Sei References

3. SEI REFERENCES

Sekitar tahun 1983 terjadi satu kisah yang menarik terkait dengan para pelajar Muslimah yang mulai menyadari pentingnya pakaian yang menutup aurat, termasuk jilbab. Di salah satu SMU (SMA) favorit di Jakarta Selatan beberapa siswi mulai memakai jilbab termasuk waktu belajar di sekolah. Di saat itu memang jilbab masih dilarang di Indonesia. Kesadaran para siswi yang memakai busana berdasarkan keyakinan mereka itu ternyata membuat gundah manajemen sekolah. Yang menarik dari peristiwa tersebut adalah yang paling anti-jilbab dan gigih melarang serta mengancam sisiwi yang berjilbab itu justru datang dari seorang guru wanita yang ternyata anak tokoh besar Islam.

Kisah lain yang tidak kalah serunya ialah sekitar tahun 1999 dalam sebuah pesawat terbang menuju Jeddah, saya bertemu dan berkenalan dengan salah seorang mantan pegawai negeri yang pekerjaannya sebagai vendor (rekanan) Departemen di tempat ia dahulu bekerja. Perkenalan tersebut berlanjut sampai tinggal satu hotel di Makkah dan Madinah. Hubungan antara kami semakin dekat khusunya setelah pulang dari tanah suci. Ia mengundang saya ke rumahnya dan mengenalkan saya dengan istri dan anak-anaknya. Mereka tinggal di sebuah rumah besar bertingkat dua dengan penjagaan ketat oleh sekitar enam orang satpam yang sebagian mereka terlihat aparat tentara yang masih aktif.

Yang menarik dari perkenalan tersebut ialah dia bercerita dengan panjang lebar tentang usaha yang digelutinya sejak hampir sepuluh tahun. Dengan enteng dia menceritakan proses memperoleh proyek yang dibiayai Bank Dunia itu. Bermula dari bagaimana cara mengatur tender, memark-up nilai proyek, atau menciptakan suatu proyek tertentu di daerah tertentu dengan biaya sekitar 500 juta rupiah, kemudian dibuat proposal tagihannya ke Departemen terkait sebanyak 5 milyar rupiah atau sepuluh kali lipat dari nilai riil proyek yang dilaksanakan, serta berapa lama waktu pelaksanaannya. Ketika saya tanyakan berapa keuntungan dari proyek tersebut, katakanlah dari yang 5 milyar rupiah itu, dia mengakui untuk dirinya paling banyak bersihnya 500 juta dengan rinciannya:

– 500 juta untuk biaya riil pelaksanaan proyek
– 500 juta sebagai keuntungan bersih untuk dirinya
– 500 juta untuk keuntungan penyandang dana (investor)
– 500 juta untuk pengembalian modal kerja kepada investor
– dan sisanya sekitar 3 milyar rupiah lagi untuk dibagi-bagi kepada oknum pejabat dan pegawai

Departemen terkait, biaya entertain (baca: maksiat), jatah pejabat daerah dan tetek bengek lainnya termasuk bayaran wanita-wanita yang digunakan untuk dipakai melayani syahwat para oknum pejabat terkait, khususnya yang memegang posisi pengambil keputusan

Mendengar cerita tersebut bulu kuduk saya merinding sambil beristighfar. Dalam hati saya berkata : Pantas Negara ini bangkrut. Lalu saya coba memahami apa sebenaranya yang terjadi dalam diri saudara kita ini dan juga mereka yang sama profesinya (baca : prilaku) dengan dia.

Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering melihat perilaku buruk yang telah dijustifikasi atau diberi alasan menjadi baik. Diantaranya, korupsi (mencuri) yang sudah dianggap biasa dan menjadi budaya, sejak dari yang ribuan rupiah sampai trilyunan rupiah, baik dari dana APBN/APBD sampai dana RASKIN (Beras Untuk Orang Miskin) dan bantuan bencana alam. Pelacuran dianggap sebagai profesi normal sehingga diberi sebutan keren “Pekerja Seks Komesial” (PSK). Pegawai negeri yang suka mangkir dari dari kerjaan, kolaborsi oknum pejabat pemerintah dengan pengusaha dalam menentukan biaya anggaran suatu proyek pembangunan dengan mark-up ada yang sampai 350% seperti proyek pembangkit Listrik Paiton, dana titipan para pejabat lewat pemenang tender, tender yang direkayasa, mendapatkan proyek dengan menggunakan jasa broker dari anggota Legisltatif atau orang dekat pejabat terkait, atau dengan menjadikan wanita sebagai umpat mendapatkan proyek, specs pekerjaan yang dikurangi kontraktor, pilih kasih dalam penegakan hukum, penegak hukum – jaksa, hakim, dan polisi – yang mengkomersilakan tugas degan risywah (sogokan) dan pemerasan, perdagangan hukum dan peradilan, pedagang yang suka mengurangi timbangan, suami yang curang pada istri, isteri yang berkhianat pada suami dan berbagai kejahatan dan perilaku menyimpang lainnya. Kejahatan dan perilaku buruk tersebut sudah dianggap biasa dan normal, paling tidak oleh para pelakunya.

Berbagai penyimpangan dan perilaku jahat tersebut erat kaitannnya dengan referensi informasi yang diterima, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Referensi langsung ialah yang diterima secara langsung oleh seseorang melalui telinga atau matanya atau hatinya seperti, seorang remaja yang menonton VCD porno, anak-anak yang menonton acara kekerasan, pornoaksi di stasiun televisi, seseorang membaca buku atau majalah bahwa menutup aurat itu tidak wajib bagi wanita Muslimah dan lain sebagainya. Adapun referensi tidak langsung ialah ketidakberdayaan para penegak hukum dan sikap apatis masyarakat terhadap suatu perbuatan atau perilaku yang tidak baik dan menyimpang. Mandulnya penegakan hukum, sikap apatis masyarakat dan tidak mau mempedulikan kejahatan yang terjadi dalam masyarakat di depan matanya, tidak memberikan citra (image) buruk bagi para pelaku kejahatan dapat dimaknai bahwa kejahatan tersebut sudah dianggap menjadi lumrah, bahkan legal, karena tidak mendapatkan punishment (hukuman) yang mengakibatkan pelakunya jera, baik hukuman fisi maupun sosial. Dengan perjalanan waktu, berbagai perbuatan jahat dan perilaku menyimpang tersebut menjadi kebiasaan dan budaya sehingga mengakar kokoh dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak di antara kita yang putus asa untuk memperbaikinya sehingga muncul slogan “potong satu generasi”.

Dalam Islam, konsistensi dan komitmen terhadap suatu referensi yang benar, tepat dan terpercaya meruapakan kunci utama kesuksesan, khususnya dalam mencerdaskan dan mengoptimalkan dimensi Spiritual, Emotional dan Intellectual manusia. Adapun membersihkan (tazkiyah) diri dari referensi informasi sebelumnya yang tidak bermutu, yang tidak baik, bahkan yang bermutu sampah, serta memelihara (maintenance) kebersihan referensi baru yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan metode amar ma’ruf dan nahiy munkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran) yang impelementasinya dengan berpegang pada prinsip tawashi bil haq dan tawashi bish-shabr (saling mengingatkan dengan kebenaran dan kesabaran) secara berkesinambungan dan istiqamah.

