“Tolong ya kak, ambil minum buat ayah, jangan yang terlalu dingin,” demikian ibu memerintahkan kakak yang sedang duduk menonton televisi di sore hari ketika ayah baru pulang kerja. “Ya bu..” dengan sigap Kak Rina, anak ke-3 dari 5 bersaudara anak Bu Priyo mengambilkan minuman yang dicampurkan dari dispenser dingin dan panas sedikit, Rina ingat yang disukai ayah adalah tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. “Rin, sekalian sayang, kue-kue diatas kulkas ditutup tudung kecil lalu pindahkan ke dalam piring coklat, dan letakkan tissue diatasnya, jangan lupa garpu kecilnya,” ibu memberikan instruksi lagi dan Rina dengan lincah mengerjakan semua instruksi ibu dengan sabar.
Sementara di ruang keluarga, anak bu Priyo yang lain sedang mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Kak Andi, anak pertama sibuk dengan laptopnya, kak Sari anak yang kedua asyik dengan blackberrynya, dan Aisyah, anak yang ke empat sedang sibuk main congklak sendiri, sementara Anto, si bungsu sedang menggambar dengan tenangnya.
“Rin, setelah ini kamu ke rumah bu Jono, tolong kamu kasih amplop ini kepada beliau, bilang ini sisa uang arisan bulan lalu, dan minta tanda terima ya,” demikian bu Priyo memberikan perintah lagi kepada Rina. Dengan diam Rina mengambil sepedanya dan bergegas keluar rumah melakukan apa yang diperintahkan ibunya.
Mengapa harus Rina yang selalu disuruh, mungkin pertanyaan demikian akan timbul dalam benak kita. Seringkali orang tua yang sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing menginginkan bantuan-bantuan kecil yang sangat lumayan untuk mengurangi beban kelelahannya seperti mengambilkan makanan diatas kulkas atau bahkan keluar rumah untuk mengantar sesuatu, untuk itu diperlukan anak-anak yang bisa membantu orang tua.
Namun pada saat ini, ketika era globalisasi dan teknologi begitu menyerang keluarga, maka keasyikan seorang anak terhadap laptopnya, televisi, handphone, blackberry, atau game psp yang sedang dimainkannya membuat sang anak sangat terganggu dan seringkali kesal ketika dimintai tolong oleh orang tuanya. Tidak jarang diajak bicara pun seringkali mereka bersungut-sungut seperti sangat terganggu sekali dengan keasyikannya, bahkan pertengkaran kecil ataupun besar seringkali dialami oleh orang tua dengan anak-anaknya.
Dorongan emosi dan kekesalan terhadap anak-anaknya, akhirnya menimbulkan kemarahan bahkan mengakibatkan orang tua bertambah kelelahannya, sudah pun lelah dengan pekerjaan rumah tangga, ditambah lagi rasa lelah dalam mengatasi permasalahan dengan anaknya yang selalu membantah dan lebih asyik bercengkram dengan benda-benda teknologi mereka sehingga daripada menimbulkan pertengkaran yang tidak nyaman, maka bu Priyo menyuruh anak yang paling sabar, yang paling tidak membantah dan mau mengerjakan apa saja. Namun bu Priyo tidak sadar, dalam hati Rina terdapat kejengkelan, namun khawatir ibu marah maka dijalankanlah semua perintah itu, walaupuan ada juga didalam hati kecil Rina ingin menangis, “apakah aku anak tiri, kenapa sih aku terus yang disuruh, mentang-mentang aku gak punya laptop, gak punya handphone dan blackberry sehingga aku terlihat gak sibuk, maka aku yang mengerjakan semua perintah ibu, kan bisa dibagi-bagi, kak Anto yang antarkan amplop ini ke rumah bu Jono dan aku yang ambil minuman buat ayah sementara itu kak Sari yang siapkan makanan buat ayah, tapi mengapa semuanya aku semuanya aku.”
Ya, bu Priyo diam-diam telah melakukan dua kesalahan cukup besar dalam mendidik anak-anaknya, yaitu:
1) Tersedianya benda-benda teknologi yang membuat anak-anak menjadi terlalu asyik dan lupa waktu, serta bersikap kurang ajar pada orang tua
2) Ketidakadilan dalam pembagian beban pada anak-anak sehingga membuat anak yang satu melakukan pekerjaan yang banyak namun anak yang lain dibiarkan asyik dengan kesibukannya masing-masing dikarenakan alasan untuk menghindari keributan dan pertengkaran dengan anak-anaknya yang sedang dan selalu asyik dengan kesibukannya masing masing.