Apakah anak perempuan perlu diberi pendidikan terbaik?
Adakah yang meragukan pentingnya?
Perempuan akan menjadi pendidik pertama generasi yang akan datang. Mendidik dengan baik seorang perempuan calon ibu, berarti kita menyiapkan “sekolah terbaik” yang pertama bagi calon pemimpin masa datang.
Tetapi mengapa masih saja ada yang kurang setuju dengan pendidikan bagi perempuan? Kuno memang, tapi masih ada. Apakah karena ada alasan kekhawatiran-kekhawatiran tertentu?
Mungkin memang perlu diuraikan lebih banyak, pendidikan seperti apa yang benar-benar mutlak dibutuhkan seorang Muslimah, dan bagaimana cara-cara terbaik bagi anak perempuan dalam menempuh ilmu dan mengamalkannya kelak.
Hal pertama yang perlu dibahas adalah MELURUSKAN NIAT. “Innamal a’maalu bin niyat”. Sesungguhnya semua amal tergantung pada niatnya. Artinya, niat baik akan mengantarkan amal mendapat penilaian baik dari Allah SWT.
Niat apa yang benar yang harus dipancangkan seorang Muslimah ketika ia ingin mencari ilmu?
1. Niat mencari Ridho Allah (umum). Niat ini akan memastikan keselamatan nilai amalnya. Jika niatnya karena sekedar mencari gengsi, mendapatkan gelar sarjana, atau pujian dan kemuliaan duniawi, maka amalnya bukan amal yang selamat dari kemarahan Allah SWT. Muslimah, sebagaimana semua yang mengaku Muslim, haruslah memastikan kelurusan niat ini agar selamat dari kemarahan Allah SWT, baik di dunia maupun di Akhirat.
2. Niat mencari ilmu agar menjadi manusia yang bermanfaat. Ini merupakan niat/motivasi yang penting dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial. “Khairukum anfa’ul lin naas” yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bermanfaat/berguna bagi sesama. Siapa yang tidak ingin menjadi yang terbaik? Jika Muslimah memancangkan niat ini, maka berarti ia telah memastikan dirinya sebagai kontributor sosial yang dibutuhkan masyarakat, apapun jenis pekerjaan yang dipilihnya.
Di antara pekerjaan-pekerjaan terbaik adalah menjadi pendidik. Sejak dari mendidik anak sendiri, anggota keluarga yang lain, atau pendidik di masyarakat luas, misal dosen, guru, trainer dan lain sebagainya. Wanita adalah makhluk lemah lembut yang dengan karakter ini akan memberi sentuhan tersendiri dalam dunia pendidikan. Pekerjaan lain yang sangat cocok bagi muslimah dan oleh karena itu perlu diutamakan oleh putri-putri kita adalah menjadi orang yang merawat. Baik sebagai dokter, perawat maupun pekerja sosial yang menemani orang sakit, orang cacat, orang jompo atau mengasuh anak-anak dan bayi. Bahkan para isteri-isteri Nabi SAW selalu ada yang ikut ke medan perang khusus untuk menjadi perawat. Masih banyak bidang pekerjaan di dunia modern ini yang cocok dengan karakter Muslimah. Sebaiknya setiap Muslimah memilih yang paling bermanfaat di antara yang sesuai dengan dirinya.
3. Niat mencari ilmu untuk dapat menjalankan kodratnya sebagai ibu/ isteri dengan sebaik-baiknya. Jangan tertawa dulu, jika anda yang membacanya menganggap niat ini terdengar “kuno”. Justru ibu dan isteri zaman ini mempunyai tantangan yang sangat besar yang tidak pernah dialami rekan-rekannya di masa lalu. Di masa kini, seorang ibu harus faham bagaimana mengoperasikan berbagai alat rumahtangga yang modern. Pramuwisma yang akan bekerja ke luar negeri harus di latih khusus dalam asrama pelatihan mereka sebelum layak dikirim ke negara yang menampung mereka.
