2. SEI MECHANISM
Suatu ketika seorang ibu tampak sangat bingung menghadapi tingkah laku anaknya yang duduk di bangku kelas satu SMU. Perilaku sang anak sudah di luar batas nilai-nilai kebaikan yang diyakini kedua orang tuanya. Sejak usia TK, anaknya selalu disekolahkan di sekolah favorit. Secara intellectual, memang diakuinya anak tersebut terlihat memiliki kelebihan. Namun, secara moral, anaknya menghadapi kendala besar. Anaknya selalu berbohong, suka mencuri uang orang tuanya, dan sederet perilaku buruk lainnya muncul begitu mudah dari anak tersebut, seakan mengalir begitu saja tanpa ada beban dan penyesalan. Ibu yang berumur mendekati empat puluh tahun tersebut pusing tujuh keliling menghadapi perilaku anak sulungnya itu. Betapa tidak, sudah berbagai cara dilakukan, seperti konsultasi pada psikiater dan psikolog terkemuka sampai mengajak anaknya ikut berbagai acara ruhani lainnya. Namun, anaknya tak kunjung bisa berubah dari perilaku buruknya.
Ada lagi kasus menarik lain. Seorang teman bercerita, bahwa dia punya teman dekat seorang pejabat tinggi di wilayah Jawa Barat. Semasa masih menjabat, pejabat tersebut sangat gemar berbuat baik, bahkan sudah tiga masjid besar dibangunnya dengan biaya puluhan milyar rupiah. Dengan anak yatim kaum dhuafa’, jangan tanya, mungkin ribuan yang sudah dibantunya. Pokoknya, hampir tidak ada celah kebaikan yang ia tidak terlibat di dalamnya. Penampilannya juga sangat saleh; tidak pernah wajahnya bermuka masam, apalagi bermuka preman.
Namun, ada yang aneh dalam perilaku sang pejabat tersebut. Sebagai seorang pejabat tinggi di pemerintah daerahnya, dia juga sebagai pengusaha konstruksi. Kesibukannya mengurusi tugas pemerintahan dan tugas perusahaan miliknya seringkali tercampuradukan. Nah, lama kelamaan mulai terkuak berita shahih bahwa pejabat tersebut memiliki kepribadian yang paradoks, alias suka berbuat baik dan pada waktu sama doyan korupsi dan menyalahgunakan jabatan sehingga dia memperoleh harta yang sangat berlimpah. Yang mengherankan teman tadi ialah kenapa dalam diri orang seperti itu terdapat dua bentuk perilaku dan kebiasaan yang saling bertolak belakang 180 derajat, yakni kebiasaan berbuat baik dan kebiasan buruk berkorupsi ria dan menyalahgunakan jabatan, tanpa ada perasaan bersalah?
Tidak sedikit ditemukan di lapangan fakta seperti yang diceritakan di atas, seperti suami atau istri yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan berselingkuh (baca: berzina), baik dengan teman kantor, mitra bisnis, mantan pacar dan lain sebagainya. Demikian juga peristiwa korupsi atas kekayaan Negara oleh para oknum pejabat yang berkolaborasi dengan pengusaha yang mengakibatkan Negara ini menjadi bangkrut. Tindak pidana korupsi di negeri ini diyakini banyak kalangan masyarakat sudah menjadi budaya di setiap tingkat instansi pemerintahan, sehingga upaya reformasi birokrasi sulit dilaksanakan. Sama pula halnya dengan seorang pencuri dan perampok kawakan yang selalu sulit meninggalkan kebiasaan buruk mereka kendati sudah ditangkap dan dihukum dengan penjara. Malah tidak sedikit di antara mereka setelah keluar penjara lebih piawai dari sebelumnya. Begitu pula halnya dengan para pecandu rokok dan narkoba. Mereka amat sulit meninggalkan kebiasan buruk tersebut kendati sudah berupaya secara maksimal menghindarinya.
Apapun bentuk perbuatan buruk dan perilaku yang muncul dari manusia, maka proses terjadinya sama saja. Demikian pula dengan berbagai perbuatan dan perilaku baik dan terpuji, proses penjelmaannya juga sama. Masalahnya, seringkali mata dan pikiran kita terfokus pada perbuatan dan perilaku itu sendiri. Kita lupa, bawa sebelum menjadi suatu perbuatan (action), apalagi menjadi suatu kebiasaan (habit), diperlukan proses yang cukup panjang.
