Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah SWT adalah Dia menjalankan matahari di lintasan yang teratur. Keteraturan lintasan dan pergerakan matahari dapat dipelajari oleh manusia sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia sehari-hari. Demikian pula, keteraturan ini menjadi patokan jelas dalam menentukan waktu-waktu shalat setiap hari.
Ternyata, ada hubungan antara Ka’bah sebagai arah kiblat dalam shalat dengan pergerakan matahari. Kita tahu, bahwa posisi lintang Ka’bah adalah 21 derajat 25 menit busur 22 detik busur Lintang Utara (LU) atau 21,42278 derajat. Sementara itu, deklinasi matahari sepanjang satu tahun berubah secara periodik, berkisar dari sekitar minus 23,5 derajat hingga 23,5 derajat. Ternyata, lintang Ka’bah berada di dalam rentang deklinasi matahari. Ada dua kali peristiwa dalam setahun, ketika deklinasi matahari sama atau mendekati nilai lintang Ka’bah tersebut. Maka, saat itu di siang hari, matahari akan tepat atau hampir tepat di atas Ka’bah. Dengan demikian, bayangan setiap benda pasti akan menuju ke Ka’bah, sehingga arah kiblat dengan tepat dapat ditentukan saat matahari tepat di atas Ka’bah.
Hal ini dapat dibuktikan dengan rumus transformasi koordinat antara koordinat ekuator geosentrik dengan koordinat horison (Lihat tulisan tentang Transformasi Sistem Koordinat). Salah satu rumusnya adalah
sin(altitude) = sin(deklinasi)*sin(lintang) + cos(deklinasi)*cos(lintang)*cos(hour angle).
Pada saat tengah hari, hour angle = 0 derajat. Nilai cos(0) = 1. Karena matahari ada di atas kepala, maka altitude = 90 derajat. Nilai sin(90) = 1. Rumus di atas menjadi
sin(deklinasi)*sin(lintang) + cos(deklinasi)*cos(lintang) = 1.
Ini hanya mungkin, jika deklinasi = lintang, karena rumus sin*sin + cos*cos = 1. Sekarang tinggal dicek, kapan deklinasi matahari nilainya sama atau paling mendekati lintang tempat tersebut. Deklinasi matahari berubah-ubah sepanjang tahun secara periodik (seperti grafik fungsi sinus atau cosinus). Nilai rata-rata deklinasi matahari setiap hari selama satu tahun dapat dilihat di
http://www.wsanford.com/~wsanford/exo/sundials/DEC_Sun.html
Untuk tanggal dan bulan yang sama dengan tahun berbeda, tentu saja nilai deklinasi matahari ini dapat berbeda sedikit, kira-kira dalam orde beberapa menit busur saja. Dari daftar tersebut, nampak bahwa nilai deklinasi matahari yang mendekati lintang Ka’bah terjadi pada tanggal 28 Mei dan 16 Juli.
Tugas selanjutnya adalah menentukan pada jam berapakah, matahari berada di atas Ka’bah. Saat itu adalah waktu zhuhur, dimana matahari melewati garis meridian sehingga memiliki altitude maksimum. Untuk menentukan waktu zhuhur, perlu diketahui tiga parameter, yaitu koordinat bujur setempat, koordinat waktu referensi, serta Equation of Time.
