Syaddad bin Aus meriwayatkan , bahwa Nabi Shallahu alaihi Wa salam dalam khutbahnya , “ Ketahuilah dunia adalah sesuatu yang nyata. Orang baik dan jahat, makan darinya. Ketahuilah akhirat adalah ajal yang benar.Di sana Allah Azza Wa Jalla, yang Maharaja dan Mahakuasa mengadili. Ketahuilah semua kebaikan terdapat di surga, dan ketahuilah semua kejahatan berada di neraka. Dan, hendaklah kalian takut kepada Allah Robbul Alamin. Ketahuilah amal-amal kalian akan dibeberkan dihadapan kalian”.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan, barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balassan)nya pula”. (Az-Zalzalah: 7-8)
Dalam khutbah itu, Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, ingin mengingatkan umatnya, mengenai hakikat dunia, karena dunia sesuatu yang dimakan oleh orang baik dan orang jahat. Hal ini berarti dunia tidak berharga, tidak ada nilainya disisi Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadist dinyatakan : “Seandainya dunia itu di mata Allah sebanding dengan sayap nyamuk, pasti Dia tidak memberi orang kafir setetes air pun dari dunia itu”. (HR.at-Tirmidzi).
Di kota Madinah, kota Nabi Shallahu alaihi wa salam, masih tersisa pribadi-pribadi yang suci dan bersih dri kalanggan shahabat radhiyallahu ‘anhum, Diantaranya adalah Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha ash-Shiddiq putri Abu Bakar ash-Siddiq radhiyallahu ‘anhu, seorang wanita yang suci dan bebas segala tuduhan yang buruk. Ia mengajar para hamba tentang peninggalan Rasul shallahu alaihi wa salam, dan menyebarkan ma’ruf.
Kemuliaannya menyebar diantara makhluk. Suatu hari, Munkadir bin Abdullah, paman Ummul Mu’minin Aisyah dari pihak ibu, bertamu kepadanya untuk mengadukan masalah. “Aku terkena musibah. Tolongnya”, tutur Mukandir. Ummul Mu’minin Aisyah menukas : ”Aku tidak punya apa-apa. Sekiranya aku memiliki sepuluh ribu, pasti aku berikan kepadamu”.
Mukandir pamit, dan pergi meninggalkan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ketika, pamannya itu pergi, datangnya tamu, Khalid bin Asad rahimullah mengirimkan uang kepada Ummul Mu’minin Aisyah sebesar sepuluh ribu dirham.
Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Apa yang dikeluhkannya adalah apa yang menjadi cobaanku”. Ummul Mu’minin, lalu memanggil pamannya Mukandir, dan memberikan uang itu kepadanya. Tak lama, Mukandir langsung pergi ke pasar dan membeli seorang budak wanita, sepuluh ribu dirham. Setelah tinggal bersamanya budak itu melahirkan anak yang masing-masing di beri nama Muhammad, Abu Bakar, dan Umar.
Putra kedua pasangan itu, kemudian menjadi orang sangat alim di kota Madinah. Alangkah berkahnya anak-anak ini. Sungguh sangat berkah uang yang diberikan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada Mukandir, yang melahirkan pribadi-pribadi yang sholeh.
Adapun, Muhammad Ibnu Mukandir yang menjadi paman Aisyah radhiyallahu ‘anha itu, sangat dikenal orang yang sangat gigih, seperti kegigihan orang-orang yang shaleh dan bertaqwa. Ia sangat serius dan tekun dalam melakukan berbagai ketaatan, mengendalikan hawa nafsu dan melawan setan. Hawa nafsur merupakan musuh yang amat berbahaya.
Manusia kadang-kadang tidak menyadari dirinya sudah dikendalikan dan dikuasai hawa nafsunya. Tapi, barangsiapa dapat mengalahkan hawa nafsunya, ia beruntung, mencapai derajat yang tinggi, dan mencapai martabat orang pilihan. Untuk mengalahkan hawa nafsunya, tidak cukup hanya dengan berjuang beberapa saat atau beberapa hari saja.
Renungkan apa yang dikatakan oleh Ibnu Mukandir, seperti yang dituturkannya : “ Aku berjuang dengan susah payah mengekang jiwaku, selama empat puluh tahun, sehingga menjadi istiqomah”, tukasnya . Di kehidupan zaman yang penuh godaan dan fitnah betapa beratnya melawan hafsu. Tapi, masih tetap ada orang-orang yang berhasil melawan hawa nafsunya. Maka, dekatkanlah diri kita dengan sang Khaliq, Allah Azza Wa Jalla. Wallahu ‘alam.