Perjalanan. Ibadah haji adalah ibadah mahdhoh yang sarat dengan pergerakan fisik pelakunya antara satu tempat dan tempat lainnya. Ibadah Haji adalah ibadah yag penuh gerak dan pengembaraan. Pelakunya (disebut Jama’ah Haji) dituntut untuk menjadi pengembara.
Perjalanan adalah ujian kehidupan. Setiap orang yang melakukan perjalanan harus mengalami berbagai kondisi keterbatasan. Tidak seperti di rumah, makan dan tidur serta aktivitas harian lain selama perjalanan pasti tidak senyaman melakukannya di rumah. Orang bilang Home Sweet Home. Pulang merupakan kerinduan setiap musafir setelah beberapa waktu mengembara.
Ujian. Haji adalah ibadah mahdhoh penuh ujian. Dimulai dengan ujian kesulitan perjalanan, selanjutnya berbagai ujian lain menanti. Ibadah Haji masa kini juga identik dengan berdesakan. Jumlah Jama’ah Haji setiap tahun bertambah sementara luas wilayah yang harus didatangi tak mungkin bertambah besar. Tahun ini kira-kira dua setengah juta Jama’ah Haji melaksanakan ibadah tersebut. Ujian kesabaran dalam menanti giliran (antri) makan, ke kamar mandi, jumroh, masuk ke masjid dan lain-lain. Siapapun yang tak terbiasa antri dan tak mau antri sebaiknya tak usah pergi haji. Dalam keadaan berdesakan diantara jutaan manusia, sadarlah seseorang bahwa ia bukan siapa-siapa, ia hanya satu diantara sekumpulan manusia.
Tetapi itu semua bukan inti ujiannya. Ibadah Haji harus dijalani dengan penghayatan yang tinggi yang justru dengan penghayatan tersebut segala kesulitan dan tantangan akan sirna dan menjadi tidak berarti.
Haji dan lingkaran kehidupan. Tawwaf. Ibadah khusus yang amat nikmat jika saja dihayati dengan benar. Tawwaf adalah simbol pergerakan alam semesta yang selalu berorientasi kepada ketundukan pada Allah Azza wa Jalla. Tawwaf adalah simbol perjalanan hidup manusia bergerak di seputar Allah, di seputar aturan-aturanNya dan daur kehidupan yang digariskanNya. Barang siapa ingin mempercepat langkah mendahului arus maka ia harus siap menentang arus dengan resiko menabrak atau mendorong orang atau bahkan didorong. Gangguan dalam kehidupan karena pihak-pihak yang ingin mementingkan diri sendiri.
Tawwaf adalah ibadah penghayatan atas lingkaran kehidupan dari lahir hingga mati, dari tahun ke tahun kehidupan. Seberapa banyak dari waktu itu kita mengingat Allah? Tebuslah dengan beristighfar selama Tawwaf sambil memandangi Ka’bah yang mulia, sebagai wujud kerinduan jiwa kita seaslinya terhadap Allah.
Sa’i. Berlari kecil antara dua bukit. Jika dilihat semata sebagai aktivitas ritualnya saat ini, ruangan berpendingin, sejuk tidak kepanasan, jika haus dapat berhenti untuk minum zam-zam yang sudah tersedia, maka makna ibadahnya kurang terasa. Hayatilah dengan gambaran seorang ibu yang bergegas mencari air bagi putranya karena air susunya sudah kering. Betapa kehausannya Hajar dan Ismail di tengah teriknya gurun jazirah ini sebagaimana dapat dirasakan di luar Masjid. Betapa penuh pengorbanannya sang ibu yang berjuang untuk anaknya yang kehausan. Betapa taatnya keluarga itu, yang rela ditinggal di tengah gurun kosong yang gersang semata karena perintah Allah. Apalah arti ketaatan kita selama ini kepada Allah dibanding ketaatan keluarga Ibrahim Alaihissalam yang mulia.