Ka’bah terletak pada bujur 39 derajat 49 menit busur 34 detik busur Bujur Timur (BT) atau 39,8261 derajat. Waktu lokal Ka’bah adalah UT + 3 jam sehingga koordinat bujur referensi adalah 3*15 = 45 derajat. Sementara itu Equation of Time untuk tanggal 28 Mei dan 16 Juli berturut-turut adalah sekitar 2 menit 56 detik = 2,93 menit dan minus 5 menit 52 detik = – 5,88 menit. Silakan lihat rata-rata nilai Equation of Time sepanjang tahun di
http://freepages.pavilion.net/users/aghelyar/sundat.htm
(Nilai Equation of Time untuk satu tanggal sama dengan tahun berbeda dapat berubah, namun hanya dalam orde detik saja)
Jika matahari kita adalah matahari fiktif yang bergerak dengan kecepatan konstan, serta koordinat bujur tempat kita tepat sama dengan koordinat bujur referensi, maka matahari fiktif tersebut selalu melewati meridian pada pukul 12.00 tepat waktu setempat. Namun karena matahari kita bergerak dengan kecepatan yang tidak sama, maka dibutuhkan faktor koreksi berupa Equation of Time (ET). Demikian pula, diperlukan koreksi perbedaan bujur tempat kita dengan bujur referensi. Hasilnya adalah pergeseran waktu saat zhuhur dari jam 12.00, yang dirumuskan
Pergeseran waktu (dalam jam) = [Bujur referensi – Bujur tempat]/15 – ET/60.
Pada ruas kanan persamaan di atas, selisih bujur dibagi 15 agar satuannya jam (15 derajat = 1 jam). Karena ET bersatuan menit, maka dibagi 60 agar bersatuan jam. Apabila pergeseran waktu dinyatakan dalam menit, maka rumusnya menjadi
Pergeseran waktu (dalam menit) = 4*[Bujur referensi – Bujur tempat] – ET.
Untuk tanggal 28 Mei, nilai pergeserannya = 4*[45 – 39,8261] – 2,93 = 17,8 menit atau dibulatkan 18 menit. Berarti waktunya adalah pukul 12.18 waktu setempat. Sedangkan untuk tanggal 16 Juli, nilainya = 4*[45 – 39,8261] – (-5,88) = 26,6 menit atau dibulatkan 27 menit. Berarti waktunya adalah pukul 12.27 waktu setempat.
Kesimpulannya, matahari berada di atas Ka’bah pada tanggal 28 Mei pukul 12.18 waktu setempat, dan tanggal 16 Juli pukul 12.27 waktu setempat. Karena waktu referensi antara Waktu Indonesia Barat (WIB, UT + 7 jam) dengan Ka’bah (UT + 3 jam) berselisih 4 jam, maka waktunya di wilayah Indonesia bagian Barat menjadi 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB.
Cara melakukan pengukuran arah kiblat dengan metode ini adalah sebagai berikut. Cocokkan waktu dengan waktu standar. Pancangkan benda tipis seperti tongkat tegaklurus di atas tanah/lantai. Lakukan pengukuran pada saat yang tepat. Maka bayangan tongkat tersebut menunjukkan arah kiblat, atau dengan kata lain, arah kiblat sama dengan menghadap ke arah matahari saat itu.
Beberapa catatan
Pertama, tanggal dan waktu di atas adalah rata-rata sepanjang tahun. Jika tahunnya adalah tahun kabisat (misalnya tahun 2000, 2008 dan lain-lain), tanggalnya dimajukan satu hari menjadi 27 Mei dan 15 Juli. Secara praktis, pengamatan dalam rentang satu-dua hari sebelum dan sesudah tanggal tersebut masih cukup akurat untuk menentukan arah kiblat. Jadi, pengamatan bisa pula dilakukan dalam rentang 26-30 Mei sekitar pukul 16.18 WIB atau 14-18 Juli pukul 16.27 WIB, meskipun tentu saja yang paling akurat adalah 28 Mei dan 16 Juli. Dalam rentang plus-minus dua hari tersebut, nilai Equation of Time hanya berubah sekitar 11-15 detik saja sehingga masih cukup akurat.
