkan ayat-ayat Injil yang berikut ini:
“Maka Aku telah mendapat Daud, hamba-Ku, dan Aku telah menyirami dia dengan minyak-Ku yang suci; Maka tangan-Ku akan menyokong dia selalu, dan lengan-Ku akan menguatkan Dia; … Ia pun akan memanggil akan Daku: ‘Engkau juga Bapaku, Allahku dan gunung batu selamatku!’; Maka Akupun akan menjadikan dia anak sulung, yang maha tinggi di atas segala raja-raja di bumi.” (Mazmur 89: 21-22, 27-28)
“Kemudian, kamu (Musa) harus berkata kepada Fir’aun, ‘Tuhan mengatakan ini: “Israel (Ya’qub) adalah anak-Ku yang sulung.” (Keluaran 4:22)
“Aku akan memimpin mereka pada jalan itu sebab Aku adalah Bapa Israel. Dan Efraim adalah anak laki-laki-Ku yang sulung.” (Yeremia 31:9)
Dari ayat-ayat Injil tersebut, jika memang ummat Kristen menuhankan Yesus atau Isa AS karena dia merupakan anak Tuhan, maka mengapa mereka tidak juga menuhankan ‘anak-anak’ Tuhan yang lainnya tersebut? Maha Suci Allah dari memiliki anak yang menjadi sembahan selain-Nya. Lebih lanjut tentang ayat-ayat tersebut, di mana di situ kita mendapati istilah ‘Bapa’ dan ‘anak’, yang mungkin, jika ayat-ayat tersebut memang benar-benar masih murni, bisa jadi istilah ‘Bapa’ dan ‘anak’ tersebut adalah semestinya bermakna ‘Tuhan’ dan ‘hamba pilihan’, sebagaimana para rasul yang memang telah dipilih oleh Allah di antara ummat manusia. Namun, tampaknya karena sikap pengagungan yang berlebihan dari ummat Kristen terhadap Yesus atau Isa AS itulah yang menyebabkan mereka mengartikan istilah ‘Bapa’ dan ‘anak’ melebihi maksud yang semestinya, di mana istilah ‘anak’ justru diartikan sebagai ‘sembahan’ di samping ‘Bapa’ yang harus mereka sembah itu sendiri. Namun bagaimanapun juga, di dalam al-Qur’an telah dinyatakan bahwa Allah SWT sendiri tidak pernah mengambil seorang anak, sehingga ayat-ayat yang menyebutkan tentang ‘anak-anak sulung’ tersebut bisa jadi telah dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Dan kalaupun memang ayat-ayat tersebut benar-benar masih suci dan belum tersentuh oleh campur tangan manusia, maka mungkin penyimpangan dalam agama Kristen yang dibenci oleh Allah SWT adalah penyimpangan dalam mengartikan istilah ‘anak’ tersebut, sebagaimana yang telah diuraikan. Dan hanya Allah SWT sajalah yang lebih tahu hakikatnya.
