B. Orang-Orang Beriman dan Bertaqwa Masuk Syurga
Pembaca yang mulia!!! Sampailah saatnya kita pada penghujung perjalanan Wisata Abadi Manusia. Orang-orang yang semasa hidup di dunia kafir (ingkar) pada Pencipta mereka, musyrik (menyekutukan-Nya) dengan yang lain dan munafik (pura-pura beriman pada-Nya) sudah kita lihat nasib mereka yang sungguh amat tragis. Mereka semua digelandang masuk Neraka yang bahan bakarnya batu bara dan manusia. Demikian juga halnya dengan mereka yang ketika mati (meninggalkan dunia) masih memiliki iman kepada-Nya, namun ketika hidup di dunia durhaka pada sistem hidup yang ditetapkan Tuhan Pencipta sehingga pola, gaya dan sistem hidup mereka menyimpang, mereka tidak mampu melewati Shirath yang telah Allah siapkan, sehingga mereka terjatuh ke dalam Neraka jahannam. Di dalamnya mereka akan mengalami siksaan berdasarkan pelanggaran dan dosa yang mereka lakuan. Setelah selesai menjalankan siksaan dan hukuman, dengan rahmat dan kasih sayang Tuhan Pencipta, mereka akan dimasukkan ke dalam Syurga-Nya.
Orang-orang Mu’min yang semasa hidup mereka di dunia taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sehingga sukses mencapai derajat taqwa, mereka sangat bahagia karena berhasil melewati Shirath dengan selamat dan masuk Syurga dengan sukacita. Bahkan ada di antara mereka yang melewatinya seperti sekedip mata, seperti kilat, angin, burung terbang atau kuda yang gagah perkasa, atau satu kakinya tergelincir dan kaki yang lain masih di atasnya sehingga sebelah samping tersambar api Neraka, kendati pada akhirnya lolos juga. Ketika itu mereka berkata : Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari engkau (Neraka), setelah Dia memperlihatkannya pada kami. Sungguh Dia telah menganugerahkan kepada kami apa yang tidak dianugerakan-Nya kepada orang lain.
Adapun orang-orang Mu’min yang mencapai derajat taqwa, pada hari itu mereka benar-benar mendapatkan kehormatan luar biasa dari Tuhan Pencipta. Mereka sudah ditunggu kedatangannya oleh para Malaikat penjaga Syurga yang di antaranya bernama malaikat Ridhwan. Di dalam Syurga, para pelayan, bidadari dan semua kebutuhan telah pula disiapkan, sejak dari yang pokok sampai hiburan.
Baru saja mereka mendekati pintu Syurga, mereka disambut oleh para Malaikat penjaga Syurga dengan segala kebesaran, penghormatan dan pelayanan yang serba VVIP (Very Very Ioportant Person). Ucapan pertama yang mereka dengar dari para Malaikat penjaga Syurga adalah “Salamun ‘alaikum (Selamat sentosa dan kebaikan selalu menyertai Anda). Silahkan masuk ke dalamnya. Anda akan kekal di dalamya”. Sungguh suatu ucapan yang indah dan penuh kebaikan dan keberakahan.
Sesunguhnya ucapan selamat seperti itu tidaklah asing di telinga mereka, karena semasa hidup di dunia mereka selalu mengucapkan dan mendengarkanya, seperti setiap selesai shalat, setiap bertemu saudara-saudara sesama Mu’min, baik yang mereka kenal atau tidak, ketika memulai khutbah, pembicaraan, diskusi, pidato, seminar dan sebagainya. Apapun kegiatan yang mereka lakukan bersama saudara seiman, mereka selalu memulainya dengan ucapan tersebut. Namun ucapan tersebut kali ini terasa menakjubkan dan sangatlah istimewa bagi mereka. Hal itu tidak lain karena ucapan keselamatan tersebut mereka dengar dari para Malaikat penjaga Syurga yang sangat luar biasa. Mereka adalah hamba-hamba spesialis Allah dalam dunia pelayanan. Soal pelayanan (services) tidak ada bandingannya dengan makhluk lain kendatipun manusia. Bayangkan, berjuta-juta tahun mereka melayani manusia sejak manusia pertama kali diciptakan sampai mereka masuk ke dalam Neraka atau Syurga, mereka tetap jadi prajurit dan palayan khusus dari Tuhan Pencipta; tidak pernah capek, bosan, mengeluh apalagi terlambat atau absen. Dalam memberikan pelayanan pasti djalankan dengan maksimal dan sempurna.
