Dalam tulisan yang lalu sudah disinggung tentang ayat Allah SWT yang menjadi janji baku dalam perjodohan. Sederhana saja, yaitu jika ingin mendapatkan jodoh yang baik maka berusahalah menjadi pribadi yang baik.
Dalam kesempatan ini coba kita tinjau apakah ada usaha-usaha lain yang dapat dilakukan seseorang untuk mencari jodoh secara aktif dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara syariat Islam.
Dewasa ini angka bujang dan gadis yang belum menikah di usia kepala tiga semakin meningkat. Banyak alasan, antara lain karena semakin melonggarnya hubungan kekerabatan keluarga besar (extended family) yang mengakibatkan profesi ”mak comblang” menghilang, semakin tingginya pendidikan anak gadis yang membuat para bujang enggan melamar, semakin enggannya anak gadis dan bujang untuk segera menikah dengan alasan ”mau sekolah dulu” atau ”mau cari kerja dulu”, semakin enggannya anak muda menerima perjodohan keluarga dan lain-lain.
Pada gilirannya hal-hal ini sebenarnya membentuk semacam bom waktu diam-diam di kalangan keluarga yang memiliki anak gadis yang masih sendirian. Memang, budaya negeri kita masih memegang erat tradisi harus menikah bagi anggota keluarganya, agar tak diejek sebagai ”tidak laku” atau dianggap tidak memalukan keluarga. Budaya kita memang sedang berubah, namun masih ada yang mempedulikan hal-hal semacam ini.
Bagi mereka para ”singlers” (yang masih belum berpasangan) yang ingin melihat kemungkinan mencari jodoh, mudah-mudahan tips-tips berikut bermanfaat.
Pertama, fahami sifat takdir perjodohan, sebagaimana di tulisan lalu. Juga fahami sifat takdir secara umum yaitu : ditentukan oleh Allah baik siapa-nya, maupun kapannya. Apapun yang kita usahakan, baik mengarahkan keinginan dan usaha ke orang tertentu maupun menentukan waktu tertentu, akhirnya yang terlaksana adalah yang sudah ditentukan Allah SWT. Namun, Alhamdulillah sebagai manusia kita tak mengetahui yang ghaib kecuali yang diberitahu Allah. Dalam keadaan ketidak tahuan tersebut, terbukalah ruang doa dan usaha yang cukup luas. Dengan menyadari bahwa Pemilik segala urusan adalah Allah, maka seluruh harapan kita memang sebaiknya dikerahkan kepadaNya semata.
Kedua, sebanyak mungkin mempelajari apa saja yang menjadi tanggung jawab suami atau istri dalam sebuah rumahtangga Islami, kemudian mencoba mengukur diri seberapa jauh diri kita sudah sanggup memenuhi bagian kita. Jika anda wanita, maka apakah sudah siap menjadi istri sholihah yang diharapkan seorang suami yang sholeh? ”Siap berusaha menjadi…” bukan berarti sudah memastikan diri sudah sholeh atau sholihah. Manusia tidak akan mencapai titik sempurna, namun setiap usaha ke arah kebaikan akan disambut Allah dengan kesanggupan. Yang penting sudah termotivasi sesuai dengan penmahaman yang benar.
Ketiga, berbekal pengetahuan tentang profil rumahtangga Islami, maka kemudian buatlah semacam perencanaan atau gambaran kasar rumahtangga semacam apa yang anda inginkan bersama pasangan hidup anda kelak. Tentu disesuaikan dengan faktor-faktor budaya dan selera anda pada ruang-ruang yang dimungkinkan syariat Islam. Gambaran kasar ini Insya Allah akan berguna pada saat sang calon sudah ada. Perencanaan atau gambaran kasar ini adalah bahan diskusi dengannya. Banyak orang ketika sudah punya calon pendamping (misal pacar) kemudian mendiskusikan berbagai hal yang kurang penting, misalnya rumah seperti apa yang akan dipilih, bagaimana desain kamar tidur atau siapa nama anak nanti. Hendaknya diskusikanlah hal-hal terpenting, seperti komitmen untuk menegakkan Islam dalam rumahtangga dan bagaimana cara menyelesaikan konflik.
Keempat, maka mulailah ”perburuan jodoh” yang sebenarnya. Berburu? Ya, dengan cara yang benar. Berburulah di waktu-waktu sepertiga malam yang akhir, di atas sajadah dengan segala kerendahan hati, menghiba kepada sang Pemilik Urusan, yaitu Allah. Dalam berdoa, sebutkanlah lengkap segala krietria yang anda inginkan dan bagaimana gambaran rumahtangga yang anda harapkan. Akhirilah dengan pernyataan: ”Jika itu semua baik MenurutMu ya Allah, kabulkanlah segera dan mudahkanlah. Namun jika kurang baik MenurutMu, tunjukilah padaku yang lebih baik, dan siapkanlah diriku menerimanya, Amin.”
Dengan memasang hati seperti ini, Insya Allah siapapun siap menerima takdir dan Insya Allah menadapat yang terbaik, sebab Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya.
Dalam langkah ke empat ini, ada beberapa kit yang perlu dicatat. Dalam tahapan berburu melalui doa, hendaknya mempelajari keadaan-keadaan apa saja yang termasuk saat-saat mustajab dalam berdoa. Misalnya saat hujan baru mulai turun, saat sedang mengalami kesulitan, saat sedang sakit, saat sedang ada jenazah, antara adzan dan iqamat setiap waktu shalat wajib, saat tengah malam ketika tahajjud dlsb. Khususkanlah membaca doa untuk berburu jodoh ini pada saat-saat tersebut. Jika anda kebetulan sedang hajji, maka lebih banyak lagi alternatif tempat dan saat mustajab sepanjang perjalanan mulia tersebut.
Ada kisah, seorang yang akan berangkat haji diminta oleh tetangganya untuk mendoakan agar anak gadis si tetangga itu segera mendapat jodoh. Sang calon haji ini kemudian berangkat dan setiap ada kesempatan di manapun membaca doa-doa titipan handai taulan, iapun serius melakukannya setelah membaca doa-doanya sendiri. Sepanjang perjalanan hajinya yang 30 hari iapun berkali-kali membaca doa tetangganya tersebut, termasuk di depan Ka’bah dan di hari Arafah. Iapun pulang setelah meninggalkan tanah air selama sebulan. Betapa terkejutnya ia ketika sampai di rumah ia melihat bekas-bekas ada pesta kawinan di sekitar rumahnya, ternyata tetangganya kemarin baru saja menikahkan anak gadis mereka tersebut. Ia tidak diundang sebab, baru pulang keesokan harinya. Rupanya, proses lamaran dan aqad sedemikian capat dan lancar hingga dalam jarak kurang dari sebulan sudah selesai, padahal ketika minta didoakan sebelum tetangganya berangkat, sang anak gadis dan orangtuanya sama sekali belum punya bayangan siapa calonnya. Subhanallah, begitulah kekuatan doa. Wallahu a’lam (SAN )