Ketika anak saya yang pertama lahir sekitar 20 tahun lalu, saya tidak bersama istri saya yang memilih melahirkan anak pertama di kampung halaman. Saya baru mengetahuinya setelah semuanya selesai dua hari kemudian. Ini karena anak pertama saya lahir di hari libur dan keluarga di kampung baru bisa menghubungi saya via telepon ke kantor setelah kantor buka. Saat itu di rumah-rumah kita tidak ada telepon—dan itu tidak masalah. Peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran anak-pun berlalu dengan kabar yang telat–juga tidak masalah. Kini —hanya dalam dua dasawarsa— situasi itu sudah sangat berbeda, bahkan berangkat ke masjid pun —untuk sholat jamaah yang hanya sekitar lima menit— kita tidak mau handphone ketinggalan di rumah/kantor. Seolah ada yang lebih penting—yang harus bisa menghubungi kita kapan saja dan di mana saja. Mengapa ini terjadi?
Inilah hasil kerjaan para pemasar ulung di industri telekomunikasi selluler, secara bersama-sama mereka telah berhasil menciptakan suatu kebutuhan yang seolah begitu pentingnya —yang tidak bisa dipisahkan dari kita— yaitu kebutuhan untuk selalu bisa ditelepon/menelpon atau mengirim/menerima pesan pendek. Akibat dari ‘kebutuhan yang nampak begitu penting’ ini, terbangunlah sebuah pasar yang sangat besar di industri telekomunikasi selluler. Baik yang sifatnya hardware, software sampai industri-industri penunjangnya seperti industri content, industri periklanan dan lain sebagainya.
Adalah prestasi tersendiri bagi para pemasar untuk bisa membangun pasarnya sendiri dan tidak berebut dengan sejumlah pesaing yang menggarap pasar yang sama. Dan ini harus dilakukan terus menerus agar penguasaan pasar tetap kepegang. Di pasar telekomunikasi selluler yang baru terbangun oleh seluruh komponentnya dalam dua dasarawarsa terakhir tersebut, kini juga mulai jenuh. Hal ini terbaca dari persaingan yang ‘berdarah-darah’ diantara pemain, terbaca dari iklan-iklan mereka, terbaca dari struktur tariff mereka dan lain sebagainya.
Membangun pasar tidak harus dalam skala besar seperti industri telekomunikasi selluler tersebut di atas, di pasar yang sangat kecil sekalipun—bila kita sendirian di situ, maka bisa menjadi peluang besar untuk kita tumbuh. Dalam memperkenalkan Dinar misalnya, kita tidak merasa bersaing dengan siapapun karena ada celah pasar yang sejatinya kecil–tetapi bisa kita bangun menjadi peluang besar bagi kita sendiri.
Saya tidak bersaing dengan sesama toko emas karena produk kita berbeda, karakter pasarnya-pun berbeda —bahkan kita tidak merasa perlu untuk exist di pusat-pusat perdagangan emas di Jakarta seperti Cikini dan Melawai— karena pembeli Dinar tidak perlu datang ke Cikini atau Melawai. Kita tidak bersaing dengan bank, bursa saham, asuransi dan lain sebagainya karena produk yang kita tawarkan jelas berbeda dengan mereka —produk yang kita tawarkan value-nya ada di bendanya sendiri (intrinsic)— bukan pada institusinya.
Lantas bagaimana kita menemukan peluang pasar yang unique ini? Ada pendekatan yang mudah diingat untuk ini yaitu pendekatan WWW, bukan World Wide Web seperti umumnya kita kenal–tetapi pendekatan Who, What and Why.
Untuk mudahnya dipahami, sekali lagi saya ambilkan case-study di GeraiDinar.
Who : siapa yang menjadi target pasar kita? kita mendefinisikannya sebagai muslim menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang. Mengapa muslim? karena non-muslim tidak memiliki sentiment value terhadap Dinar—meskipun mereka ada yang membeli tetapi bukan target pasar kita. Mengapa menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang? karena fungsi proteksi nilai dari Dinar lebih terasa manfaatnya untuk kebutuhan jangka panjang seperti biaya sekolah anak, dana pensiun dlsb.
What : Apa produknya? kita tidak membuat produk ini sendiri, kita percayakan pada ahlinya dibidang ini yaitu Unit Logam Mulia dari PT. Aneka Tambang, TBK. Menyerahkan produk pada ahlinya ini memudahkan kita memperkenalkan produk ini ke khalayak.
Why : mengapa orang membeli Dinar dari kita? macam-macam alasannya, ada yang memindahkan uangnya dari deposito ke Dinar karena kebutuhan akan proteksi nilai lebih bisa dipenuhi di Dinar. Ada yang membeli karena harga buy back kita yang sangat tinggi karena kita jaga consistent 4% dibawah harga jual, pembeli kategori alasan kedua ini bahkan tetap membeli ketika harga kita tinggi—ya karena berarti kita juga menghargai tinggi terhadap Dinar yang telah mereka beli sebelumnya. Ada pula yang membeli karena sajian data harga kita yang selalu up-to-date, sehingga orang bisa mengikuti dari menit ke menit arah nilai tabungannya dan tahu persis berapa nilainya bila hendak dijual kembali.
Pembeli dengan alasan ketiga inilah yang akhirnya membentuk suatu ‘kebutuhan’ tersendiri—yaitu kebutuhan akan informasi harga yang harus selalu bisa diakses secara up-to-date. Melalui pemantauan mereka ini pula kami mendapatkan response bila dalam beberapa menit saja server kami down—bahkan ketika hari libur sekalipun.
Paduan dari tiga kombinasi who, what and why yang bersifat unique inilah yang membuat pasar kita berbeda dari pasar orang lain. Salah satu atau dua dari W-nya bisa sama yaitu misalnya Who dan What-nya, tetapi bila W yang ketiga berbeda—maka kita masih akan menghasilkan pasar yang berb eda dari yang dimiliki orang lain. Ilustrasi di bawah ini akan memudahkan kita membangun pasar yang unique ini.
Who What Why
Dengan exercise Who, What and Why ini, Andapun bisa membangun pasar Anda sendiri, tidak perlu segeda pasar telekomunikasi selluler seperti dalam ilustrasi tersebut diatas; betapapun kecilnya—bila Anda sendirian didalamnya, maka pasar Anda akan terasa luas tidak ada habis-habisnya. Insyaallah.