Mendengar ucapan sambutan masuk Syurga itu begitu indah dan kesan pertama begitu sangat mengagumkan, orang-orang beriman yang bertaqwa tersebut membalas ucapan itu dengan kata-kata yang lebih indah, lebih dalam lagi maknanya, lebih mencerminkan hakikat salam (keselamatan) itu sendiri. Karena mereka mengetahui dengan pasti bahwa keselamatan (Assalam) itu adalah salah satu nama Tuhan Pencipta, Raja dan Tuhan mereka. Dari Dialah keselamatan itu berasal, kepada-Nya pula keselamtan itu dikembalikan. Ketika di dunia mereka telah pula merasakan nikmatnya konsep keselamtan yang dianugrahkan-Nya kepada mereka melaui para Nabi dan Rasul-Nya, khususnya Nabi Muhammada Saw, yang diberi nama Al-Islam. Karena itu semua, orang-orang Mu’min ketika itu tetap ingat asal usul keselamatan itu. Ia bukan datang dari para Malaikat, apalagi milik Malaikat. Mereka hanyalah prajurit dan pelayan-pelayan yang disiapkan Allah untuk melayani dan menjaga mereka. Sebab itu, mereka tidak serta merta langsung memuji dan menyanjung para Malaikat itu. Namun yang mereka ucapkan dan katakan andalah : “Segala puja dan puji hanya milik Allah, Tuhan Pencipta, yang telah menepati janji-Nya pada kami, dan Dia telah mewarisakan tempat tinggal dalam Syurga ini di mana saja kami kehendaki”. (Q.S. Az-Zumar (39) : 74)
Tentang prosesi penyambutan orang-orang Mu’min ynang Muttaqin yang dilakukan oleh para Malaikat penjaga Syurga tersebut dan bagaimana dialog yang terjadi di antara mereka, Allah jelaskan dalam firman-Nya sebagaimana yang tercantum dalam ayat-ayat berikut :
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ (73) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (74) وَتَرَى الْمَلائِكَةَ حَافِّينَ مِنْ حَوْلِ الْعَرْشِ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (75)
Dan orang-orang yang Bertaqwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam Syurga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke Syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Keselamatan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu, maka masukilah Syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya". (73) Dan mereka menjawabnya: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam Syurga di mana saja yang kami kehendaki." Maka Syurga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. (74) (Q.S. Az-Zumar (39) : 73-74)
Orang-orang Mu’min yang mencapai derajat taqwa ternyata bukan hanya memuji dan memuja Tuhan Pencipta semasa mereka hidup di dunia. Memang di dunia mereka tetkenal dengan ahli zikir (banyak berzikir pada Allah), yakni mengingat Allah dengan hati, lisan dan anggota tubuh sebanyak-banyaknya. Zikir pada Allah itu pulalah yang menyebabkan hati mereka tentram dan bersih semasa hidup di dunia, alias tidak pernah dengki, iri, dendam dan kesal pada orang lain, apalagi terhadap sesama Mu’min. Semasa di dunia mereka juga selalu menjadikan puja dan puji pada Allah itu sebagai landasan semua aktivitas kehidupan (amal shaleh). Karena itu, tak ada satupun dari jenis kehidupan dunia yang pantas mereka puji, apalagi dipuja dan dipertuhankan. Yang mereka puja, puji dan pertuhankan hanya Allah semata.
Ternyata di dalam Syurga pun mereka tidak henti-nya memuja dan memuji Allah Tuhan Pencipta disebabkan begitu melimpahnya nikmat Syurga yang mereka lihat dan rasakan. Bumi, langit dan seisinya yang pernah mereka saksikan ketika hidup di dunia terasa amat sangat kecil dibandingkan dengan apa yang mereka peroleh di dalam Syurga. Sebab itu, mereka berzikir dan memuji Allah tidak putus-putusnya. Allah menjelaskan tentang situasi jiwa serta hati mereka serta kebiasaan (habit) mereka memuji Allah, kendati sudah di dalam Syurga, sebagaimana firman-Nya :
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (42) وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (43)
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni Syurga; mereka kekal di dalamnya.(42) Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (Syurga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan Pencipta kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah Syurga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."(43) (Q.S. Al-A’raf (7) : 42 – 43)
Sesungguhnya orang-orang Mu’min yang mencapai derajat taqwa ialah mereka yang zuhud terhadap dunia, sudah terlepas dari kecintaan pada kehidupan dunia, tawadhu’ terhadap sesama, tidak sombong dan tidak pula menyombongkan diri dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka ketika hidup di dunia, berupa harta, ilmu, kedudukan dan jabatan. Sebab itulah mereka pantas menjadi penghuni Syurga. Karena, semua pemberian Allah tersebut merupakan nikmat yang harus mereka gunakan dan belanjakan di jalan Allah melalui berbagai activitas amal shaleh, seperti yang dijelaskan pada akhir pembahasan fase kedua dari Periode Kematian Kedua, yakni Fase Kematian. Berbagai kenikmatan hidup dunia bukan untuk gagah-gagahan, alat kesombongan yang dipertontonkan kepada manusia sebagai life style (gaya hidup) dengan tujuan jaga imej (jaim) atau sebuah prestise. Akan lebih celaka lagi, life style itu dibangun berdasarkan tumpukan hutang alias kredit yang setiap saat siap menerima ancaman debt collector jika terlambat membayar cicilannya.
Itulah yang membedakan orang-orang beriman yang bertaqqa. Ketika hidup di dunia, mereka mensikapi harta, ilmu, kekuasaan dan dan jabatan yang diberikan Allah kepada mereka sebagai manah yang memiliki resiko tinggi di Akhirat jika mereka tidak mampu menjalankannya dengan baik sesuai aturan main Tuhan Pencipta mereka. Sebab itu, mereka tidak ambisi dan tidak pernah meminta pangkat dan jabatan, apalagi berkompetisi untuk memperolehnya dengan menyogok atau membayar manusia dengan uang atau dengan janji-janji angin sorga agar mereka terpilih menjadi pemimpin. Akan tetapi jika diamanahkan, mereka akan sangat hati-hatai mengelolanya agar terhindar dari berbagai penyimpangan dan kerusakan yang lazim terjadi di tangan kebanyakan para pemimpin lainnya di dunia.
Untuk mencapai kehidupan Akhirat yang lebih baik, lebih mewah dan lebih segala-galanya, mereka menjadikan firman Allah berikut ini sebagai salah satu acuannya :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (83) مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى الَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (84)
(Kesenangan dan kebahagiaan) negeri Akhirat itu, hanya Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan yang baik (Syurga) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (83) Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.(84) (Q.S. Al-Qashash (83 – 84)