“Waktu Umi ke palestina, hal yang membuat Umi menangis dan selalu teringat untuk mendoakan mereka adalah ketika Umi membayangkan bahwa anak-anak itu sehari-hari mengambil kaleng kosong, kaleng itupun juga sudah berkarat, dan mereka mengantri menunggu jatah bubur berwarna kuning dan cair sangat cair dan rasanyapun tidak enak, berbau pula, yang dibagikan dengan kasar.
Bayangkan hari-hari mereka makan itu dan kamu tahu nak, begitu besok harinya yang mereka makan apa ? ya itu juga, bayangkan deh bertahun-tahun makan bubur kuning encer namun kalau kita tidak mau tidak ada makanan.
Coba kamu bayangkan bila kamu makan ayam goreng atau chicken wing setiap hari, apakah kamu tidak bosan, mungkin sekali duakali enak, namun kalau bertahun-tahun makan chicken wing enak gak rasanya? Demikian Umi menjelaskan pada anak-anak yang telongong-longong dan hanyut dalam cerita Umi yang menggebu-gebu.
Kalau untuk urusan cerita, Umi memang jagonya, di tangan Umi, jemuran jatuh saja nampak heboh, seakan-akan peristiwa besar. Itulah Umi yang selalu memberikan cerita pada anaknya sebagai bekal motivasi, dan terbukti cukup ampuh, sekarang Imrankecil yang berusia 8 tahun sudah mulai tidak ribut, ketika buka puasa masih beberapa jam lagi.
Karena Umi menyisakan kalimat yang paling seru : ”coba kamu bayangkan, mereka, anak-anak di palestina itu yang umurnya sama dengan kamu, ada yang seumuran abang juga, mereka setiap hari makan bubur encer berwarna kuning, kalau kamu sendiri harus makan bubur kayak gitu gimana, tidak ada harapan sedikitpun untuk mendapatkan makanan yang lain selain bubur itu, kalau gak dimakan akan mati, apalagi, saat ramdahan seperti ini. Sementara sekarang ini kita kan enak, pas menyiapkan buka puasa, banyak pilihan, ada cendol, kolak, wafer, puding, susu ultra, beragam ciki, oreo, wah banyak deh, kadang kadang abi jug bawa bubur sumsum dari kantornya, atau kue bolu coklat, namun kebayang gak, anak-anak pasltina itu gak punya harapan makan apa-apa lagi selain bubur, karena buka pausa dan sahurnya tetap bubur juga, bahkan mereka mungkin sahur dengan malas-malasan kali, juga berbuka tidak ada yang ditunggu, karena bukaannya hanya bubur kuning lagi..” dan umi mengajak anak-anak berdoa, sampai anak-anak merasa tidak lagi perlu untuk mengeluh lapar dan merasa malu punya keinginan makan ini itu, membayangkan anak-anak di palestina mereka tidak makan apa-apa, hanya makan untuk bisa bertahan hidup. Sungguh kejam Israel, dan umipun menceritakan lagi, bahwa Israel itu, memang sudah Alloh katakan dalam alquran bahwa mereka akan dihukum Allah seperti yang disebutkan dalam surat al Baqaroh ayat 85 :
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (sesamamu), dan mengusir segolongan dari kamu dari kampong halamannya. Kamu saling membantu (menghadapi) mereka dalam kejahatan dan permusuhan. Dan jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal kamu dilarang mengusir mereka. Apakah kamu beriman kepada sebagian kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian diantara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Subuh tadi, abang bergegas memberi berita baik pada Umi dan Umipun mengucap alhamdulillah, karena abang dari masjid lepas sholat subuh berteriak dengan riang: ”Ummi… alhadulillah, PBB dan Unesco sudah ngasih anak-anak palestina susis, roti, kentang, keju dan susu yang disalurkan lewat udara, dan makanan itu khusus untuk bulan ramadhan saja…” Demikian sorak abang dengan gembira dan Umipun sujud syukur diikuti kakak yang segera menepikan kaleng kecil celengannya yang bertuliskan (sahur for palestina).
Umi sampai ingin menangis mendengarnya, dan umi melihat wajah abang yang bersalah melihat Umi dan kakak serta adik yang begitu excited menyambut berita gembira abang. ”Hmmm, benar ni bang, abang baca di mana? Eehhh, kalau gak salah koran datangnya jam 8 deh, sekarang baru pukul 6, abang betul apa gak sih ? Abang lihat dimana..?” tanya Umi penasaran, dan abang dasar memang tidak bisa berbohong, mengatakan dengan perlahan: “abang ngarang mi, coba yaa PBB dan Unesco mengirim makanan pada mereka hanya untuk bulan ramdahan saja, agar ramadhan menajdi bulan yang indah bagi mereka, abang sedih mi, tadi pagi, susu ultra basi karena abang taruh di kulkas terbuka dan sudah 3 hari tidak diminum, abang menyesal, tahu begitu kasih mereka saja yaa, tapi bagaimana caranya…” jawab abang menunduk tidak berani menatap wajah Umi.
Umipun tidak marah pada abang, karena Umi tahu, itu keinginan abang yang diimplementasikan dalam bentuk sandiwara seolah oleh PBB telah memabantu memberikan makanan di bulan ramadhan bagi anak-anak palestina, yang tiada harapan di bulan ramdahan sekalipun.
Yuk, kita berdoa saja deh anak anakku, agar mereka diberi kebahagiaan dan mendapatkan citarasa makanan dari surga, ketika mereka makan bubur encernya itu, seperti Nabi Idris yan medapat makanan dari surga, seperti bunda maryam ibunya Nabi Isa yang mendapatkan hidangan dari surga, semoga anak-anak palestina itu mendapat makanan dari surga, walau kita melihatnya hanya makan bubur kuning yang encer, namun diam-diam siapa tahu karena keimanannya dan doa anak yang terdholimi dikabulkan Alloh sehingga makanan yang rupaanya tidak enak, begitu dimakan menjadi lezat sepertimemakan hidangan dari surga, Amiin ya robb. Dan adikpun tidak menangis lagi, karena sudah bertekad untuk bersabar sepertis sabarnya anak-anak palestina agar mendapat hidangan dari surga.
Pukul 4 sore akhirnya tiba, dan adik berbisik, Umi, makan dari surga buat sahur saja, boleh tidak adik buka puasa dulu dengan oreo dan susu milo coklat…? sedikit saja, lalu nanti, adik teruskan puasanya, bukanya isya juga gak papa kok..”demikian pintanya malu-malu.
Dengan senyum kecil Umi kemudian menarik tangan adik dan bercerita dan bercerita lagi dengan kisah-kisah yang lain, sampai akhirnya adzan magrib tiba dan adik puas dengan cerita Umi dan berbuka pada waktunya.