Menganalisis penjajahan Israel terhadap Palestina, dan konflik di Timur Tengah secara umum, sangat memudahkan untuk membuat sebuah kesimpulan pendek bahwa isu knontroversial yang beredar sekarang ini, sama sekali banyak yang irasional. Jika Anda pernah singgah ke Israel, Anda akan menyadari bahwa kebanyakat kaum Yahudi mempunyai kesadaran yang tak lengkap terhadap kependudukan mereka di negeri itu.
Selama ini kita mungkin selalu bertanya-tanya tentang isu politik dan keamanan di sana, seperti seberapa tinggi tembok pemisah Palestina dan Israel atau mengapa relawan internasional begitu takut kepada tentara Israel yang bahkan masih hijau sekali.
Beberapa orang memilih untuk tidak tahu, namun banyak orang yang sudah mulai mau terbuka menggali jawabnya. Misalnya saja, tentara Israel yang tergabung dalam Israelis Defense Forces (IDF) serta-merta tidak punya definisi yang jelas akan pertahanan mereka. Mereka menyebut Nablus, sebagai contohnya, sebagai zona militer tertutup. IDF menyatakan bahwa “Wilayah ini tertutup untuk semua orang Israel, apapun ideologinya!” Namun bagaimana dengan ribuan penduduk yang tinggal di sana, melukai dan membunuh warga Palestina? Dalam waktu tiga hari, para serdadu Israel bisa menghanguskan sekitar 50 dunum (50.000 meter2) lading dan peternakan milik bangsa Palestina.
Gershon Messiko, ketua organisasi penduduk Tepi Barat mengatakan bahwa, “Adalah normal jika orang-orang yang menghadapi pengusiran dari rumahnya melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan untuk mempertahankan diri.” Inilah kenyataan sebenarnya. Tapi bagaimana dengan mereka yang telah dipaksa pergi? Mengapa orang Israel setuju bahwa golongan ini tak punya hak untuk melawan? Inilah sebuah diskriminasi.
Haaretz, harian terbesar di Israel menyatakan bahwa sedikit sekali pemukim yang melakukan protes terhadap pengusiran ini. Sesuatu yang teramat mustahil, dan tak masuk akal. Hingga tidak heran, dunia Barat menganggap aman-aman saja semua kondisi di sana termasuk pengusiran tersebut, karena dengan begitu, Israel telah berhasil memosisikan diri sebagai pihak pemilik yang mengambil tanah yang ditinggali oleh pendatang dengan identitas tak jelas.
Setiap bulan televisi Israel menampilkan tayangan serdadu-serdadu mengevakuasi orang-orang Palestina yang melawan kependudukan, dan sering dengan kekerasan yang berlebihan dan tak manusiawi. Itu semua hanya sebuah pertunjukan, karena seberapa pun parahnya kondisi tanah mereka, orang-orang Palestina akan kembali dan mendirikan sesuatu di tanahnya, dan barangkali lebih besar daripada sebelumnya.
Sebagian kecil Yahudi mengirimkan surat kepada jenderal IDF dan mengatakan, “Anda menebarkan kebencian dalam dada orang Arab terhadap Yahudi.” Mereka menggambarkan tentara Israel tak ubahnya Nazi yang membenci Yahudi. Karena semua alasan ini, maka aneh sekali jika tentara Israel lebih takut kepada aktivis kemanusiaan dibandingkan pada para pengungsi Palestina. Bagaimanapun, ini bukan hal baru dalam strategi Israel. Mereka sudah melakukan hal ini ketika mereka Tepi Barat, Yerusalem dan wilayah-wilayah Palestina lainnya. Strategi “kucing dan tikus” yang akan menghabisi semua wilayah Palestina. Wallohu alam bi shawwab.