“Betul, akan tetapi dosaku teramat besar, ya Rasulullah,” jawabnya.
“Akan tetapi, Kalam Allah itu lebih besar lagi,” jawab Rasulullah Saw.
Setelah itu, Rasulullah Saw memerintahkan agar Tsalabah dibawa kerumahnya. Namun
setelah sampai dirumah, Tsalabah ra jatuh sakit, hingga akhirnya Rasulullah Saw yang
mendengar kabar sakitnya Tsalabah ra menjenguknya. Tsalabah ra masih malu karena
rasa bersalahnya selalu menggeser kepalanya dari pangkuan Rasulullah Saw.
“Mengapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?,” tanya Rasulullah Saw.
“Karena kepala ini penuh dosa,” jawab Tsalabah ra.
“Apa yg kamu keluhkan?,” tanya Nabi Saw kepadanya.
“Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulangku, dagingku, dan kulitku,” jawab
Tsalabah ra.
“Apa yang kamu inginkan?,” tanya Nabi Saw.
“Ampunan Rabbku,” jawabnya.
Kemudian turunlah Jibril as kpd Nabi Saw dengan membawa wahyu dr Allah Swt,
“Andaikata hamba-Ku ini meghadap-Ku dengan kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan
menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula.”
Nabi Saw menyampaikan wahyu tersebut kepada Tsalabah ra, dan seketika ia terpekik
dan meninggal. Maka Rasulullah Saw memerintahkan agar ia segera dimandikan dan
dikafani. Ketika selesai menyalatinya, beliau Saw berjalan sambil berjingkat.
Salah seorang sahabat menanyakan mengapa Rasulullah Saw berjalan sambil berjingkat
seperti itu. “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan benar sebagai Nabi, sungguh aku
tidak mampu meletakkan kakiku di atas bumi, karena malaikat yang turut melayat
Tsalabah sangatlah banyak,” jawab Rasulullah Saw.
Kisah Tsalabah ra, seorang sahabat yang mulia, memberikan kita beberapa hikmah. Ada
keagungan dalam sikap Tsalabah ra dalam menyikapi rasa bersalahnya. Kesalahan
Tsalabah ra mungkin merupakan sebuah kesalahan yang sepele untuk kita, namun tidak
untuk seorang Tsalabah ra.
Yang dianggap sebagai dosa besar bagi Tsalabah adalah SECARA TIDAK SENGAJA melihat
seorang wanita yang sedang mandi. Ketidaksengajaan inilah yang memicu penyesalan dan taubat dari Tsalabah ra. Sedemikian mulia akhlakmu, hai Tsalabah!
Dan coba kita renungkan perjalanan taubatnya Tsalabah ra. Langkah pertama adalah
ketakutan akan kuasa Allh Swt. Rasa takut akan kuasa Allah Swt mencerminkan betapa
Tsalabah ra adalah manusia yang ihsan, dimana ia tahu dan yakin walaupun tidak ada
seorang pun yang bersamanya saat itu, namun Allah Swt ada dan mengetahui apa yang
dilakukannya. Takutnya Tsalabah ra akan azab Allah Swt atasnya segera menuntunnya ke langkah selanjutnya, yaitu penyesalan.
Penyesalan yang penuh dengan sujud dan tangis selama 40 hari. Hingga Allah Swt
menunjukkan Kasih-Nya dengan mengirim Jibril as untuk mengabarkan mengenai Tsalabah ra yang berada di atas pegunungan, ditempatnya sedang bertobat. Bahkan setelah dijemput, Tsalabah ra masih dalam nuansa penyesalan dan takut yang membuatnya pingsan ketika mendengar ayat Allah yang dibacakan oleh Rasulullah Saw dalam shalatnya. Penyesalan yang kemudian menyebabkan sakitnya Tsalabah ra, hingga Allah Swt menegaskan keagungan-Nya dan ampunan-Nya kepada Tsalabah ra.