“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menyertaimu”
–Alm. Rahmat Abdullah–
Setiap orang yang belajar finance kenal sepuluh aksioma dasar. Salah satunya tentang risk and return trade-off, yang mengatakan: Low risk, low return. High risk, high return. Kalau boleh disambung, no risk, ya no return. Visi, mimpi, creating the future, out-of-the box thinking, keluar dari comfort zone, berpikir “bandel”, memang punya risiko, punya ketidakpastian yang sangat besar. Tapi kembali, di situlah bedanya leader dengan orang kebanyakan: leader adalah risk-taker, sementara common people cenderung risk-avoider.
Ibarat atlet, leader adalah pelari maraton, bukan sprinter. Orientasi, sekaligus kriteria suksesnya diletakkan dalam time frame yang panjang (longer term), jauh di depan. Pemimpin sejati bukanlah manusia instan yang tergiur oleh ”sukses” remeh-temeh berjangka pendek, yang bisa jadi justru merupakan virus atau rayap yang pelan-pelan menggerogoti fondasi bangunan masa depan. Hari esok. Bahkan hari esok yang sangat jauh di depan dan abadi: akhirat. Di sanalah pemimpin sejati menitipkan harapannya. ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kami kerjakan” (QS. Al Hasyr: 18).
Visi akhirat membuat pemimpin menjadi cerdas menata kekiniannya, langkah-langkahnya, utilisasi sumber dayanya. Visi akhirat pula yang membuat pemimpin sejati teguh-kukuh dan tak kenal kalah, apalagi patah. Luka-luka akibat terantuk cadas, bahkan yang paling parah sekalipun, dilihat sebagai lecet-lecet kecil yang akan terobati oleh waktu, dan sama sekali tak membuat surut. Visi akhirat juga membuat pemimpin tak punya kata ”puas” dalam kamus hidupnya. Ia terus beramal. Terus berbuat. Tak pernah berpikir untuk berhenti dan berleha-leha menikmati ”gula-gula” jangka pendek, karena ia tahu betul bukan itu yang ia mau.
Itulah the power of vision! Visi hebat yang menjangkau jauh ke depan membuat masalah, kendala, dan kesulitan hanya kerikil-kerikil kecil yang tak berarti. The true leader berpikir, kalaulah dalam perjalanan menggapai mimpi itu saya menderita sakit, Allah akan menyembuhkan saya. Kalaulah saya jatuh, dengan pertolongan Allah saya akan bangun lagi. Jika saya kalah, itu tak akan selamanya. ”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikanNya gugur sebagai syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir” (QS. Ali ”Imran: 140-141). So, no big deal!
Pemimpin sejati memang istiqamah dan disiplin. Ia konsisten, konsekuen, dan presisten terhadap visinya. Tak mau kompromi. Enggan ditawar. Namun, ia inovatif dan berani mengambil risiko dalam cara. Ada fleksibilitas yang luar biasa dalam mencari solusi. Ada conviction bahwa untuk menjadi leader yang sukses bukan berarti tak boleh gagal, melainkan harus melihat hasil yang tak sesuai dengan harapan sebagai bagian dari proses pembelajaran, sebagai feedback, sebagai sinyal keharusan untuk berganti cara. Ketika pemimpin sejati terantuk sebuah tembok penghalang, bukan cita-citanya yang ia kesampingkan, melainkan strateginya yang ia ubah.
Anda suka bergunjing? Kalau ya, artinya anda belum cukup qualified untuk menjadi pemimpin. Lho kok? Terlepas dari masalah bahwa bergunjing itu dosa, pergunjingan biasanya berisi masalah. Semua peserta majelis pergunjingan dengan penuh semangat menyoroti masalah, bahkan membesar-besarkan masalah, dengan menambahkan aneka bumbu penyedap rasa. ”Abis …, soalnya …, masalahnya …,” demikian kira-kira redaksi kalimat para penggunjing itu. Tak ada yang bicara solusi. Bahkan tak ada yang berharap ada solusi. Mohon dicatat: leader berpikir tentang solusi, bukan tentang masalah. ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa telah kamu kerjakan” (QS. At Taubah: 105). Jadi, cuma ada tiga kata kunci. Pertama, action! Kedua, juga action! Dan ketiga, jangan berhenti action!