Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur tanah dan ruh. Unsur tanah membuat manusia memiliki kecenderungan kepada segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan duniawi dan unsur ruh yang membuat manusia memiliki kecenderungan kepada kenikmatan ukhrawi.
Manusia seharusnya memiliki kemampuan untuk mengelola dua unsur yang ada di dalam dirinya menjadi dua buah kecerdasan yang seimbang“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. (QS. Al-Qashash: 77).Manusia yang cerdas adalah manusia yang mampu mengelola dua potensi tersebut sebagai sebuah kekuatan spiritual yang mengangkatnya menjadi manusia yang berhasil di dunia dan juga berpotensi memiliki kehidupan akhirat yang gemilang.
Demikianlah Allah SWT berkehendak menuntun manusia agar berjalan di muka bumi dengan seimbang. Namun sebagian besar manusia lebih menginginkan jalan kehidupan yang berbeda dari yang Allah SWT kehendaki, kenyataannya banyak manusia mencari jalan yang termudah bagi kesenangan dirinya sehingga fitrah yang sedianya tetap terpelihara menjadi layu bahkan lenyap kehilangan sensivitas ruhiyah dalam sisi religi kemanusiaannya. Maka tak heran bila saat ini dimana-mana tercium aroma kejahiliyahan, membawa manusia tumbuh dan berkembang pada kegelapan yang semakin lama semakin dalam. Selalu ingin segera puas dalam kesenangan, menginginkan jalan pintas yang tak perlu bersusah payah, tidak menempuh jalan yang sabar, mempertahankan dalam zona comfort sehingga kehilangan semangat spiritual karena unsur tanah yang terlalu berat.
Allah SWT berfirman:
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.(QS. 14:1)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT menurunkan Al Qur’an sebagai anugerah untuk manusia sebagai petunjuk, sebagai penuntun dan pembimbing bagi makhluk insaniah yang memiliki dua kecenderungan. Allah SWT memberitahukan jalan kebenaran bagi hamba-hambaNya melalui kalimatNya, seolah-olah Ia memberi nasihat kepada manusia secara terus-menerus untuk taat sehingga manusia akan selamat dan keluar dari gelap gulita, dari ketidak- tahuan, dari kedzoliman, dari maksiat, dari penderitaan menuju cahaya yang terang benderang.
Kata zhulumat di atas berbentuk jamak, yang artinya bukan sebuah kegelapan tapi aneka gelap gulita yang amat banyak dan beraneka ragam yang masing-masing kejahatan dan keburukan yang ada di dalamnya memiliki break down tersendiri. Ketamakan yang melahirkan arogansi dan kesombongan, kedzoliman yang melahirkan kesengsaraan dan penindasan, maksiat yang melahirkan pembunuhan dan kehinaan, cinta dunia yang melahirkan kemunafiqan dan kemusyrikan dan sebagainya.
Pada ayat selanjutnya Allah SWT berfirman:Dia-lah Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang pedih. (QS. 14:2)Allah-lah yang memiliki segala apa yang ada di langit dan di bumi, semuanya adalah milik-Nya, hamba-Nya dan makhluk-Nya, fasilitas termasuk semua kesenangan yang di perolehnya.
Kebahagiaan hanyalah bagi hamba yang peduli dan jujur dengan dirinya, cahaya hanyalah anugerah bagi yang sungguh-sungguh menginginkannya. Maka Allah bersumpah kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang pedih. Kecelakaanlah, malapetakalah, musibahlah bagi orang-orang yang menutupi kebenaran (Kafir = menutup), mengganti jalan yang haq menjadi kebatilan dengan siksa yang amat sangat kokoh, kuat dan tak bisa terlepas atau selamat, siksa yang syadiid, siksa yang penuh kekerasan yang teramat sulit untuk bisa keluar darinya.
Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksa yang sangat pedih, yaitu :
“orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.” (QS. 14:3)
Orang-orang yang sungguh-sungguh sabil ath thogut nya, amat keras ambisi dunia nya dan amat sangat hasrat nafsu dunianya sehingga menempuh jalan yang jauh dari sabillillah-nya tapi lebih menempuh jalan pribadi dan jalan fikirannya sendiri dan mengorbankan serta memadamkan cahaya spiritual insaniah kefitrahannya. Bahkan menginginkan jalan yang lurus itu di ubah menjadi jalan yang bengkok karena penyimpangan-penyimpangan yang tumbuh dan semakin berkembang dan mengaburkan mata hatinya dan makin lama semakin buta membuatnya sulit untuk kembali apabila sudah terseret dalam kegelapan yang dalam.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS 2 : 257)
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS 42:52).
Allah mewahyukan Al Quran sebagai cahaya bagi siapa yang Ia kehendaki, semoga kebahagiaan dunia itu bisa tetap dicapai sebagai sebuah anugerah dan sebagai sebuah refleksi nilai-nilai ukhrowi. Karena Allah SWT menjadikan hidup ini sebagai ujian, siapakah diantara hambaNya yang lebih baik amalnya.
Orang-oran yang mencintai dan mendambakan jalan kebenaran, yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla, tak pernah menyimpang, dan selalu merindukan akhirat. Betapapun, beratnya jalan yang ditempuh dalam kehidupan ini. Para generasi salaf merindukan kehidupan ukhrawi, yang akan memuliakannya nanti, ketika m ereka semua sudah menghadap Rabbnya.
Inilah sebuah kisah yang sangat nyata, yang terjadi di awal perjalanan da’wah, ketika Rasulullah shallahu alaihi wassalam memimpin gerakan da’wah. Seorang sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash menceritakan : “Ketika kami berada di Uhud, Abdullah bin Jahsy berdiri lalu berkata sebelum pecah pertempuran, wahai Tuhanku, Engkau tahu bahwa aku mencintai-Mu. Kalau perang sudah berkecamuk, pertemukan aku dengan musuh-musuh-Mu, yang kuat dan gagah, kemudian ia membedah perutku, memotong hidungku, mencungkil mataku, dan memotong telingaku. Kalau aku bertemu dengan-Mu pada hari Kiamat dalam keadaan demikian, wahai Tuhanku, dan Engkau berfirman kepadaku, ‘Hai Abdullah, mengapa keadaanmu begini? Aku akan menjawab, ‘Ini adalah demi perjuangan di jalan-Mu, wahai Tuhanku!”.
Sa’ad berkata : “Setelah perang usai,demi Allah, saya melihatnya telah terbunuh, perutnya terbuka,hidungnya terpotong, matangya dicungkil, dan telinganya dipotong.” Itulah jalan da’wah yang telah digariskan para salaf. Cahaya Islam hanya dapat tegak dengan jihad dan pengorbanan.
Wallahu’alambishowab
Maryam