Ihram. Ihram, sebuah sebutan untuk semacam seragam maupun sebutan untuk sebuah status atau keadaan. Ihram bagi laki-laki hanya dua helai kain berwarna putih dan tidak berjahit. Mengingatkan kita pada baju kita kelak jika akan menghadap Allah setelah selesai dengan dunia, yaitu kafan. Tak ada perbedaan status yang dapat terlihat, tak ada perbedaan selera yang dapat tampil. Hanya dua lembar kain putih tak berjahit, tak boleh lebih atau berbeda. Begitulah kita semua dimata Allah, sama. Hanya ketaqwaan yang akan menjadi pembeda, dan ketaqwaan tak dapat dilihat langsung oleh manusia lain.
Perbedaan ketaqwaan itu dapat terlihat dari jejaknya, pada wajah yang bersinar dan bersih, pada tingkah laku yang sabar dan santun, menunjukkan bekal taqwa yang cukup dalam menghadapi berbagai ujian kesabaran selama perjalanan Haji ini. Sebaliknya, yang wajahnya kusut penuh amarah, mulut selalu mencaci orang lain, tindak tanduk yang gelisah dan selalu menabrak orang lain, itulah jejak kemiskinan taqwa dan kepasrahan, jejak ketidak-sabaran dan kurang penyerahan diri.
Wuquf. Ibadah Haji yang penuh aktivitas fisik justru puncaknya ada pada diam. Ya, DIAM, Wuquf adalah diam dan merenung. Berdiam sehari di atas tanah gersang dengan hanya dinaungi tenda, merenungi langkah hidup selama ini. Sudah tepatkah? Adakah yang menyimpang? Apakah masih ada kewajiban yang belum ditunaikan? Ke mana setelah ini?
Wuquf adalah perenungan dan panjatan doa ke hadapan Sang Pencipta, Sang Pemilik dan Pemelihara kita semua dan seluruh alam. Wuquf hanya ada pada ibadah Haji. Wuquf menjanjikan ampunan total, the new beginning of one’s life. Awal baru bagi kehidupan seseorang. Amat rugi jika Wuquf tidak mengantar kita kepada hidup yang lebih baik. Haji adalah Arofah, Wuquf adalah Haji. Haji yang diterima adalah Haji Mabrur, yang mana sepulangnya dari perjalanan ini seseorang seharusnya menjadi lebih baik. Satu kali Wuquf seumur hidup sudah cukup, jika saja merupakan Wuquf yang bernas.
Ke mana setelah ini? Ke mana seharusnya sebuah perjalanan setelah perenungan? Jawabannya adalah ”pengembaran dan perjuangan”.
Muzdalifah di bawah langit malam, di antara taburan bintang. Muzdalifah tempat mengisi amunisi. Ambil batu, dan simpan, lanjutkan perjalanan di bawah naungan langit malam.
Mina. The Tent City, Kota Tenda. Kota tanpa penduduk asli yang dalam beberapa hari saja dalam setahun penghuninya lebih dari tiga juta. Lagi-lagi berdesakan, dan lagi-lagi harus melipat-gandakan kesabaran. Sebuah arahan yang paling dianjurkan bagi yang berjihad.
Mina adalah kota untuk berjuang dan berkorban. Siapa musuhnya? Setan! Di Mina Jama’ah Haji lagi-lagi harus menjadi pengembara, tidur di tenda dan makanan di ransum seperti dalam kamp para pejuang. Semua harus sabar atau kalah. Tetapi di Mina bukan untuk duduk berdiam di tenda, di Mina seseorang harus mengatur strategi dengan komandannya yang saat ini adalah para pembimbing Haji. Membuat strategi untuk menyerang para musuh, kapankah saat terbaik dan bagaimana caranya?
Itulah Haji, diakhiri dengan kembali mengingat orientasi hidup yaitu Tawwaf di Baitullah setelah sukses melakukan jihad menyerang musuh di Mina. Selalu harus kembali kepada orientasi yang sama, yaitu Allah dan Islam, sambil bertakbir Membesarkan nama Allah dan beristighfar atas kesalahan dan kekurangan kita.
Allahummaj’alnaa Hajjan Mabruron wa Sa’yan Masykuron wa Dzamban Maghfuron wa ‘Amalan Mutaqobbalan wa Tijarotan lan taburo.(Ya Allah, jadikanlah haji kami mabrur, sa’iy kami penuh rasa syukur, dosa kami terampuni, ‘amal kami diterima dan perniagaankami tidak merugi).
Wallahua’lam (SAN 07122008)