Berbagai perilaku tidak baik yang sudah mentradisi seperti yang dijelaskan di atas, dan segudang perilaku lainnya, adalah hasil dari misperception (cara pandang yang keliru) terhadap suatu masalah sehingga terkadang yang baik jadi buruk dan yang buruk menjadi baik. Cara pandang yang keliru itu berasal dari referensi informasi yang keliru pula. Guru wanita, putri tokoh Islam besar yang anti jilbab, para pejabat korup yang tidak merasa bersalah, kotraktor dan pedagang yang bangga dengan kecurangannya, pegawai yang happy dengan kemalasannya dan sebagainya disebabkan cara pandang mereka yang keliru terhadap perbuatan dan perilaku buruk yang mereka lakukan sebagai akibat dari referensi informasi yang keliru pula. Perbuatan dan perilaku yang muncul dari dalam diri kita adalah cerminan dari cara pandang atau presepsi yang kita miliki.

Dalam dunia politik dan bisnis ada istilah yang disebut dengan opini publik (pandangan masyarakat luas). Alat yang paling canggih untuk pembentukan opini publik adalah media massa, cetak maupun elektronik. Oleh sebab itu, untuk membangun dan memperbaiki citra, partai-partai politik yang bertarung dalam memperebutkan jabatan pemerintahan di eksekutif, khususnya presiden, gubernur dan bupati atau wali kota, dan juga jabatan legislatif, berlomba untuk membangun opini masyarakat melalu media massa. Puluhan milyar rupiah dibelanjakan untuk membayar biaya tayang acara di televisi atau iklan lainnya terkait dengan membangun opini mayarakat agar terbentuk presepsi yang diinginkan dan akhirnya percaya serta kemudian memilih partai atau kandidat-kandidat partai tersebut untuk jadi eksekutif dan legislatif.

Demikian juga halnya dengan perusahaan dalam membangun citra produknya agar disukai masyarakat kendati bermutu jelek bahkan merusak kesehatan tubuh seperti yang kita saksikan pada iklan makanan jenis mi instan, rokok dan sebagainya yang dimuat di media cetak dan elektronik. Terkadang kita bertanya, apa korelasi minum jamu tolak angin dengan kepintaran dan memakai mobil merek tertentu ciri orang pintar dan ratusan iklan lainya yang terkesan membual dan menipu masyarakat konsumennya.

Sama juga halnya bagaimana negara-negara maju dan kuat seperti Amerika membangun citra politik luar negerinya dalam membentuk opini masyarakat. Maka tidak mengherankan jika jutaan manusia dapat memahami tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Amerika di Afghanistan dan Iraq, Yahudi di palestina dan negara-negara sekitarnya, Rusia di Chesnya, tanpa ada satu negarapun di dunia yang mampu menghentikan kejahatan mereka. Bahkan Amerika dipuji banyak orang sebagai negara paling demokratis di dunia. Padahal kejahatan yang dilakukan Amerika di dua negara tersebut tidak bisa diterima dengan argumentasi apapun. Namun, itulah sebuah realitas dalam masyarakat, bahwa yang menguasai informasi dan mampu menyebarkannya kepada masyarakat secara luas dialah menentukan dan mengarahkan opini msyarakat ke arah yang dikehendakinya yang pada akhirnya dialah keluar sebagai the winner (pemenang).

SEI REFERENCES menjelaskan bagaimana memilih dan memilah refensi yang benar, tepat dan terpercaya, khususnya dalam upaya pemberdayaan Spiritual, Emotional dan Intellectual sehingga melahirkan keyakinan, mental, moral, intelektualitas yang sehat dan benar. Seperti yang dijelaskan dalam SEI MECHANISM, bahwa apapun bentuk action yang lahir dari dalam diri manusia –baik perkataan maupun perbuatan– merupakan hasil dari informasi yang mereka dapatkan. Agar informasi tersebut berkulitas dan bermutu tinggi serta dapat melahirkan perbuatan, perilaku dan perkataan yang bermutu tinggi pula, diperlukan sistem manajemen informasi dalam diri kita melalui SEI REFERENCES.

