Kawan Sejati Bagi Sarah

Wajah sendunya terlihat jelas, namun aku melihat kepasrahan ada pada dirinya, dan aku pura-pura tak melihat, ketika Sarah anakku menghapus airmatanya dan merengek halus mencurahkan kegundahan hatinya : “Sarah pasti akan menjadi yang paling bodoh di kelas mi” demikian isaknya tertahan.

Sungguh, bila aku tak ingat usianya yang sudah 12 tahun, dan aku tak ingat bahwa di tempat ini terdapat ratusan pelajar muslimah yang sedang berlomba menghafal Al Qur’an ingin rasanya aku membawa Sarah kembali kerumah, dan menghabiskan waktu bersama dengannya, bergurau, bercanda, makan bersama, berlomba masuk ke kamar mandi untuk cepat-cepat berwudhu, saling tukar menukar baju kaus, karena besar badannya hampir sama dengan diriku. Hmmm anak sekarang apa saja dilahapnya, kecuali daun pintu, sehingga tubuh mereka cepat membesar dan terkadang tidak peduli berapa berat yang sebenarnya.

Pikiran isengku terbuyarkan kembali oleh tangisan nyata Sarah anak gadisku yang membuatku kembali terenyuh. Diam-diam aku ajak sarah ke toilet putri dan aku berkata padanya : ”jangan putus asa dulu nak, belum seminggu kamu tinggal di boarding ini, lakukanlah semua tugas dari gurumu dengan perlahan-lahan, ketika kamu sudah terbiasa, kamu pasti mampu, berdoalah pada ALLOH yang Maha pandai agar kamu diberikan kepandaian dalam menyerap pelajaran.” Dan Sarah hanya mengangguk lembut tapi kemudian dalam akhir isaknya diapun merajuk lagi : “tapi bahasanya susah mi, Sarah tak punya teman, enak betul ya orang Arab, mereka menghafal Al Qur’an dengan bahasanya sendiri.” Aku menjawab sambil menghela nafas : “Pahalanya mungkin berbeda nak, kesusahan kamu dalam mengerti bahasa arab, kesusahan kamu dalam meninggalkan negerimu, kesusahanmu dalam meninggalkan orangtua dan semua yang kau miliki, pasti berbeda dengan mereka, karena yang ALLOH lihat kan prosesnya, bukan hasilnya,” bujukku dengan sedikit tegas, karena sudah hampir 15 menit kami di dalam kamar mandi, dan bau menyengat menyadarkanku untuk menarik tangan Sarah keluar, setelah terlebih dahulu aku suruh sarah mencuci wajahnya dan matanya yang sembab cepat-cepat.

Senyuman manis Ustadzah Hamidah menyambut kami di pintu kelasnya Sarah, dan sejenak aku tertegun, bukanlah mudah menjadi seorang orangtua, bila tak ingat untuk apa aku masukkan dia ke sebuah asrama putri dengan kekhususan menghafal Al Qur’an, mungkin sudah aku bawa pulang putri bungsuku sekarang juga. Biarlah dia sekolah biasa saja dekat denganku dan setiap hari sesekali boleh berfacebook, nonton sinetron remaja, membuat pe er dari sekolah dan berha ha hihi dengan kakak adiknya yang selalu siap menemaninya kapan saja. Namun setiap orang tua punya tujuan sendiri dan cara sendiri dalam mengarahkan anaknya, dan bagiku hanya satu, Al Quranlah yang harus menjadi kawan anakku seumur hidupnya, dan saat ini, adalah saat yang tepat bagi dirinya untuk mempelajari kawan sejatinya, yang akan menemani dia, bahkan sampai keliang kubur sekalipun. Ketika saat itu, tiada seorangpun sanggup dan mau menemaninya, demikian pikirku sambil menatap kembali putriku yang masuk kedalam kelas dengan terpincang pincang, dan perlahan meletakkan tongkat penyangga kakinya yang tinggal satu, salah satu kekurangan dirinya yang membuatnya semakin sulit menemukan kawan sejati, yaitu ketika kaki kanannya harus dipotong akibat tabrakan yang dialami 3 tahun yang lalu, dan perlahan-lahan sedikit demi sedikit kawan-kawannya mulai menjauhinya dengan alasan repot mengajak Sarah, Sarah sudah tak asyik lagi, Sarah lambat dan lain-lain yang tentu saja semua alasan itu semakin membuat Sarah sakit hati dan bertekad mencari kawan sejati.

Selamat berjuang anakku, maafkan umi, karena umi tidak akan mampu menemanimu selalu, umi tidak akan mampu selalu menghibur dan menguatkan hatimu, karena suatu saat umi pasti mati nak, sebagaimana makhluk hidup ALLOH lainnya, dan umi tidak mungkin menemanimu selamanya. Karena itu umi hantarkan kamu ke asrama putri yang mempelajari Al Qur’an sebagai kawan sejatimu, yang pasti akan menemanimu tanpa melirik kakimu, tanpa melihat kekuranganmu, yang akan menyinari liang kuburmu dengan sinar yang jauh lebih baik daripada sinar cahaya handphonemu.