Skill dalam rumahtangga di zaman ini sudah sangat berubah. Sedikit hari lagi akan dipromosikan rumah super modern yang bahkan kulkasnya-pun dapat memesan belanjaan ke supermaket langganan. Oleh karena itu berbagai bidang ilmu yang terkait dengan pengoperasian alat-alat rumahtangga modern, juga perlu difahami Muslimah.
Tahukah anda bahwa tidak semua mesin cuci otomatis dapat menghilangkan najis dengan sempurna? Persyaratan bagaimana mensucikan pakaian tidak sama dan sebangun dengan aturan higienis mesin cuci dari budaya Barat. Jika seorang Muslimah kurang memperhatikan hal ini, boleh jadi ia akan dianggap melalaikan tugasnya sebagai penanggung-jawab urusan rumahtangga. Mungkin sudah saatnya kita menggalakkan lagi sekolah khusus calon ibu Muslimah bagi putri-putri kita. Bahkan mungkin di antara putri-putri kita yang kelak akan menjadi inventor berbagai peralatan rumahtangga Muslim.
Di samping meluruskan niat, Muslimah juga perlu memperhatikan rambu-rambu keamanan dan kenyamanannya dalam menempuh jalan mencari ilmu.Tidaklah baik jika Muslimah terpaksa harus membuka hijabnya (jilbab) hanya karena peraturan kaku yang tidak ada dasarnya. Misal, seorang mahasiswi kedokteran yang akan menempuh pelajaran praktek bedah tidak perlu menanggalkan jilbabnya dan mengganti dengan baju khusus ruang bedah yang masih memperlihatkan sebagian auratnya. Baju khusus ruang bedah dapat dimodifikasi dan mahasiswi muslimah dapat meminta petugas sterilisasi alat untuk mensterilkan jilbabnya sebelum digunakan. Yang termasuk sering menyulitkan Muslimah adalah jika ia harus praktek kerja lapangan ke daerah terpencil, misalnya masuk hutan. Untuk ini, dosen hendaknya tidak menugaskan mahasiswinya masuk hutan sendirian atau hanya berdua dengan seorang rekan pria.
Kata Nabi SAW: “Jika seorang pria hanya berdua dengan wanita yang bukan mahramnya, maka orang ketiga yang hadir adalah setan”. Minimal bertiga, meskipun si Muslimah adalah satu-satunya wanita. Oleh karena itu, Muslimah sebaiknya memilih bidang studi yang tidak melanggar kodratnya sebagai wanita.
Bahkan pilihan sebagai calon prajurit angkatan bersenjata-pun telah ada kurikulum khususnya. Soal boleh atau tidaknya Muslimah belajar ilmu-ilmu beladiri, terjawab dengan sepenggal kisah Bibi Nabi yaitu Shafiyah binti Abdul Muthalib di masa perang Khandak. Pada saat benteng bagian belakang kaum Muslimin hanya berisi orangtua, wanita dan anak-anak, beliau dengan gagah perkasa berhasil mengusir penyusup Yahudi dengan cara memenggal kepala salah satunya dan kemudian melemparkan kepalanya ke hadapan 2 orang teman Yahudi tersebut. Dengan kejadian tersebut, kelompok Yahudi dan musyrikin mengira bahwa pasukan Nabi Saw masih lebih dari cukup sehingga benteng pengungsian kaum wanita dijaga oleh seorang perajurit yang handal dan gagah. Shafiyah dikenal ahli memainkan pedang dan menunggang kuda perang. Kisah ini mengukir batasan “feminin” dalam Islam yang ternyata tidak sempit.
Masih banyak kisah contoh dalam khazanah Islam yang terkadang kurang terolah dengan baik oleh para “srikandi kertas”. Kisah-kisah kepahlawanan para Sahabiyat dan kelincahan serta keberanian mereka di medan perang yang sulit, telah mengukir sejarah kaum Muslimin. Jika semua kisah tersebut dikumpulkan dan di analisa hikmahnya bagi kehidupan kita sekarang, niscaya Muslimah sama sekali tidak kekurangan motivasi untuk menuntut ilmu dan mengasah ketrampilan. Persoalannya, pertama-tama adalah meluruskan niat. Wallahu a’lam. (SAN)