“Bosan Mi, rasanya aku ingin mati kebosanan disini, karena tidak ada apa-apa, sementara semua kawan-kawanku main bola atau baca buku cerita, namun semua buku yang aku bawa sudah selesai aku baca, bahkan aku bacanya dua kali.. aku ingin pindah saja yaa Mi dari sekolah asrama ini..!” Demikian Ryan mengeluh kepada ibunya melalui sms. Di asrama Ryan, memang anak-anak tidak diperbolehkan menggunakan atau membawa handphone, namun bila orang tua meminta ijin, biasanya diperbolehkan asalkan handphone disimpan di ruangan administrasi guru yang bersebelahan dengan ruang kepala sekolah, dan hanya boleh dipergunakan pada waktu-waktu tertentu.
“Umi tahu tidak, disini anak-anak bilang bahwa sekolah di asrama adalah sekolah yang membosankan, semua anak ingin segera pulang dan bertemu dengan orangtuanya, kenapa sih mi..?” keluh Ryan dalam sms berikutnya.
Umi menerima sms dengan pikiran yang tidak karuan antara harus menasehati atau meneguhkan hati Ryan, juga kasihan karena dapat membayangkan perasaan Ryan. Umi juga memahami bahwa tinggal di asrama sungguh tidak enak bagi anak-anak remaja seusia Ryan yang masih manja dan masih ingin dekat dengan sang ibu. Namun Umi melihat bahwa sekolah berasrama itu mendatangkan banyak kabaikan bagi Ryan juga. Dia sekarang lebih mandiri dan lebih pandai mengatasi masalah dalam kehidupan, selain itu wawasannya juga menjadi lebih luas, empatinya juga tinggi terhadap orang lain, gemar menolong dan juga ibadahnya lebih rajin.
Akhirnya waktu libur bagi Ryan tiba, dan Umi berencana mengajak Ryan berlibur ke dufan, ancol. Ryan pasti suka, dengan gembira Umi mengajak seluruh anggota keluarga ke dufan.
Wajah lelah Ryan terpancar jelas, dan selama di dufan (area permainan di ancol) Ryan mangantri di loket. Wajahnya nampak lesu, sementara adik-adiknya melompat-lompat dengan gembira, namun Ryan nampak tak begitu menikmati, dan sekali lagi, Ryan mengeluhkan bahwa dia bosan. Ryan bosan dengan permainan yang ada, Ryan bosan mengantri dan Ryan bosan menunggu adik bermain yang terlalu lama. Ryan juga bingung mau bicara apa pada Umi, dan nampaknya semua sudah Ryan ceritakan. Ryan juga bosan bercerita apa-apa lagi pada uminya (red: ibu). Ryan merasa ingin segera pergi dari dufan, namun Ryan pun tak tahu hendak pergi kemana.
Akhirnya seminggu sudah masa liburan Ryan dilalui dengan rasa bosan yang berketerusan. Ryan pun sudah mencoba kemana-mana untuk menutup kebosanannya namun tetap saja rasa bosan itu tak juga hilang. Ryan pun mengeluh lagi pada Uminya, bahwa liburan tanpa mengerjakan apapun juga membosankan. Rasanya ingin segera kembali ke asrama.
Ryan, sebagaimana remaja pada umumnya yang sangat energik, akan merasa sangat bosan bila energitasnya tidak tersalurkan dengan baik. Memang sebaiknya Ryan dibekali dengan sebuah aktivitas yang sifatnya merangsang dirinya untuk selalu semangat seperti berolahraga yang disukai dan dilibatkan dalam lomba-lomba, mudah-mudahan dengan memiliki rutinitas aktivitas yang menyenangkan serta ada semangat berkompetisi, akan membuat Ryan tidak mudah mengucapkan bosan dan merasakan bosan. Selain itu juga Ryan diajak untuk bersyukur. Syukurilah apa yang ada dalam dirinya, nasib baik baginya, bisa sekolah di tempat yang berasrama dengan guru yang baik, orang tua lengkap, bisa mengajak ke dufan dan dalam lingkungan yang menyenangkan. Seperti firman Allah dalam Al Quran,
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS: Ibrahim [14] : 7)