Dan di dalam al-Qur’an sendiri juga telah disebutkan peringatan yang keras agar pengikut Yesus atau Isa AS tidak berlebihan dalam menghormati dirinya, dan juga ibunya, karena penghormatan yang berlebihan akan bisa berubah menjadi pengagungan yang akhirnya dapat menjadi penuhanan atau penyembahan. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa (Yesus) Putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang gaib.’” (Al-Maaidah: 116)
Oleh karena itu, kiranya dengan segenap alasan dan kenyataan tersebut ummat Kristen dapat mempertimbangkan tawaran kebenaran dari agama Islam ini, yang juga sama-sama bersumber dari Allah, hanya saja Allah yang diyakini oleh ummat Islam adalah Dzat yang Suci dari penyekutuan, di samping juga firman-Nya dalam agama langit yang satu ini telah dijamin bersih dari penambahan dan pengurangan akibat campur tangan manusia. Allah yang telah menciptakan dan mengutus Yesus AS berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tiada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’.” (Aali ‘Imraan: 64)
“Dan (ingatlah) ketika Isa (Yesus) Putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata’.” (Ash-Shaff: 6)
“Sesungguhnya al-Masih, Isa (Yesus) putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kalian mengatakan: ‘(Tuhan itu) tiga’; berhentilah (dari ucapan itu, maka Itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (An-Nisaa’: 171)
“dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya Kami telah membunuh al-Masih, Isa (Yesus) putra Maryam, Rasul Allah’, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa (Yesus) bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa (Yesus) benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa (Yesus); Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa (Yesus) kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisaa’: 157-158)
Demikianlah seruan Islam kepada ummat Kristen agar menerima Islam sebagai agama penyempurna bagi agama mereka. Namun demikian, Islam adalah agama perdamaian, di mana tiada pemaksaan dan kekerasan untuk mengimani kebenaran agama ini, karena keselamatan iman dan tauhid telah begitu jelas dan kerugian kufur dan syirik juga sudah begitu nyata. Dan segala bentuk kekerasan yang nyatanya pernah terjadi atas nama Islam sebenarnya hanyalah disebabkan oleh kesalahan ummat Islam, dan bukan disebabkan oleh ajaran Islam itu sendiri. Islam adalah agama Allah SWT di akhir zaman yang telah disempurnakan dan tiada kesalahan di dalamnya; dia diturunkan untuk mengakhiri segala penyimpangan dalam agama-agama langit yang telah diturunkan sebelumnya, serta untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan agama-agama yang telah mereka ciptakan sendiri.
Maka semoga Allah SWT semakin menguatkan iman ummat Islam dengan menyadari kebenaran Islam di atas agama-agama lainnya. Dan semoga ummat agama-agama lain, terutama ummat agama Kristen, dapat lebih dekat mengenal Islam yang sebenarnya merupakan kabar gembira bagi mereka, yang akan menjadi sebab keselamatan bagi mereka di dunia ini dan akhirat kelak. Bagaimanapun juga, hakikat hidayah iman dan Islam hanyalah menjadi wewenang dan wilayah Allah SWT semata. Ummat Islam hanya diharuskan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada pemeluk agama lainnya sesuai kesanggupan masing-masing.
Sesungguhnya, setiap manusia akan pasti memiliki caranya masing-masing dalam menjalani hidup. Dan di dalam Islam, tiada pemaksaan dalam memilih jalan hidup selama itu bukan jalan yang melanggar aturan Allah SWT dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menilai hamba-Nya melalui status sosial mereka, materi mereka, ataupun yang lainnya. Sebagai petani atau sebagai Menteri Pertanian sekalipun akan bisa sama saja di mata Allah SWT, selama kedua profesi tersebut sama-sama dilaksanakan dengan baik demi meraih ridha-Nya. Justru akan bisa jadi profesi Menteri Pertanian akan lebih merugikan daripada profesi petani di hadapan Allah SWT jika tidak dilaksanakan dengan baik. Maka alangkah baiknya jika kita bekerja dan berbahagia dengan cara kita masing-masing dengan tetap berusaha mentaati aturan Allah SWT dan Rasul-Nya semampu kita, tanpa perlu merasa bahwa profesi kita adalah profesi yang paling penting di antara profesi-profesi lainnya, hingga kita pun tampak ingin memaksa orang lain untuk menjadi seperti diri kita. Karena bagaimanapun juga, satu tubuh manusia itu terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing akan pasti memiliki kelemahan dan kekurangan, yang mana karena itulah saling melengkapi satu sama lain di antara mereka akan sangat diperlukan. Maka cukuplah kita saling mendukung untuk menjadi diri masing-masing yang lebih baik, selama yang menjadi kecenderungan kita bukanlah kecenderungan yang diharamkan oleh agama Islam, niscaya dengan demikian kita pun akan bisa hidup bahagia dan bersyukur bersama-sama tanpa ada permusuhan. Demikianlah, dan hanya dari dan milik Allah SWT sajalah segala kebenaran, kekuatan, hidayah dan taufiq.
Wallaahu a’lam.