Suatu perbuatan paling tidak harus melalui empat tahapan, yakni :
1. Tahap menerima informasi
2. Tahap berubahnya informasi menjadi lintasan pikiran atau lintasan hati
3. Tahap berubahnya lintasan pikiran/lintasan hati menjadi keinginan
4. Tahap menguatnya keinginan menjadi tekad.
Setelah itu baru ia menjelma menjadi perbuatan. Semua perbuatan baik atau buruk, harus melewati tahapan itu. Jadi atau tidaknya bisa dicegah atau dipercepat di setiap tahap yang mana saja.
Sedangkan perbuatan akan menjadi kebiasaan (habit) apabila terjadi berulang-ulang. Bila berulang-ulang dalam waktu cukup lama, maka ia akan sampai ke tingkat kegemaran atau bahkan ketagihan.
Sebagai contoh sederhana bagi proses terjadinya suatu perbuatan seperti yang sering kita lihat di media ialah bahwa perbuatan cabul atau perkosaan yang dilakukan oleh para pelakunya.
1. Tahap pertama, ia mendapatkan informasi tentang hubungan seks via VCD atau materi-materi pornografi lainnya.
2. Tahap kedua, informasi tersebut berkembang menjadi lintasan pikiran berupa khayalan seks ketika melihat lawan jenis yang dekat dengannya, entah anak tetangga, kawan sekantor, orang di jalan, atau siapa saja.
3. Tahap ketiga, lintasan pikiran tadi meningkat menjadi keinginan melakukan hubungan seks di luar nikah dengan lawan jenis yang terlintas di pikirannya tadi.
4. Tahap keempat, keinginan menggumpal menjadi tekad yang berupa rencana, baik yang direncanakan masak-masak maupun yang direncanakan secara spontan.
5. Tahap kelima, tekad yang semakin menguat akan melahirkan perbuatan seks, baik yang dilakukan dalam bentuk perzinaan sukarela, maupun perkosaan.
Bila dilakukan berulang-ulang melalui proses yang sama, maka perbuatan itu akan menjadi kebiasaan atau habit. Satu hal yang perlu dicatat ialah, bahwa informasi yang sesuai dengan syahwat maka proses menuju action atau perbuatan lebih cepat, khususnya jika kondisi Spiritual dan Emotional-nya lemah, alias kurang atau tidak mendapatkan informasi yang sesuai, sehingga keduanya tumbuh secara tidak sehat atau cacat. Dalam kondisi seperti ini, syahwat atau hawa nafsunya yang akan mendominasi perbuatan dan perilakunya seperti yang dialami para pelaku kejahatan yang disebutkan di atas.
Untuk lebih mudah memahami bagaimana tahapan suatu perbuatan tersebut terjadi dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel A
SEI MECHANISM menjelaskan secara rinci tentang :
1. Bagaimana suatu perbuatan atau action dan perilaku itu terjadi dan dari mana asal muasalnya, serta tahapan apa saja yang harus dilalui sampai menjadi sebuah perbuatan, seperti yang dijelaskan pada Tabel A di atas.
2. Apa peran masing-masing dimensi Spiritual, Emotional dan Intellectual manusia dalam segala perbuatan dan perilaku mereka.
3. Bagaimana pula mekanisme kerja masing-masing dari ketiga elemen tersebut sehingga melahirkan suatu perbuatan dan perilaku yang baik atau yang buruk.
Gambar B berikut menjelaskannya secara gamblang dan sistemik terkait dengan tiga masalah tersebut.
Gambar B
Dari gambaran di atas dapat diketahui beberapa hal penting berikut :
1. Action atau perbuatan terjadi melalui proses panjang dan bermula dari informasi. Jenis dan kualitas perbuatan amat tergantung kepada jenis dan kualitas informasi yang diterima. Jika informasi yang diterima baik, maka perbuatan juga akan baik, demikian pula dengan sebaliknya. Rumusannya adalah : G (Good) = G (Good) dan B (Bad) = B (Bad). Artinya, informasi yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik sedangkan informasi yang buruk akan melahirkan perbuatan dan perilaku yang buruk pula. Atau dengan kata lain, Anda akan menuai buah dari jenis bibit apa yang Anda tanam. Sebab itu, hati-hati dalam menciptakan, menyampaikan dan menerima sebuah informasi.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (36 )
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya” (Q.S. Al-Isra’ (17): 36)
2. Bila suatu perbuatan dilakukan berulang-ulang, maka ia akan menjadi habit (kebiasaan), perilaku dan bahkan kultur atau budaya. Pelaksanaannya akan terasa mudah, bahkan tanpa ada beban, serta mungkin juga sampai ke tingkat ketagihan.