Kedua, hitungan di atas sudah cukup teliti untuk keperluan praktis. Adapun jika ingin diperoleh waktu yang lebih teliti lagi, maka harus digunakan algoritma VSOP87 yang berisi komponen longitude, latitude dan distance planet-planet terhadap matahari. Dalam hal ini, dipilih algoritma untuk posisi bumi terhadap matahari, yang berarti sebaliknya juga, yaitu posisi matahari terhadap bumi. Dengan memperhitungkan koordinat Ka’bah seperti tersebut di atas, serta nilai Delta_T = 65,2 detik, maka pada tanggal 28 Mei 2009, matahari terletak di atas Ka’bah pada pukul 12:17:58 waktu setempat atau 16:17:58 WIB. Saat itu, altitude (ketinggian) titik pusat matahari adalah 89:54:47 derajat = 89,913 derajat (hampir mendekati 90 derajat) dan posisi titik pusat matahari terletak di sebelah utara titik zenith sehingga saat melewati meridian azimuthnya nol. Adapun untuk tanggal 16 Juli 2009, waktunya adalah pukul 12:26:46 waktu setempat atau 16:26:46 WIB. Saat itu, altitudenya adalah 89:53:17 derajat = 89,888 derajat dan azimuthnya saat melewati meridian adalah 180 derajat.
Ketiga, metode ini hanya dapat dilakukan pada hari cerah dimana matahari tidak terhalangi oleh awan gelap. Selain itu, metode ini hanya berlaku di daerah yang waktu lokalnya berselisih maksimum sekitar 5 hingga 5,5 jam dari Ka’bah, baik di sebelah timur (Asia) atau barat (Afrika dan Eropa). Atau bisa juga selisih waktunya lebih dari itu, namun posisi lintangnya cukup besar di daerah Utara sehingga matahari cukup lama di siang hari (seperti Jepang, selisih 6 jam dari Ka’bah) atau malah di dekat kutub Utara ketika matahari selalu ada di atas ufuk (seperti di Rusia Timur dekat Laut Bering). Jadi, pada tanggal 28 Mei maupun 16 Juli, tempat-tempat yang bisa melakukan metode ini adalah seluruh Afrika dan Eropa, Rusia, serta seluruh Asia kecuali Indonesia Timur (Papua). Di Papua, Australia maupun kepulauan di Samudera Pasifik, matahari sudah keburu tenggelam. Sebagai ilustrasi, pada tanggal 28 Mei di Jayapura (140 BT, 2 LS, ketinggian 0 meter dari permukaan laut, waktu lokal UT +9), matahari terbenam pada pukul 17:38 WIT atau pukul 15:38 WIB. Adapun sebaliknya baik di Amerika Utara dan Selatan, matahari belum terbit.
Keempat, untuk tempat-tempat yang tidak dapat melakukan metode ini, ada metode sebaliknya, yaitu ketika di Ka’bah posisi matahari tepat berada di bawah kaki (di titik Nadir). Dengan kata lain, saat itu altitude matahari di Ka’bah nilainya minus 90 derajat. Dari rumus
sin(altitude) = sin(deklinasi)*sin(lintang) + cos(deklinasi)*cos(lintang)*cos(hour angle)
maka situasi ketika altitude = -90 derajat atau sin(-90) = -1, adalah ketika deklinasi = minus lintang, serta cos(hour angle) = -1. Nilai Cos(hour angle) = -1 bersesuaian dengan waktu tengah malam (midnight) di Ka’bah. Sementara itu deklinasi matahari bernilai sama dengan atau mendekati minus lintang Ka’bah terjadi pada 14 Januari dan 29 Nopember.
Dengan menggunakan hitungan mirip seperti di atas, serta memperhitungkan nilai ET maka pada tanggal 14 Januari 2009, matahari terletak di bawah Ka’bah pada pukul 00:29:36 waktu setempat atau pukul 06:29:36 WIT (Waktu Indonesia Timur). Altitude matahari di Ka’bah adalah minus 89:54:49 derajat = -89,9136 derajat. Saat itu, di Jayapura matahari ada di atas ufuk karena sudah terbit pada pukul 05:42 WIT. Pada pukul 06:29:36 WIT di Jayapura, ketinggian matahari adalah sekitar 10 derajat dan azimuth matahari adalah sekitar 111,4 derajat. Azimuth ini berbeda 180 derajat dengan azimuth arah kiblat dari Jayapura sebesar 291,4 derajat. Dengan kata lain, dengan metode saat matahari tepat di bawah Ka’bah, arah kiblat sesuai dengan bayangan sinar matahari namun arahnya membelakangi matahari.
