Perang Khandak berkecamuk saat putra Umar bin Khattab ini genap berusia 15 tahun. Nama isimnya Abdullah. Sedang kuniyahnya adalah Ibnu Umar. Berjihad di jalan Allah bersama Rasul tercinta adalah impiannya semenjak kecil.
Sebagaimana sahabat Rasul yang lain, ia pun mendaftarkan diri sebagai bagian dari mujahid Khandak. Sejak itu, Ibnu Umar tak pernah absen dalam berbagai pertempuran dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
Kelembutan dan zuhudnya Abdullah bin Umar terhadap dunia nampaknya sangat dipengaruhi oleh karakter sang ayah. Disaat kaum muslimin sedang berada pada masa jaya-jayanya, mulai nampak perubahan poros hidup umat muslim ke arah materi. Sehingga para sahabat terkemuka memiliki tanggung jawab dengan menjadi teladan dalam gaya hidup yang shalih, zuhud, dan jauh dari kedudukan yang tinggi. Termasuk di antaranya Abdullah bin Umar.
Adalah biasa saat ia duduk-duduk bersama temannya, ia membacakan Al-Qur’an, lalu bacaannya terhenti, lalu berlinang air matanya. Tangisnya mengalir deras hingga membasahi janggutnya. Ia juga sering memejamkan mata, lantas tertangis saat melewati tempat-tempat yang biasa Rasul singgahi di Makkah dan Madinah, karena cintanya yang amat sangat pada baginda.
Kedermawanannya nampak saat ia menerima hadiah 4000 dirham dari baitul mal, ia bagikan langsung harta itu pada para orang-orang miskin, hingga ia sendiri harus berutang keesokan harinya untuk keperluan membeli makan.
Namun demikian, di balik kelembutan hati seorang Ibnu Umar, tersimpan keberanian (syaja’ah) sekeras karang. Ia adalah orang yang selalu bergairah pada panggilan-panggilan jihad. Ia adalah yang paling keras penentangannya pada penguasa yang lalim.
Ia yang berani menginterupsi pidato Hajjaj bin Yusuf, gubernur Hijaz pada masa Yazid, yang tangannya berlumur darah orang tak bersalah. Peristiwa yang mengantarkannya pada kematian akibat tikaman utusan Hajjaj.
Keberanian Abdullah bin Umar juga nampak dalam peristiwa, ketika kafilah dagangnya terhalang seekor singa, yang turut menghalangi orang-orang lain dalam perjalanan. Ia turun dari untanya, lantas berjalan ke arah singa itu.
Tak sedikit pun rasa takut mencegahnya mendekati binatang buas ini. Di jarak yang sangat dekat itu, Ibnu Umar menggosok telinga sang singa, seolah-olah ia sedang bernegosiasi. Tak lama kemudian menyingkirlah singa itu dari tengah jalan.
Abdullah bin Umar mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tidak ada hal lain yang bisa menguasainya.”
Hal ini juga dinyatakan dalam kitab Risalatal-Qusyairiyyah, “Sesungguhnya yang menguasai manusia adalah sesuatu yang menakutkannya. Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tak ada apa pun yang mampu menguasainya.”
Subhanallah. Allahu Akbar.
Karakter ini yang membuat namanya harum. Begitu disegani baik oleh kawan maupun lawan.
Oleh kawan, terbukti beberapa kali ia diminta orang-orang Madinah menjadi Khalifah pengganti Utsman bin Affan. Bahkan di masa Khalifah Utsman, sang khalifah menawarkan jabatan qadhi/hakim kepad Ibnu Umar karena kejujuran dan keluasan pengetahuannya. Namun Ibnu Umar enggan menerima jabatan itu.
Oleh lawan, tercatat pesan Muawiyah kepada anaknya, Yazid, yang telah ia tunjuk sebagai putra mahkota, tentang tiga orang Madinah yang perlu ditakuti. Salah satu dari tiga orang itu ialah Abdullah bin Umar.
Ibnu Umar tak memiliki jabatan yang tinggi, hartanya tak melimpah-limpah, namun keberaniannya tak ada yang menandingi. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kekuasaan, ketinggian, kedudukan di mata manusia tak identik dengan keberanian.
Justru orang lemah, tak berkedudukan, bukan siapa-siapa, memiliki keberanian yang besar, sebab keyakinan yang besar pada pertolongan Allah.
Saat senior angkatan merasa berhak membentak-bentak junior. Kata-kata kotor meluncur dari lisan mereka untuk merendahkan manusia yang belum tentu juga lebih rendah dari mereka. Kelakuan buruk mereka tampakkan untuk sesuatu yang mereka sebut keakraban.