Diceritakan oleh Abdul Wahid, bahwasanya mereka pada suatu ketika berlayar diatas sebuah perahu. Tiba-tiba perahu itu bocor, lalu mereka menambalnya pada sebuah pulau ditepi pantai. Pada saat itu mereka menemukan seseorang yang menyembah patung.
Mereka bertanya kepadanya, “Apa yang engkau sembah?” Dia menunjukkan kepada patung tersebut.
Lalu dia bertanya, “Adapun kalian, apa yang kalian sembah?” Mereka menjawab, “ Kami menyembah Allah yang memiliki singgasana dilangit, kerajaan di bumi, dimana kehidupan dan kematian ada di ketetapan-Nya.”
Dia bertanya, “ Apakah yang menunjukkan kalian akan keberadaan-Nya?” Abdul Wahid berkata, “Kami menjawab, “Dia mengutus kepada kami seorang rasul.”
Lalu dia bertanya, “Dimanakah dia berada?” Kami menjawab, “Allah telah mewafatkannya.”
Dia bertanya, “Apa yang menjadi bukti kalian atas keberadaannya?” Kami menjawab, “Dia meninggalkan kepada kami Kitab Pemilik kerajaan.”
Dia berkata, “Perlihatkanlah kepadaku.” Abdul Wahid berkata,” Lalu kami menyodorkan Al-Qur’an kepadanya.”
Dia berkata, “Aku tidak dapat membaca.” Abdul Wahid berkata, “Lalu kami membacakan kepadanya satu surat dari kitabullah.” Diapun menangis seraya berkata, “ Tidaklah sepatutnya bagi Zat yang memiliki perkataan ini untuk dimaksiati.” Abdul Wahid berkata, “Maka kami mengajarkan kepadanya syariat-syariat Islam.” (ia pun menjadi Muslim).
Ketika malam tiba, kami shalat kemudian tidur. Dia berkata, “Apakah Tuhan yang kalian sembah tidur?” Kami menjawab, “Tuhan kami hidup dan tidak tidur.” Dia berkata , “Sejelek-jelek hamba adalah kalian, kalian tidur sedangkan Tuhan kalian tidak tidur.”
Abdul Wahid berkata, “ Kami merasa heran terhadap perilakunya.” Hingga tibalah saat kepergian kami. Lalu kami mengumpulkan uang dan memberikan kepadanya. Dia menolaknya dengan berkata, “Maha Suci Allah, kalian menunjuki aku suatu jalan yang kalian belum melaluinya , sesungguhnya aku dulu menyembah patung di lautan dan dia tidak menelantarkan aku, maka bagaimana setelah aku mengetahuiNya!.
Abdul Wahid berkata, “Perihalnya sangat mengherankan.” Kemudian dia menderita sakit. Lalu kami datang menjenguknya. Kami bertanya kepadanya, “ Apakah engkau mempunyai hajat?” Dia menjawab, “Tuhan yang kalian tunjukkan kepadaku telah menunaikan hajatku.” Abdul Wahid berkata, “Maka kami tidak beranjak hingga dia meninggal dunia.”
Lalu aku bermimpi melihat dia berada di dalam sebuah kemah yang disisinya terdapat seorang wanita. kemudian Dia berkata, “Semoga keselamatan tercurahkan untuk kalian dan ini adalah sebaik-baik tempat kembali.”
Kisah ini terdapat pada kitab “Gidzaa’ul Al Baab”, Al- Isfarayaini telah manukilnya dari Ibnu Jauzi.. Engkau dapat merasakan dari kisah ini, bagaimana ayat-ayat (Allah) ketika bertaut dengan hati yang lembut. Dia akan merubah kehidupan manusia serta pemahaman kepada mereka, serta memberikan bekas dalam hati berupa rasa malu kepada Allah, bertawakkal dan berserah diri kepada-Nya pada waktu malam dan siang.
Dimana hati tidak lagi bergantung kepada makhluk, baik ketika mencari kemanfaatan atau menolak kemudharatan. Adapun orang seperti ini tidak pernah putus asa, gagal, serta celaka baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwasanya dia dapat melampaui orang-orang yang mendahuluinya memeluk Islam dalam keadaan yang sangat menakjubkan.
-Said Abdul Azhim-