Musa bin Hammad Al-Barbari berkata, “Al Hasan bin Abdil Aziz membawa warisannya dari mesir kepadaku sebanyak 100.000 (seratus ribu) Dinar. Al-Hasan juga membawa untuk Ahmad bin Hambal tiga kantong dengan setiap kantongnya berisi seribu dinar. Al-Hasan berkata kepada Ahmad bin Hambal, “Wahai Abu Abdillah, uang ini adalah dari harta warisan yang halal. Ambillah untuk memenuhi kebutuhanmu!” Kemudian Ahmad menjawab, “Aku tidak membutuhkannya karena aku masih bercukupan.” Walau dipinta untuk menerima beberapa kali, pada akhirnya, Ahmad bin Hambal tetap menolak dan tidak mau menerima uang tersebut sedikit pun.
Ishaq bin Hani’ berkata, “Aku keluar pagi-pagi untuk meminta Ahmad bin Hambal mengajarkan kepadaku kitab karyanya Az-Zuhd. Kemudian aku memasang karpet dan bantal sebagai tempat duduknya, dan ketika Ahmad melihat karpet dan bantal yang aku pasang, maka dia bertanya kepadaku, “Apakah ini?” Aku menjawab, “Ini adalah tempat dudukmu.” Lalu dia berkata, “Ambil karpet dan bantal itu. Berbicara zuhud harus dengan zuhud.” Setelah aku lipat karpet tersebut, baru dia duduk di atas tanah.
Abu Nua’im dengan sanadnya dari Shaleh bin Ahmad bin Hambal, dia berkata, “Pada suatu hari di masa khalifah Al-Watsiq, aku berkunjung ke rumah ayahku (Imam Ahmad bin Hambal) , sementara dia sedang keluar untuk shalat Ashar. Di sana, aku melihat bulu-bulu di tempat duduknya telah kusut. Ketika aku mendekatinya, ternyata dibawah tempat duduk itu terdapat sebuah surat. Setelah aku perhatikan, ternyata isi suratnya adalah, “Wahai Abu Abdillah, telah aku sampaikan kepadamu 4.000 dirham lewat seseorang agar kamu dapat membayar hutang-hutangmu dan memenuhi kebutuhan keluargamu. Uang ini bukan shadaqah dan bukan juga zakat, akan tetapi ini adalah uang dari hasil warisan ayahku.”
Tatkala ayahku kembali ke rumah dari shalat Ashar, maka aku bertanya, “Wahai ayah, apakah artinya surat ini?” Melihat dan mendengar pertanyaanku itu, maka wajah ayahku berubah pertanda sedang marah. Ayahku lalu berkata, “ Baiklah, Aku akan membalas surat ini dan kamu akan antarkan surat balasanku kepada orang yang telah membawa surat ini.”
Dalam balasannya itu ayahku menulis, “Suratmu telah aku teima dan kami sekeluarga dalam keadaan sehat. Adapun soal hutang, maka hutang itu aku dapatkan dari “Seseorang” yang tidak akan menggangu kehormatan kami. Sedang keluarga kami dalam keadaan baik-baik saja walhamduillah.”
Selang beberapa lama, pengirim surat tersebut mengirim surat lagi dan ayahku pun membalasnya dengan surat sebagaimana jawaban pertama kali.
Sikap Ulama ini persis apa yang dikatakan Al Ulaimi,” gemerlap dunia telah menghampirinya, tetapi dia tidak menghiraukannya, kedudukan ditolaknya, dan harta benda pun tidak diinginkannya. Imam Ahmad bin Hambal menolak semua itu karena dirinya merasa cukup . Dalam kesederhanaannya dia berkata, “Harta sedikit bisa mencukupi dan harta yang banyak tidak bisa mencukupi. sesungguhnya makanan itu bukanlah makanan (kecuali yang dimakan) , pakaian juga buka pakaian dan hari hari di dunia itu teramat sedikit dan pendek sekali.” (bersambung…)