Sebagai Tuhan Pencipta, Allah telah menentukan bagi manusia mana hal-hal yang baik dan bermutu, serta mana yang tidak bermutu dan buruk. Standarisasi kebaikan dan keburukan tersebut bermuara dari konsep Tauhid yang terdiri dari tiga pilar utama :

1. Tauhid Rububiyah (Mengesakan Tuhan Pencipta)
2. Tauhid Uluhiyah / ‘Ubudiyah (Mengesakan Tuhan Yang Disembah)
3. Tauhid Asma’ dan Sifat (Mengesakan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Tuhan Pencipta dan yang Disembah)

Konsekuensi logis dari ketiga bentuk Tauhid tersebut adalah bahwa referensi informasi yang paling benar dan terpercaya tentang manusia, termasuk cara berinteraksi dan memberdayakan dimensi Spiritual, Emotional dan Intellectual manusia dan dijamin tidak mengandung kekeliruan adalah apa yang datang dari Pencipta manusia itu sendiri yakni Allah Ta’ala. Ini adalah sebuah aksioma, mutlak benarnya, dan berlaku bagi semua apa saja yang termasuk dalam kategori “diciptakan”. Seperti halnya karya dan ciptaan manusia berupa alat-alat elektronik dan sebagainya; tidak mungkin sebuah HP atau komputer lebih pintar dan lebih canggih dari manusia yang menciptakannya. Sebagai makhluk yang diciptakan dan bukan lahir ke dunia ini begitu saja, maka logisnya manusia mengambil informasi dan teori terkait tentang diri mereka dari Pencipta mereke sendiri.

أَوَلَمْ يَرَ الإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (77)
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari satu sperma, maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (Q.S. Yaasin (36): 77)

Referensi yang tersebar di dunia ini, khususnya terkait dengan pemberdayaan Spiritual, Emotional dan Intellectual dapat dikategori menjadi dua macam :
Pertama, yang datang dari Tuhan Pencipta yakni Allah Ta’ala.
Kedua, yang datang dari selain Tuhan Pencipta, seperti manusia, Jin dan Setan /Iblis sebagaimana yang tergambar pada Tabel A berikut :

Dari gambaran Tabel A tersebut dapat kita lihat secara nyata perbedaan yang sungguh sangat mencolok antara Zat yang Maha Kuasa; Pencipta Manusia dan alam semesta ini yakni, Allah Ta’ala dengan makhluk-makluk ciptaan-Nya seperti manusia, jin dan setan. Dia adalah Pencipta dan Penguasa tunggal bagi alam semesta.

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ قُلِ اللَّهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لا يَمْلِكُونَ لأَنْفُسِهِمْ نَفْعًا وَلا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (16)
“Katakanlah: Siapakah Tuhan Pencipta langit dan bumi? Jawabnya: "Allah." Katakanlah: Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan bagi diri mereka sendiri?. Katakanlah: Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?Katakanlah: Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”
(Q.S. Ar-Ra’d (13): 16)

Sebab itu, sangat logis jika kita (manusia) sebagai makhluk ciptaan Allah menggunakan Buku Pentunjuk atau Referensi Informasi yang diturunkan-Nya yang bernama Al-Qur’an sebagai referensi utama petunjuk jalan hidup (The Way of Life), khususnya dalam berinteraksi dengan dimensi Spiritual, Emotional dan Intellectual diri kita. Kebenaran Al-Qur’an tersebut didukung oleh dua kekuatan kebenaran yang luar biasa yakni Sunnah Rasul Muhammad Saw sebagai teori kebenaran yang tersurat, dan alam semesta, termasuk manusia, merupakan teori kebenaran yang tersirat. Kedua-duanya berfungsi sebagai penjelas dan bukti bagi kebenaran Al-Qur’an.

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2)
“Itu adalah Al-Kitab (Al-Qur’an), tidak ada keraguan sedikitpun isinya, menjadi petunjuk hidup bagi orang-orang bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 2)

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (53)

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Q.S. Fush-shilat (41): 53)

Diagram B berikut ini menjelaskan alur refernsi yang kebenarannya bersifat pasti dan mutlak.