Demikian juga pada tanggal 29 Nopember 2009, matahari di bawah Ka’bah pada pukul 00:08:51 waktu setempat atau pukul 06:08:51 WIT dimana altitudenya minus 89:58:56 derajat = -89,9822 derajat. Di Jayapura saat itu matahari juga sudah ada di atas ufuk karena terbit pada pukul 05:21 WIT.
Kelima, prinsip umum dari metode ini adalah menentukan arah kiblat, dimana azimuth matahari dari tempat kita sama dengan arah azimuth kiblat. Karena itu sebenarnya matahari dapat juga diganti dengan benda langit yang lain, seperti bulan. Bulan bergerak dalam bidang orbitnya mengitari bumi yang kemiringannya sekitar 5 derajat dari bidang ekliptika. Sementara itu, seperti kita tahu bersama kemiringan bidang ekuator bumi dengan bidang ekliptika adalah sekitar 23,5 derajat. Jadi, maksimum deklinasi bulan bisa mencapai 28,5 derajat dan minimum deklinasi bulan bisa mencapai minus 28,5 derajat. Lintang Ka’bah terletak di antara dua nilai minimum-maksimum tersebut, sehingga memungkinkan bulan untuk berada tepat di atas Ka’bah. Hanya saja deklinasi bulan tidak berbentuk periodik sesederhana bentuk periodik deklinasi matahari, karena ada faktor lintang ekliptika bulan yang berubah-ubah (karena bidang orbit bulan tidak sejajar dengan bidang ekliptika). Akibatnya waktu saat bulan berada di atas Ka’bah tidak tetap sebagaimana tetapnya waktu matahari di atas Ka’bah.
Dengan menggunakan algoritma ELP2000, dapat diketahui bahwa untuk tahun ini bulan berada di atas Ka’bah pada tanggal 6 Januari 2009 pukul 23:57:40 WIB dengan altitude 89,83 derajat, tanggal 24 Juni 2009 pukul 18:03:39 WIB dengan altitude 89,81 derajat, serta tanggal 8 Nopember 2009 pukul 08:58:57 WIB dengan altitude 89,57 derajat.
Di Jakarta, peristiwa di atas pada tanggal 6 Januari 2009 memungkinkan untuk diamati, hanya saja waktunya sudah lewat. Untuk tanggal 24 Juni 2009 juga memungkinkan, meskipun saat itu bulan tergolong masih baru. Adapun pada tanggal 8 Nopember 2009 tidak memungkinkan untuk diamati di Jakarta maupun kota-kota lain di Indonesia, karena matahari sudah tinggi di atas ufuk.
Sebagai tambahan, bahasan kali ini juga memungkinkan kita untuk mencari tahu, kapankah matahari berada tepat di atas kepala di kota kita masing-masing di Indonesia. Ini memungkinkan, karena lintang di seluruh Indonesia (-11 derajat hingga +6 derajat) terletak di dalam rentang minimum-maksimum deklinasi matahari (-23,5 hingga +23,5 derajat). Untuk ilustrasi, untuk kota Jakarta (106:51:0 BT 6:10:0 LS), matahari berada di atas kepala pada 5 Maret 2009 pukul 12:04:08 WIB dengan altitude 89,835 derajat, dan pada 9 Oktober 2009 pukul 11:39:55 WIB dengan altitude 89,861 derajat.
Jangan lupa, sebentar lagi hari meluruskan arah kiblat pada tanggal 28 Mei 2009 pukul 16:18 WIB.
Rinto Anugraha (Dosen Fisika UGM)