Padahal, hakekatnya, janji yang dibuat manusia, banyak yang tidak dapat dilaksanakan, dan bahkan cenderung, janji itu hanya sekadar diucapkan, tapi tidak dilaksanakan. Apalagi, janji hanya untuk mengajak manusia lainnya agar tertarik kepada dirinya, taasub, dan menjadikan dirinya sebagai pilihan, menjadikan dirinya sebagai pemimpin, yang sejatinya, ia tak layak untuk dipilih dan memimpin.
Orang-orang pada berbondong memilihnya, memujinya, mengharapkan pertolongannya, dan menyerahkan segala urusan terhadap dirinya. Padhal, hakekatnya, ia makhluk lemah, sama sekali tidak layak dijadikan tempat bersandar, berharap, dimintai pertolongan, dan mengurus segala urusannya. Hanya orang-orang itu telah tertipu dengan janji, yang janji itu diucapkan dengan lisan atau melaluli wasilah lainnya, yang dapat mempengaruhi lebih banyak pendapat manusia.
Betapa manusia telah banyak yang terjerumus ke dalam perbuatan nifaq, yang sangat dibenci oleh Allah Azza Wa Jalla. Karena, mereka berjanji, tapi tidak pernah bisa mewujudkan janji itu. Bahkan, manusia banyak yang melupakan janjinya dengan Allah Azza Wa Jalla, janji untuk berbakti, janji beribadah, janji mentaati, janji melaksanakan aturan-aturan dan hukum-hukum-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). (al-Qur’an : An-Nahl :91).
Sa’id ibnul Musayyib rahimahullah, yang tidak memberikan pujian, kecuali sifat-sifat kemuliaan dan tidak mencintai kecuali amal shaleh dan kebajikan. Sa’id Ibnul Musayyib memberikan pujian kepada Zainal Abidin, cucu Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, dan dengan penuturannya : “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih wara’ selain dia!”. Tokoh, yang dipuji Sa’id ini, memang seorang hamba yang telah memiliki berbagai kemuliaan, yang tidak dapat digapai oleh orang-orang yang sebayanya.
Wahai kaum muslimin! Camkanlah, pernyataan orang yang telah memujinya, dan memberikan kesaksian atas kehidupan cucu Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, yaitu Zainal Abidin. “Ali Zainal Abidin bin Husien, karena kekerabatannya dengan Rasulullah Shallahu alaihi wa salam tidak pernah makan dengan uang senilai satu dirham”, ungkap orang yang bersaksi itu.
Zainal Abidin bersikap zuhud terhadap dunia. Ia menampik dunia dan tekun memperbaiki kehidupan akhiratnya. Bagaimana sikap Zainal Abidin dengan kehidupan dunia?
Suatu ketika, Mukhtar ibn Abu Ubaid memberinya uang seratus ribu. Dia tiak mau menerimanya. Tetapi, jika menolaknya, ia takut Mukhtar, mencelakakannya, karena ia seorng tiran yang bengis. Dan, ketika Mukhtar terbunuh dalam perang, Zainal Abidin memberitahu Khalifah Marwan bin Malik, agar mengambill uang pemberian Mukhtar, dan melalui utusannya itu uang yang diambil itu dikembalikan kepada Zainal Abidin oleh Khalifah Marwan bin Malik. Tapi, uang itu oleh Zainal Abidin diberikan kepada fakir miskin, sampai habis, tak bersisa.
Adakah orang-orang sekarang yang mengumbar janji itu, masih dapat dipercaya dan memenuhi janjinya dan bersikap amanah? Sebaliknya, adakah mereka hanyalah kumpulan orang-orang nifaq, yang sedang menipu umat. Wallahu ‘alam.