3. Pusat penerima informasi manusia ada tiga, yaitu telinga, mata dan Qalbu/Hati.
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (26)
“Katakanlah:Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.”
(Q.S. Al-Mulk (67):23)
4. Qalbu/Hati menerima informasi dari dua sumber. Pertama Tuhan Pencipta melalui apa yang disebut ilham, firasat, kasyaf, mimpi atau wahyu melalui malaikat. Sifat informasinya adalah mutlak positif, kebaikan dan kebenaran.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (51 )
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Asy-Syuura (42):51)
Kedua, Setan atau Iblis atau disebut juga dengan Qarin (teman dekat berupa setan). Sifat informasinya adalah mutlak kebohongan, angan-angan dan kejahatan.
وَلأضِلَّنَّهُمْ وَلأمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119) يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورً (120)
“Dan aku (kata setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa (firman Allah) yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata(119).Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka (120).” (Q.S. An-Nisaa’ (4): 119-120)
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5)
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan Pencipta manusia(1). Raja manusia(2).Tuhan (yang disembah) manusia(3), dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi(4), yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.(5)” (Q.S. An-Naas (114): 1 – 5)
5. Mata dan telinga juga merupakan alat utama penangkap informasi. Keduanya akan mengirim informasi yang diterima ke otak berdasarkan jenis informasi yang diterimanya dalam hal baik atau buruk, tanpa mengalami degradasi atau bias sedikitpun. Kemudian otak akan mengirimnya ke Qalbu/Hati untuk diproses mana yang perlu direspon untuk difollow-up kemudian diperintah agar sampai menjadi action/perbuatan.
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ(23)
“Katakanlah: Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.(Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.”
(Q.S. Al-Mulk (67): 23)
6. Informasi yang diterima otak dari mata dan telinga akan dikirim ke Qalbu/Hati untuk dimintakan pertimbangan apakah harus dijelmakan menjadi suatu perbuatan atau tidak. Otak juga berfungsi untuk menyimpan informasi sehingga pada waktu yang sama otak juga berfungsi sebagai Bank Data. Di samping itu, Qalbu juga berfungsi sebagai penentu dan pengendali informasi mana yang harus diteruskan menjadi sebuah perbuatan dan perilaku. Qalbu bergerak dan hidup secara independen dan tidak dapat dipengaruhi kecuali oleh Tuhan Pencipta atau Qarin/Setan yang menjadi pembisiknya.
"اللهم هذا قسمي فيما أملك فلا تلومني فيما تملك و لا أملك "
“Yaaa Allah, inilah bagianku (harta) dari-Mu yang bisa aku kendalikan. Sebab itu, jangan Engkau cerca aku pada apa yang Engkau miliki (hati-ku) edangkan aku tidak punya kuasa mengendalikannya (qalb). “ ( H. Riwayat Abu Daud)
7. Anggota tubuh yang menjadi alat utama dalam merealisasi keinginan dan kehendak Spiritual, Emotional dan Intellectual adalah mata, lidah/mulut, tangan dan kaki. Dari anggota tubuh tersebut akan terlihat performance (penampilan) seseorang apakah berkualitas atau tidak, khususnya yang direfleksi oleh mulutnya. Tangan dan kaki dalam merealisasi suatu perbuatan tidak bisa beragumentasi. Lain halnya dengan mulut, ia bisa berkata benar dan bisa berdusta. Oleh sebab itu, peran Spiritual, Emotional dan Inttelectual amat besar dalam mengendalikan perbuatan lidah. Adapun di akhirat nanti, kondisinya akan berbalik di mana mulut akan dikunci dan yang akan memberikan kesaksian atas segala perbuatan semasa di dunia adalah tangan dan kaki.
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (65)
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan ereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu ereka usahakan”. (Q.S. Yaasin (36): 65)