Sering kali kita mendengar multiple intelligence, apa itu multiple intelligence? Multiple Intelligence atau kecerdasan majemuk yang secara teori dikembangkan oleh sebutlah beberapa pakar pendidikan Barat. Tidaklah begitu penting untuk diuraikan dalam tulisan ini, yang ingin penulis ungkapkan adalah bahwa setiap pendidik, baik dia adalah orangtua maupun guru, hendaknya menyadari bahwa setiap anak memiliki kecerdasan atau kelebihan dalam suatu bidang kecerdasan yang berbeda.
Paradigma dari masyarakat yang menyoroti seorang anak bila mendapat nilai tinggi dalam pelajaran matematika, maka cenderung semua pihak memujinya sebagai anak cerdas. Padahal berdasarkan teori multiple intelligence, manusia diberikan beberapa tipe kecerdasan yaitu: kecerdasan dalam hal linguistik (berbahasa, pidato), kinestetik (menggambar, design art) kecerdasan logis matematik, kecerdasan spasial, kecerdasan musical, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Teori ini mengajari kita bahwa senmua anak cerdas, tetapi mereka cerdas dalam cara yang berbeda-beda.
Pernah satu hari, penulis yang juga merupakan guru besar di sebuah sekolah Islam internasional mendapati seorang siswa lelaki berusia 10 tahun tengah murung di sebuah kantin, duduk diam sambil memainkan sedotan dalam teh botol dihadapannya. Penulis bertanya pada siswa tersebut yang kemudian diketahui namanya Ibrahim; "Apa yang kamu pikirkan nak? Mengapa kamu tidak bergabung dengan kawan-kawanmu bermain bola?" Ibrahim menjawab; "Aku tak pandai bermain bola, kata mereka tendanganku seperti tendangan anak perempuan dan lariku nampak ragu-ragu." Jawabnya sambil merengut.
Dihari yang lain, ketika hujan memenuhi kota Jakarta, dengan tergesa-gesa aku membuka pintu gerbang sekolah dan di pojok kantin, aku mendapati seorang lagi anak lelaki duduk sambil bertelekan dagunya dan sibuk memainkan pensil dan mencoret-coret bukunya. Perlahan aku menghampirinya, rasa keibuanku timbul dan membuatku tergelitik untuk bertanya dan membelai rambutnya yang bertambah kusut dari menit ke menit, tanyaku; " mengapa kamu tidak masuk kelas nak, diluar dingin…" jawabnya; "aku tak bisa pelajaran matematika bagian pecahan ini, maka aku tak mampu mengerjakan PR semalam. Tak ada seorangpun yang mengerti diriku."
Pada hari ketiga, pada jam yang sama yaitu pukul sepuluh pagi dan ditempat yang sama, di kantin yang sama, aku melihat kedua anak lelaki yang kujumpai kemarin dan kemarinnya lagi duduk berdua, sambil tertawa-tawa, mereka sibuk mencoret coret sesuatu, dan kali ini aku menahan diri untuk tidak bertanya apa yang sedang mereka kerjakan, lalu duduk di dekat mereka dengan diam. Lamat-lamat aku mendengar mereka membuat kesepakatan.
"Aku janji akan mengajarimu matematika asalkan engkau mau mangajariku cara bermain bola."
"Ok, aku janji akan mengajarimu cara menendang bola, mendrible bola, dan trik-trik lainnya, mudah kok, asalkan kau mampu ajari aku mengubah pecahan menjadi bentuk decimal."
Subhanallah, aku melihat wajah-wajah ceria penuh percaya diri, dan di dalam hati aku membatin, ALLAH telah menciptakan manusia dengan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya dan mereka hidup berjamaah untuk saling melengkapi kekurangan masing masing. Sehingga tidaklah semua orang harus pandai matematika dan juga tidaklah semua anak harus pandai bermain bola.
Biarlah mereka menemukan intelligence mereka masing masing sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan dalam dirinya. Karena setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda. Sejak itu aku memutuskan, bahwa tidak ada lagi ranking dalam setiap kelas, karena sesungguhnya bila mau jujur, setiap anak memiliki rangking dalam kelompoknya, bila si A memiliki ranking pertama dalam bermain bola, maka si B menjadi rangking pertama dalam matematika, dan si C menduduki rangking pertama dalam lomba berpidato.
Namun tak kupungkiri, ada juga seorang anak yang dia memiliki rangking dalam beberapa bidang, hal inilah yang dinamakan seorang anak yang memiliki multiple intelligence. But be proud with your inner intelligence that ALLOH gifted to you.
Artikel Selanjutnya : "Kalau Ibu Sayang Padaku"